Kebutuhan Teater Terhadap Kritik Seni -->
close
Pojok Seni
16 December 2020, 12/16/2020 10:53:00 AM WIB
Terbaru 2020-12-16T03:53:00Z
ArtikelBeritaSeni

Kebutuhan Teater Terhadap Kritik Seni

Advertisement


pojokseni.com - Sempat diulas sebelumnya oleh Pojokseni bahwa sesuatu bisa disebut karya seni bila berada dalam sebuah ekosistem seni. Ekosistem seni adalah sebuah circle yang saling membutuhkan. Teater butuh penonton, penonton membutuhkan sebuah tontonan yang berkualitas, maka untuk menciptakan sebuah tontonan yang berkualitas dibutuhkan seniman yang berkualitas pula. Seniman yang berkualitas membutuhkan kritikus, agar tetap was-was ketika berkarya, lebih detail dan tentunya lebih sempurna. Kritikus, lahir dari akademisi, yang berarti lahir dari semacam institusi baik itu berupa sekolah, atau institusi lainnya. Kritik menjadikan seniman terus menjaga kualitas karyanya, 


Dari gambaran di atas, bahwa medan alias ekosistem seni membutuhkan kritikus, dan karya seni yang baik akan lahir dari ekosistem yang baik pula. Seorang anggota teater membutuhkan latihan rutin, belajar dan berdiskusi setidaknya seminggu tiga kali. Sedangkan seniman pengkarya membutuhkan kritik setelah karyanya diluncurkan. Kritik yang pertama datang dari internal grup teater itu sendiri, dan kritik selanjutnya datang ketika karya tersebut dihadirkan ke publik.


Kritikus membutuhkan wadah untuk menulis kritiknya. Karena itu, di ekosistem seni yang baik berarti ada media massa bisa berupa koran, portal berita daring, sampai blog pribadi sang kritikus. Kritik teater yang dimaksud adalah analisis dan penentuan nilai terhadap semua detail dalam drama yang dipertontonkan, begitu yang diungkapkan Henry Popkin. Sedangkan menurut Amy Golden, kritik seni adalah penentuan nilai, penafsiran dan uraian terhadap sebuah karya seni. Kadang-kadang, setelah penonton menyaksikan sebuah pertunjukan teater, maka mereka pun akan menunggu tulisan dari kritikus untuk mengetahui pasti uraian dari pertunjukan yang disaksikannya kemarin.


Meski terkadang kritik itu "jahat" atau "bengis" kadang bisa menghancurkan karir seorang seniman. Namun sebenarnya seniman sangat membutuhkan itu, agar ia tahu sebatas mana kualitas dari karyanya dan bisa terus meningkatkannya. Seperti yang diungkapkan Gunawan Muhammad bahwa seniman membutuhkan pencarian terhadap nilai secara berkelanjutan.


Kritik-kritik yang Berkualitas


Kritik yang berkualitas datang dari kritikus yang memiliki pengetahuan terhadap seni pertunjukan, serta memiliki kekayaan pengalaman estetis. Sayangnya, di beberapa daerah (di luar Jawa khususnya) kritikus adalah seorang seniman yang mungkin tidak memiliki kemampuan menjadi seniman. Hasilnya, ia menulis kritiknya tanpa landasan yang tegas, kecuali hasrat dan perasaan pribadi, bukan perasaan a priori alias persepsi estetis. Ia akan mencari celah dari sebuah pertunjukan dan menghajarnya habis-habisan. 


Nah, kritik semacam itulah yang biasanya akan menyulut permusuhan antar seniman. Memang si penulis kritik berharap seniman yang sedang letih sehabis berbulan-bulan mempersiapkan sebuah karya, menjadi tidak tidur dan terus terjaga karena amarah. Hasilnya, karena yang terjadi sering seperti itu, maka kelanjutannya teater dan kritik teater seperti musuh bebuyutan. 


Padahal, teater membutuhkan kritik sebagaimana seni lainnya. Meski demikian, kritik yang ditulis memang harus kritik yang berkualitas. Kecuali memang karyanya yang tidak memiliki kualitas sama sekali, seharusnya tulisan di kritik teater tidak sepenuhnya menuliskan semua kejelekan sebuah pertunjukan, baik sutradara maupun aktor-aktornya. Kritik haruslah dimulai dengan menafsirkan, mengurai dan kemudian membahas kelebihan serta kelemahan dari pertunjukan tersebut.


Tidak Bisa Tidak, Teater Membutuhkan Kritik


Kritik yang baik akan menjadi jembatan antara seniman dengan khalayakanya. Seniman harus mulai bisa membiasakan untuk menerima kritik yang datang kepadanya, karena pujian akan membuat para seniman pelan-pelan menuju jurang. Apabila hanya diganjar dengan pujian-pujian melulu, seorang seniman akan mandeg, tidak meningkat lagi. Seniman bukanlah dewa, bukan pula seorang nabi yang karyanya sudah pasti sempurna. Nah, menuju kesempurnaan itu, kritik-kritik sangat dibutuhkan.


Menjadi seorang kritikus, berarti menjadi seorang akademisi. Sekolah di perguruan tinggi seni dan mempelajari semua yang dibutuhkan untuk melihat suatu karya. Seorang kritikus akan belajar filsafat estetika, agar mengerti kacamata apa yang harus digunakan ketika melihat sebuah karya. Kritikus juga mengerti cara menulis yang baik agar artikelnya bisa dimengerti dan dipahami baik oleh seniman, maupun oleh khalayak.


Jenis-jenis Kritik


Ada tiga jenis kritik teater atau kritik seni, semuanya tergantung dari tujuan penulisan kritik tersebut. Ada yang bertujuan untuk merangsang peningkatan produktivitas seorang seniman, ada juga yang bertujuan untuk apresiasi, ada yang menafsir dan menalar ada juga yang "hanya" menyanjung. Berikut jenis-jenis kritik teater:


1. Kritik Pembeberan


Kritik jenis ini membutuhkan ketajaman, kepekaan serta pengetahuan yang kaya terhadap sebuah karya seni. Karena kritik seperti ini akan mengulas tentang eksposisi drama, penalaran hingga ke premis pertunjukan dan naskahnya, mendedah garapan sutradara, mencari tahu hubungan-hubungan dan detail-detail dalam pertunjukan tersebut, latar belakang serta hal-hal lainnya yang tersaji di atas panggung, maupun di belakang panggung. 


Nama-nama seperti Emha Ainun Najib, Gunawan Muhammad, Rahman Arge dan sejumlah orang-orang yang pernah menuliskan kritik teater menulis kritik pembeberan.


2. Kritik Apresiasi


Dari namanya, sudah terlihat sifat kritik ini adalah apresiatif. Karena itu, kritik ini berupa sebuah penghargaan meski juga mendedah secara detail isi pertunjukan tersebut. Kritik apresiasi juga membantu mengurai isi pertunjukan, kaitan pengarang dengan naskah, latar belakang dan hal-hal lainnya dalam pertunjukan tersebut. Biasanya, sifat apresiatif dari kritik ini bermula dari pertunjukan tersebut yang memang bagus, atau kekaguman penulis terhadap senimannya atau karyanya, dan banyak hal lain yang jadi alasan kenapa kritik ini lebih berupa penghargaan.


Subagio Sastrowardoyo misalnya menulis kritik apresiasi ketika menyaksikan pertunjukan WS Rendra. Atau MAW Brouwer yang menulis kritik apresiasi ketika menyaksikan pertunjukan karya Remy Sylado. Atau banyak juga jenis tulisan kritik apresiasi yang sebenarnya juga ikut membantu tumbuh berkembangnya grup-grup teater atau tokoh-tokoh tertentu di Indonesia.


3. Kritik Evaluasi


Kritik yang ini bersifat evaluatif, dan celah-celah minor dalam pertunjukan menjadi premis utama tulisan ini. Bisa jadi karena pertunjukannya terlampau jelek, atau ada hal lain yang mendasarinya. Tulisan semacam ini biasanya cukup pedas bagi seniman, dan menjadi semacam pukulan agar mampu berkarya lebih baik lagi ke depannya. Penekanan dalam tulisan ini adalah sutradara dan aktor telah melakukan kesalahan fatal, menurut kritikus. Dan, yah kritikus di posisi yang benar dan harus dipercayai oleh pembacanya. Yudhistira ANM Massardi pernah menulis kritik sejenis ini untuk pertunjukan Ikranagara di TIM dulu, hasilnya kritiknya benar-benar tajam dan menohok.


Meski demikian, ketiga kritik tersebut tidak memberi celah "selamat" bagi seorang seniman. Ketiga jenis kritik tersebut, baik pembeberan, apresiasi maupun evaluasi harusnya memberi tahu apa saja kelebihan dari pertunjukan tersebut agar bisa dipertahankan dan kalau bisa ditingkatkan. Namun dalam waktu bersamaan kritik tersebut juga mesti memberi tahu apa saja kelemahan dari pertunjukan tersebut agar bisa diperbaiki dan kalau bisa ditinggalkan.


Terpenting, kritikus harus terus meng-upgrade dirinya agar siap dengan tingkatan capaian artistik seorang seniman. Kritikus juga tidak "memaksa" atau "menggiring" seorang seniman untuk berkarya sesuai dengan apa yang "kritikus sukai". Selain itu, seniman juga mesti mampu dengan lega dan legawa (meski kadang-kadang sedikit dongkol) dengan kritik yang datang kepadanya. Dengan demikian, peningkatan mutu suatu karya bisa terwujud dan karya seni yang hadir akan terus meningkat kualitasnya.


Anda ingin mengirimkan tulisan kritik teater untuk dimuat di situs ini? Silahkan kirimkan tulisan Anda ke email kami redaksipojokseni@gmail.com. Sertakan setidaknya 1-2 foto pertunjukan yang Anda ulas.

Ads