Berkenalan dengan "The System" Stanislavsky (Bagian I) -->
close
Pojok Seni
21 July 2019, 7/21/2019 12:50:00 AM WIB
Terbaru 2019-07-20T17:50:44Z
ArtikelMateri Teaterteater

Berkenalan dengan "The System" Stanislavsky (Bagian I)

Advertisement
Constantin Stanislavski

Sistem itu tidak lebih daripada suatu jalan untuk menumbuhkan kreativitas dalam perkembangan  seorang aktor                                                                  Asrul Sani

1. Menuju Akting


Sebagai sebuah usaha untuk memainkan tokoh dalam sebuah naskah, pemeran dituntut untuk melibatkan segala aspek dalam dirinya, yang kemudian diluapkan secara berkala. Artinya, akting merupakan sebuah usaha pencapaian yang objektif, tidak hanya secara batiniah tetapi juga raga. Untuk mencapai itu semua dibutuhkan kesiapan seorang aktor, baik secara teknik maupun mental. 

Kesiapan teknis tentu saja meliputi tubuh, gerak, suara, respon dan, sementara kesiapan mental adalah emosi. Dalam rangka mempersiapkan itu semua Stanislavski memberi ruang kepada calon aktor untuk melatih itu semua, tidak hanya persoalan teknis tetapi juga mental (kondisi batin, kesiapan batin). Beberapa kata kunci yang sering kita temui dalam metode Stanislavski antara lain suasana hati, emosi, citra, karakter, momen kejujuran, kebenaran. Semua itu menjadi keseluruhan dan menubuh dalam tubuh aktor tentunya melalui proses latihan yang berkelanjutan.

Pertanyaan kemudian muncul bagaimana mengatasi jarak antara tokoh yang ada dalam naskah dengan pemeran? Jawabannya tentu melalui analisis mendalam terhadap naskah. Kemudian setelah kita mengetahui tentang naskah itu secara mendalam apalagi yang mesti calon aktor lakukan?, tentunya memindahkan pengetahuan tentang naskah secara umum, maupun khusus ke dalam tubuh aktor. 

Secara langsung maupun tidak langsung pengetahuan itu menubuh , kemudian merangsang aktor untuk menciptakan peran. Tapi, permasalahan lain muncul bukankah pengetahuan tentang naskah itu hanya menggerakkan sebagian dari aktor saja?. Misalnya pengetahuan kita tentang keadaan sosial suatu naskah hanya menggerakkan kesadaran kita yang paling dangkal.

Dalam kata pengantar buku My Life In Art Akhudiat mengutip Oscar Brockett. Teori Stanislavski memberi penekanan yang seimbang antara pelatihan psikologis dan teknis aktor, dan dalam sistem itu perasaan memberi kekuatan dan makna pada teknik, sedangkan teknik memberi kejelasan dan ekspresi pada proyeksi perasaan[1]. 

Sistem yang dibangun oleh Stanislavski tidak hanya soal kesiapan batin tetapi juga teknis, saling pengaruh antara “internal-psikologis dan “eksternal- mekanikal, nantinya akan menjadi garis yang tak terputus-putus. Jika kita tarik lebih jauh, pengetahuan akan naskah memberikan kejelasan atas tingkah laku aktor, dan tingkah laku aktor menerangi setiap sudut naskah. Perpaduan kedua elemen tersebut menjadi indikasi keberhasilan aktor dalam berperan.

Tulisan ini bermaksud untuk memperkenalkan sistem yang dibangun Stanislavski secara umum, sebelum menuju akting yang paripurna, apa saja langkah-langkah yang harus kita lakukan? Pertanyaan semacam ini merupakan pertanyaan formal yang sering membuat kita terikat dan lengah bahwa jalan masuk menuju akting hanya bisa dilewati dengan satu cara. Uraian yang sederhana ini mencoba menggiring para aktor, untuk memulai kerja panjangnya dengan menganalisis naskah, dengan asumsi para aktor juga mampu mengasah kemampuan dirinya dengan secara rutin. Untuk menjembatani dua kerja yang bisa dibilang saling melengkapi. 

Kami meyakinkan diri kami sendiri, bahwa adalah mustahil untuk memisahkan bentuk dari isi, untuk memisahkan aspek- aspek yang bersifat sastra dan psikologis atau secara sosial dari sebuah lakon dari citra-citra (images), mise-en-scene dan skeneri yang semuanya bersama-sama membentuk segi-segi yang mengenai keterampilan seniman dari sebuah produksi[2]. Secara keseluruhan apa yang menopong suatu produksi (teater) memiliki peran yang tidak bisa dianggap remeh, artinya baik itu sutradara, aktor, penata setting ikut terlibat secara intim untuk memenuhi sebuah pementasan yang baik. 

kesemua elemen itu juga bisa nantinya “membantu” para aktor mencapai watak (karakter) secara wajar. Kata-kata dan laku orang lain menjadi kata dan laku sang aktor. Itu adalah suatu keajaiban kreatif. Itu adalah misteri jiwa yang paling penting dan perlu yang memang pantas meminta pengorbanan, daya tahan, penderitaan dan kerja di dalam seni[3]. 

Demi mewujudkan itu, ada baiknya kita memulai dengan sebuah analisis yang mendalam terhadap suatu kasus, hingga menjadi pengetahuan yang mampu menjadi salah satu motor penggerak aktor, meski tidak signifikan namun mampu memberikan impuls yang berarti, tanpa mengabaikan syarat lain untuk terciptanya kerja kreatif aktor.

2. Analisis Naskah


Analisis yang kita ke depankan tentu berdasarkan titik pijak aktor, bukan sutradara atau dramaturg. Walau pada kerjanya memiliki kesamaan material, tapi memiliki dimensi yang berbeda. Apa yang kita butuhkan adalah hubungan antara super objektif dengan naskah menjadi satu sehingga membangun sebuah jawaban. Apa yang kita cari itu tidak saja membantu tapi ia juga hidup dalam tubuh aktor[4].

Secara garis besar Stanislavski menciptakan tujuh langkah untuk menciptakan tokoh, antara lain


  • Siapa saya?
  • Di mana saya?
  • Kapan itu terjadi?
  • Apa yang saya inginkan?
  • Mengapa saya menginginkannya?
  • Bagaimana saya mendapatkannya?
  • Apa yang saya butuhkan untuk mengatasinya


Untuk menjawab semua pertanyaan itu kita akan memulai dengan analisis naskah, karena semua bermula dari pemahaman kita akan teks. Jika kita rubah kerja dramaturg menurut Michael Mark Chemers dengan judul Ghost light An Introductory Handbook For Dramaturgy. Dalam bukunya Michael Mark Chemers memberikan penjelasan tiga hal yang digunakan untuk kerja seorang dramaturg yaitu, (1) analisis (2) mencari semua kebutuhan lalu memindahkannya ke dalam lakon dan menghidupkan dalam suatu pertunjukan (3) menerapkan pengetahuan itu sehingga dapat dimengerti oleh penonton pada saat itu. Tentu saja pertunjukan tidak akan ada tanpa tiga elemen lainnya sutradara, aktor, desainer dan semua tim produksi yang bekerja pada suatu pertunjukan[5]. 

Merubah kerja dramaturg dimaksudkan bukan untuk membuat patahan pengetahuan atau patahan epistemologi, namun lebih mencoba menjernihkan langkah kongkrit yang diterapkan kepada kerja aktor itu sendiri. Pergeseran kerja itu juga tidak merubah term yang ditentukan, misalnya analisis teks ditunjukan hanya kepada tokoh dalam naskah sebagai poin pentingnya.

Ada pun yang menjadi pijakan untuk menganalisis tokoh adalah


  • Pelajari  apa yang terjadi dalam kenyataan, apa yang karakter lakukan dan bagaimana mengembangkan alur
  • Ini sudah termasuk latar belakang apa yang terjadi sebelum permainan dimulai
  • Pelajari apa  yang menjadi peristiwa dalam naskah
  • Mengidentifikasi setting dalam naskah dan menelitinya
  • Kenali dirimu/dekatkan dirimu dengan sejarah, tatakrama, budaya, kebiasaan, gaya perilaku, pola pikir dan tingkah laku yang ada dalam teks


Pendekatan secara umum ini bisa menjadi langkah awal kita, apa yang dicari dalam naskah adalah pengetahuan yang menyeluruh. Setelah pengetahuan itu kita punyai, maka langkah selanjutnya adalah mencari latar naskah


  • Latar dari luar: peristiwa, kenyataan
  • Latar sosial: sejarah dan budaya setempat
  • Latar sastra: pesan penulis, gaya bahasa dan struktur
  • Latar estetika: pembuatan unsur-unsur seperti kostum dan dekorasinya
  • Latar dalam:  kehidupan tokoh dan psikologinya
  • Latar psikologi: bagaimana dinamika watak, pemaknaan dari cara karakter melihat, bergerak dan berbicara

Selain yang dipaparkan di atas, latar juga menyangkut identifikasi tentang suasana, waktu. Semua itu memilki keterkaitan terhadap jalinan peristiwa yang berlangsung dalam naskah.

Setelah itu kita akan menuju pada jiwa naskah yang meliputi tema, pergulatan tokoh utama dalam tingkatan emosional dan psikologi, cacat tragis tokoh utama (penderitaan, perjalanan tragis. Apa yang dipertaruhkan). Tema merupakan sebuah gagasan yang melandasi penulis naskah untuk merangkai cerita yang kemudian disampaikan dalam bentuk lakuan. Cara pandang penulis naskah tentunya tidak terlepas dari pengalaman atau sebuah renungan yang mendalam atas sebuah peristiwa. Untuk mengetahui kebenaran dalam sebuah drama melampaui kebenaran yang tertulis (teks lakon) dan cara menemukan cara pandang penulis dengan menafsirkan seobjektif mungkin sebuah topik,dan  jawaban dari pertanyaan akan kamu dapatkan dari inti cerita[6]. 

Sebelum kita melihat tingkatan emosi dan psikologis tokoh, ada baiknya kita tentukan tokoh utama karena Karakter utama adalah tokoh sentral yang menjadi perhatian dari setiap peristiwa yang terjadi, kita bisa merasakan apa yang diinginkan karakter utama lewat perjuangannya untuk mencapai sesuatu yang nanti menjadi capaian terakhir dari tokoh tersebut. Karakter utama adalah orang yang kita lihat dan pikir bahwa “cerita itu tentang dia”[7].

David Letwin, Joe dan Robin Stockdale menunjukkan ada lima kriteria yang harus ada pada karakter utama (1) dia dalam aksinya mengangkat cerita, (2) dia punya kemauan, (3) kemapuannya untuk mencapai cita-cita sekecil apa rintangannya ia benar-benar menginginkannya, tanpa menyerah untuk mendapatkan kebahagian, (4) dia juga bisa empati mungkin juga simpati, (5) dia menjadi sudut pandang penulis naskah[8]. Informasi ini kemudian kita bentangkan lebih jauh dengan mencari hubungan antar tokoh yaitu


  • Apa yang mau dilakukan karaktermu dengan karakter lain
  • Bagaimana karaktermu merasakan satu sama lainnya
  • Bagaimana karaktermu memahami karakter lain
  • Bagaimana karaktermu memahami dirinya sendiri
  • Bagaimana karaktermu berkaitan dengan orang lain


Guna kita mengetahui hubungan antar tokoh adalah melihat posisi tokoh yang akan kita perankan dalam bagian naskah yang atau biasa disebut unit. Masing-masing karakter dalam naskah memiliki sebuah sasaran yang sebenarnya,bagaimana puncak dramatik membutuhkan bimbingan dari pencarian atau perjalanan dari semua  kejadian yang ada di dalam naskah.

Sasaran yang sebenarnya bisa masuk sampai bagian terkecil, masing-masing unit terdiri dari langkah utama untuk mencapai sasaran yang sebenarnya. Jaga “imajinasi” itu dalam pikiranmu seperti kamu membagi naskah menjadi unit atau bagian terkecil, buat kepastian dari masing-masing unit. Semua berkontribusi secara menyeluruh throughline/ garis yang tidak terputus-putus (perkembangan logika dari peristiwa akan peran utama untuk mengarahkan motif  menuju sasaranya. tokoh utama  yang dimaksud- apakah tercapai atau tidak).

Baca Juga: Metode Akting Stanislavski: Magic If (Keajaiban Jika)

Lebih jauh lagi kita membagi unit menjadi beat, Karakter akan menggunakan satu cara dalam mencapai objektif dalam suatu unit, pemeran akan menyesuaikan cara untuk menghadapi keadaan yang baru, tandai dalam naskahmu:  dalam persiapan memainkan peran, beri tanda kurung di dekat  masing-masing beats mana karaktermu yang mengambil bagiannya, untuk masing-masing beat tulis (I) kekuatan, (O) objektif atau sasaran, (N) atau nama. Diskusikan hasil kerja beat dengan sutradara atau scene partner (teman bermain) untuk memastikan semuanya( tentang adegan)

Apakah yang membedakan posisi tokoh ketika berada dalam beat dan unit? Perbedaannya terletak pada kontribusinya dalam alur, yang berarti dalam satu beat terdapat sasaran yang menjadi prasyarat yang memungkinkan adanya sasaran yang lebih genting. Hal ini bisa dilacak dalam keberadaan tema yang kongruen dengan plot. 

Plot menjadi bagian yang terpenting dalam naskah karena lewat plot kita bisa melihat secara keseluruhan peristiwa yang terjadi dalam naskah, selain itu plot juga menjadi petunjuk  untuk melihat kesinambungan struktur lakon yang lainnya. Menurut Bakdi Soemanto plot adalah istilah yang berarti ringkasan cerita[9].                          

Kehadiran tokoh dalam beat maupun unit, menjadi konsekuensi logis ada given curtamstances (keadaan yang sebenarnya dalam naskah). Dengan demikian, secara umum kita sudah mengantongi pengetahuan yang nantinya menunjang kemampuan kita mengolah tokoh. 

Pertanyaan lain muncul, bagaimana menubuhkan pengetahuan itu? Langkah apa saja yang harus kita lakukan agar pengetahuan itu menjadi objektif dan mampu diserap oleh penonton dengan baik.

Stanislavsky


(Dalam artikel selanjutnya, akan dibahas lagi mengenai Mengubah Pengetahuan Menjadi Kata dan Ingatan Emosi. Jadi, simak terus PojokSeni.com. Bila ingin berlangganan artikel-artikel PojokSeni.com langsung ke email Anda, silahkan isi formulir berlangganan di bawah artikel ini.)

Daftar Pustaka:


[1] Constantin Stanislavsky,  2006. My Life In Art, terjemahan Max Arifin Malang: Pustaka Kayutangan. Kata pengantar

[2] Ibid hal. 125

[3] Ibid hal. 127

[4] Constantin Stanislavsky,An Actor Prepares, trans. Elizabeth Reynolds Hapgood  (New

  York:Theatre Arts Books, 1936)  hal 284.

[5] Michael Mark Chemers Ghost Light An Introductory Handbook For Dramaturg, hal.3

[6] David Ledwin, joe and Robin Stockadale The Architecture Of Drama Plot Character Theme Genre And     Style,( Plymouth: The Scarecrow Press, Inc., 2008) hal.69.

[7] Ibid hal 6

[8] Ibid hal 10

[9] Bakdi Soemanto, Jagad Teater ( Yogyakarta: Media Pressindo, 2001), hal.16.


Ads