Ave Maryam: Film Apik, Visual Cantik dan Suguhan Cinta Terlarang -->
close
Pojok Seni
05 February 2021, 2/05/2021 02:07:00 AM WIB
Terbaru 2021-02-04T19:12:01Z
ResensiUlasan

Ave Maryam: Film Apik, Visual Cantik dan Suguhan Cinta Terlarang

Advertisement


pojokseni.com - Lewat rekomendasi seorang kenalan, akhirnya kami menyaksikan sebuah film indah karya sutradara Indonesia, Robby Ertanto bertajuk Ave Maryam . Film ini dibintangi oleh Maudy Koesnaedi yang cantiknya tak hilang-hilang meski sudah kepala 4, serta Chicho Jericho dan Joko Anwar. Yah, Joko Anwar yang sutradara itu.


Film ini memiliki premis yang tak biasa, bahkan langka di Indonesia. Film ini mengambil tempat di Kesusteran Kasih Sepuh di Semarang pada tahun 1980. Sambil menikmati film ini, Anda juga bisa mempelajari kehidupan para suster di Gereja Katolik secara detail.


Semuanya bermula dengan tenang ketika suster bernama Maryam dan teman-teman suster lainnya mengabdikan diri pada Tuhannya dan merawat suster yang sudah berusia sepuh. Indahnya toleransi beragama terlihat dengan si kecil yang berhijab mengantarkan susu saban hari ke kesusteran itu. 


Tempo berjalan (sangat) lambat, dan cukup minim dialog. Namun keindahan visual film ini sangat indah. Maryam menjalani rutinitasnya, membaca buku, beribadah, dan mengurusi makanan suster lain dan pastur (Romo) dengan tenang dan cenderung pendiam.


Bila Anda adalah penggemar Roy Anderson asal Swedia, maka bersiaplah melihat berbagai adegan yang setipe dengan film-film Roy Anderson. Lagi-lagi, acungan jempol perlu diberikan pada sinematografi yang memukau di film ini, dari Ical Tanjung.


Warna terkesan lebih pudar, dan pengambilan gambar statis, pemanfaatan ruang juga terhitung dengan detail. Sangat kuat latar 1980 di Semarang. Meski ada sedikit "noda" ketika terlihat salah satu pastur (diperankan oleh Joko Anwar) menggunakan jam tangan yang sebenarnya baru rilis di tahun 1985. Namun, bisa dimaafkan karena setidaknya jam tangan itu masih dibuat di tahun 1980-an.


Intonasi pemain memang tidak realistik, namun juga bisa diterima karena bahasa yang digunakan adalah bahasa puitik. Meski demikian, harus dikatakan bahwa nyaris separuh dari seluruh dialog di film ini sedikit banyaknya agak menganggu telinga penonton untuk mendapatkan intensitas, karena ke-tidaknatural-an tersebut. 


Cinta Terlarang Romo dan Suster


Ketenangan Maryam dan juga kesusteran tersebut menjadi buyar, ketika ia terlibat cinta yang terlarang dengan pastur yang baru datang bernama Romo Yosef (diperankan oleh Chico Jericho). Seperti diperkenalkan oleh pastur lainnya, Romo Yosef memiliki kelebihan dan keahlian dalam urusan musik. Maka Romo Yosef didatangkan ke tempat itu untuk urusan lagu dan musik.


Yosef sangat menghibur, ia mengajak para suster yang tua untuk bergembira dan menari. Namun, ia menyimpan perasaan pada Maryam. Berkali-kali ia mengirimkan surat, dan mengajak Maryam untuk berjalan ke luar, tapi ditolak secara halus. 


Akhirnya, Maryam luluh juga. Dan semua rutinitasnya yang selama ini tak pernah ada gangguan, mulai perlahan terganggu. Ia mulai terlambat datang beribadah, terlambat memberikan obat pada suster tua yang sakit. Sangat kebetulan sekali bahwa suster tua itu adalah ibu angkat dari Romo Yosef.


Keduanya akhirnya benar-benar jatuh cinta. Sampai akhirnya keduanya melakukan satu kesalahan yakni berhubungan badan. 


Maka setelah itu, semuanya berubah. Maryam yang tenang berubah menjadi seorang yang tak pernah tenang, dan selalu resah. Transisi dirinya berjalan dengan mulus, didukung dengan akting Maudi Koesnaedi yang presisi menjadi Maryam.


Malam setelah kejadian itu, Maryam pulang ke kesusteran. Ia dikejutkan dengan suster lain yang memberikan suprise di hari ulang tahunnya. Ulang tahun ke-40, menjadi penanda pergolakan hidupnya. Sejak kecil hidup dengan doktrin agama dan melanggarnya di usia paruh baya.


Ave Maryam, Film apik dengan visual cantik


Seorang suster tua, yang sebelumnya selalu dirawat oleh Maryam mengatakan, "kalau surga bukanlah hal yang pasti bagiku, kenapa aku harus mengurus nerakamu."


Ia memutuskan untuk pergi, bahkan sudah sampai ke stasiun dan naik kereta. Ia melihat Yosef dari jendela, lalu memutuskan berlari untuk turun lagi. Sampai di bawah ia menyadari bahwa itu hanya halusinasinya. Ia hanya tertegun melihat kereta melaju, dan dengan wajah yang penuh kebingungan ia justru kembali ke gereja.


Film diakhiri dengan adegan yang apik, ketika Maryam mengakui dosa-dosanya (sakramen) dan yang menjadi pasturnya adalah Yosef. Tentunya, Maryam tidak menyadari bahwa pastur tersebut adalah Yosef dan Yosef sangat menyadari bahwa yang sedang melakukan sakramen adalah Maryam. Cukup mengiris hati, melihat tangis Maryam pecah, namun Yosef menangis tanpa suara.


"Yesus mengajarkan kita untuk memilih berbahagia. Silahkan lakukan pertobatanmu," kata Yosef sambil terisak.


Satu kalimat yang menurut beberapa situs review film lainnya adalah kalimat yang tak berdasar pada kitab suci, melainkan persepsi subyektif Yosef. Ada banyak pula pernyataan Yosef lainnya yang juga cukup berisiko seperti, "kenapa kita tidak boleh mempertanyakan dosa-dosa, kalau kita hanya bisa mengenal Tuhan lewat pertanyaan."


Namun harus diakui bahwa ini merupakan film langka di Indonesia.  Film ini awalnya berjudul Salt is Leaving the Sea (Garam sedang meninggalkan laut) namun akhirnya di berubah menjadi Ave Maryam. Film ini menyabet juara kategori Penyuntingan Film Terbaik di Festival & Penghargaan Film Internasional Perbara ke-4. Ketika diputar pada tahun 2019, film ini justru lebih baik meraup penonton ketimbang dua film festival yang nyaris berbarengan yakni 27 Steps of May dan Kucumbu Tubuh Indahku.

Ads