Mutiara di Tengah Lumpur Tetap Mutiara: Beda Kasus Sama Manusia! -->
close
Pojok Seni
27 November 2020, 11/27/2020 11:00:00 AM WIB
Terbaru 2020-11-27T04:00:00Z
ArtikelBerita

Mutiara di Tengah Lumpur Tetap Mutiara: Beda Kasus Sama Manusia!

Advertisement


pojokseni.com - Pepatah lama bilang mutiara di tengah lumpur selamanya akan tetap mutiara. Emas yang bercampur dengan loyang, selamanya akan menjadi emas. Sutra yang ditumpuk dengan kain biasa, selamanya akan menjadi sutra. Dengan kata lain, kurang lebih begini, apabila Anda adalah "mutiara" meski Anda terkubur di tengah hutan Amazon sekalipun, Anda akan tetap mutiara.


Sayangnya, hal itu tidak pernah berlaku dengan manusia. Mutiara, emas dan sutra tidak memiliki kejiwaan jadi tak akan pernah terpengaruh sosiologis, dan psikologisnya. Manusia adalah spesies yang berbeda. Memiliki kemampuan berbahasa, yang membuatnya menjadi bisa mengolah ilmu pengetahuan sekaligus membuatnya bisa terpengaruh apa saja.


Stanford Prison Experiment misalnya, mencoba orang-orang baik ditempatkan di lingkungan yang sangat buruk, yaitu penjara. Apa yang terjadi? Tidak sampai 36 jam, psikologis mereka terganggu. Hasilnya, mereka berubah menjadi orang yang lain. Yah, orang yang kasar, cenderung suka kekerasan, tak suka melihat keadaan yang tenang dan damai. Dan mereka adalah orang-orang yang baik, memiliki reputasi yang baik, tak ada catatan kriminal dan tak pernah terlibat dengan kekerasan atau apapun itu. Namun, dipaksa masuk ke lingkungan yang sangat buruk.


(Baca selengkapnya tentang eksperimen ini di artikel berikut: "Plonco Alias Ospek, Lucifer Effect yang Ubah Orang Baik Jadi Keji".)


Itulah yang disebut Lucifer Effect, akibatnya mengubah seseorang yang baik menjadi jahat. Efek yang sama kemungkinan akan didapatkan ketika seseorang yang buruk ditempatkan di lingkungan yang baik. Meski dalam beberapa kasus, orang yang buruk tersebut justru mendapatkan sanksi sosial tertentu.


Jadi, bila Anda mengira bahwa manusia "mutiara" akan tetap menjadi mutiara bila hidup di "tengah lumpur", sepertinya coba koreksi lagi pemikiran Anda. Para petani di Mongolia, ketika dites IQ-nya, ternyata justru ada di angka yang mengagumkan. Rata-rata di atas 160-an. Namun, apakah ada di antara mereka yang menjadi seseorang yang mampu mengubah dunia dengan pemikirannya?


Yah, hamparan gurun dan sabana dengan domba-domba yang berlarian harus dijaga dari serangan srigala. Hanya itu saja kehidupan mereka sehari-hari. Lingkungan tersebut membuat IQ mereka menjadi tidak bisa difungsikan secara maksimal.


Di lingkungan di mana ekosistem seni sangat minim, bahkan mati, maka seniman akan minimpula terlahir di sana. Di satu daerah di mana menjadi PNS atau abdi negara menjadi cita-cita utama, maka pengusaha yang berhasil mengubah pemikiran daerah tersebut juga akan sedikit yang akan lahir.


Ada cara agar mutiara tetap menjadi mutiara di tengah lumpur. Caranya adalah, melawan!  

Ads