Enam Asumsi Terjadinya Pertunjukan Teater Lingkungan Menurut Schechner -->
close
Pojok Seni
21 September 2021, 9/21/2021 07:00:00 AM WIB
Terbaru 2021-09-21T00:00:00Z
ArtikelUlasan

Enam Asumsi Terjadinya Pertunjukan Teater Lingkungan Menurut Schechner

Advertisement
Teater Lingkungan Menurut Schechner

PojokSeni.com - Teater Lingkungan ala Schechner ialah penggabungan antara antropologi dengan teater. Tentunya, akan berkaitan dengan Teater Antropologi ala Barba. Sebelumnya, mengenai Richard Schechner Schechner menyatakan bahwa pertunjukan Teater Lingkungan muncul melalui enam asumsi dasar terjadinya pertunjukan.


Asumsi pertama, bahwa teater merupakan serangkaian transaksi yang saling berkaitan. Misalnya, pertunjukan yang dilakukan di pasar-pasar, stasiun bis, kedai kopi, halaman rumah, lapangan, pantai, dan sebagainya, yang menghadirkan banyak penonton yang hadir secara spontan. Berbagai transaksi dilakukan secara langsung, akrab, serta akan terjadi ”sentuhan” khusus antara aktor dan penonton.


Asumsi kedua bahwa seluruh tempat yang ada menjadi ”ruang” yang digunakan untuk pertunjukan. Misalnya, ketika Rendra melakukan pelatihan, penduduk sekitar terlibat aktif mendukung Bengkel Teater. Pada saat kegiatan Perkemahan Kaum Urakan di Parangtritis, Rendra mengajak penduduk sekitar bertinteraksi aktif dengan latihan. Kegiatan latihan Bengkel Teater di Ketanggungan Wetan juga menjadi tontonan bagi warga sekitar. Bahkan ruang publik yang dipilih sutradara akan menjadi ruang panggung yangbsebenarnya dan yang harus digarap


Asumsi ketiga, bahwa peristiwa teater berlangsung baik dalam ruang yang secara total telah diubah formatnya, maupun dalam ruang yang ditemukan secara spontan. Misalnya, latihan tidak harus dilakukan distudio tertutup. Jika mereka menganggap bahwa mereka membutuhkan ruang lain yang mampu lebih merangsang kreativitas mereka, mereka memilih tempat di luar. Persentuhan dengan alam dan lingkungan menjadi energi luarbiasa bagi peningkatan kualitas unsur-unsur kreativitas pelaku seni. Pelaku seni dunia, termasuk Indonesia di paruh kedua abad ke-20 sering menggunakan metode pelatihan alam semacam ini. 


Asumsi dasar keempat, bahwa pusat perhatian penonton terjadi  secara fleksibel dan variatif. Perhatian penonton tidak akan hanya tertuju lepada pertunjukan. Mereka akan sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Maka aktor diarahkan perhatiannya kepada berbagai sudut pandang. Mereka bergerak menuju keberadaan penonton.


Asumasi kelima, seluruh elemen pertunjukan ”berbicara” dengan cara mereka masing-masing. Elemen-elemen muncul saling bertentangan, misalnya elemen musik dengan elemen aktor, elemen aktor dengan elemen naskah, elemen aktor dengan elemen  kostum. Bisa kita cermati ketika pertunjukan di ruang publik, maka unsur atau elemen pertunjukan akan tampak bermain sendiri tetapi tetap dalam rangka membangun suatu jejaring. 


Asumsi dasar keenam, bahwa naskah drama tidak menjadi dasar bagi pertunjukan teater, bahkan mungkin pertunjukan teater tidak  memerlukan naskah secara utuh. Asumsi dasar ini menunjukkan bahwa pentingnya memahami persoalan yang sedang terjadidi suatu tempat yang didatangi. Pertunjukan Teater Lingkungan akan menyelesaikan persoalan setempat dan dengan waktu setempat.


Dengan teori Teater Lingkungan semacam itu, Schechner menyatakan bahwa kehadiran sebuah pertunjukan teater tidak lagi mendasarkan pada keberadaan naskah drama. Hal tersebut berarti pendekatan naskah oleh sutradarea tidak dilakukan secara utuh tetapi dengan menyadur, mengadaptasi, atau bahkan mengedit nskah sesuai dengan kepentingan saat itu. Bahkan peristiwa yang terjadi di masyarakat dapat juga digunakan untuk menandai terbentuknya pertunjukan teater. 

Ads