Catatan Pertunjukan "Rumour!" DADC Lampung: Protes "Julidnya" Warganet -->
close
Pojok Seni
23 October 2019, 10/23/2019 04:16:00 AM WIB
Terbaru 2019-10-22T21:36:12Z
teaterUlasan

Catatan Pertunjukan "Rumour!" DADC Lampung: Protes "Julidnya" Warganet

Advertisement
Pertunjukan Rumour! oleh DADC Lampung (foto: Edy Prayekno Calm)
pojokseni.com - Grup seni asal Lampung, Dian Arza Dance Company (DADC) menghadirkan pertunjukan teater tari bertajuk Rumour! karya/sutradara Putra Agung asal Jambi. Sutradara pertunjukan ini, Putra Agung menceritakan bahwa ia berkolaborasi dengan koreografer Dian Arza untuk menafsirkan teks "Rumour!" dalam bentuk teater-tari. Pentas ini digelar pada tanggal 18 Oktober 2019 di Taman Budaya Provinsi Bengkulu dalam rangkaian acara Wonderful Art Bengkulu.

Rumour, alias gosip, yang terjadi di dunia maya menjadi tema utama pentas ini. Tiga orang perempuan dengan pakaian kuning, hijau dan merah (sekilas mengingatkan kita pada Come and Go, Beckett) bercerita dan saling melempar gagasan tentang "rumour". Dialog dibalut gerakan koreo yang mendukung penjelasan serta mempertegas makna sekaligus dramatik pertunjukan. Kematangan sutradara dan koreografer melakukan penciptaan dan eksplorasi gerak dalam visualisasi teks menjadikan pertunjukan ini menarik disaksikan.

Koreografi yang menarik serta kemampuan olah tubuh yang baik menjadikan sebagian besar adegan tetap tergambar eksplisit. Hal itu menutupi dialog yang diucapkan nyaris tak begitu terdengar, karena gedung pementasan yang kurang representatif untuk pertunjukan teater, serta kemampuan olah vokal para penari yang belum begitu mumpuni.

Setelah melempar gagasan terkait "Rumour!" di dunia maya, serta protes atas "nyinyirnya" warganet untuk segala urusan, ketiga aktor tiba-tiba diserang oleh para penonton yang melempari atas panggung. Bagian "menembus fourth wall" tersebut juga sudah dipersiapkan, sehingga "proses pelemparan" juga tetap membangun alur cerita dengan baik.

Menjelang tutup pentas, suara azan mengalun, dan tiga penari yang melakukan gerakan tari di atas lumpur, tiba-tiba terhenti dan melakukan "tayamum". Pesan yang berasal dari Kitab Suci menjadi kalimat-kalimat pamungkas, mengajak siapapun yang begitu nyinyir di dunia maya agar berhenti untuk bergunjing, menghina dan melakukan tindak tidak terpuji yang bisa menyakiti perasaan orang lain.

Setiap adegan dihiasi dengan koregrafi yang dibangun dari perlawanan para aktor terhadap teror "Rumour!". Hal itu menjadikan pertunjukan ini memiliki spektakel yang cukup menarik. Meski demikian, "jahitan" antar adegan sedikit longgar  mesti jadi perhatian bagi para penampil.

Secara keseluruhan, pentas ini menarik. Sutradara mencoba meleburkan gerak tari progresif dengan laku akting yang mendekati realistik. Namun demikian, ada sedikit catatan. Gagasan yang terlalu verbal, dikawinkan dengan gestur dan koreografi untuk mempertegas pesan justru tak bersetangkup, atau disintegrasi. Untuk menyiasati hal itu, sutradara pertunjukan mengungkapkan bahwa kemungkinan ke depannya, pentas ini akan dicoba dengan menampilkan tubuh secara keseluruhan.

Ditambah lagi, terang sutradara, seharusnya pentas ini merupakan kolaborasi antara sutradara yang berasal dari Jambi, DADC yang berasal dari Lampung dan grup musik Resan yang berasal dari Gunung Kidul, Yogyakarta. Kolaborasi tiga unsur ini menjadikan pentas ini sangat berbeda ketika dipentaskan sebelumnya di Lumajang, Jawa Timur. Pentas di Lumajang berlangsung dengan baik, karena ketiga unsur tersebut saling mendukung untuk pertunjukan yang menarik.
"Ketika dibawa ke Bengkulu, teman-teman pemusik kita dari Yogyakarta kurang sehat sehingga tidak bisa ikut," ungkap Agung. 
Meski demikian, pertunjukan ini tetap menarik dan memberikan hiburan bagi pecinta teater di Bengkulu dalam gelaran Wonderful Art Bengkulu. (ai/pojokseni.com) 

Ads