Premis: Fase Pertama Sebelum Menulis Karya dan Apa Pentingnya Premis? -->
close
Pojok Seni
24 November 2020, 11/24/2020 11:52:00 AM WIB
Terbaru 2020-11-24T04:52:25Z
Sastra

Premis: Fase Pertama Sebelum Menulis Karya dan Apa Pentingnya Premis?

Advertisement

 

PojokSeni.com - Dalam seminar menulis, setidaknya dari beberapa tahun terakhir, para penulis (yang novel atau bukunya best seller) selalu berkata pesan yang sama: menulis, menulis dan menulis.


Para peserta seminarnya tak kunjung menulis, atau kalaupun menulis maka kemungkinan yang terjadi adalah tulisannya tidak selesai. Atau, kalaupun selesai yang jadi adalah tulisan yang berkualitas kurang baik.


Begitu juga ketika bicara tentang sastra. Seorang penulis novel pop remaja dalam seminar berulang-ulang menyebut "menulislah, agar kau dikenang", atau mungkin "dunia tidak mengenalmu bila kau tidak berkarya". Tapi selalu hal paling elementer yang membuat para peserta seminar tersebut tak kunjung menulis: tidak punya ide.


Padahal, sebenarnya ada banyak hal yang ingin mereka katakan. Ada banyak hal dalam kepalanya yang selalu ingin mereka tuliskan. Alasan klasik seperti "tidak punya ide" tersebut biasanya dikarenakan para penulis tersohor tersebut tak pernah memberikan satu hal yang paling penting. Yakni, bagaimana memulainya?


Seseorang punya ide mengerikan, ide brilian dan sebagainya. Tapi ketika berhadapan dengan layar komputer yang masih kosong, maka pikirannya akan jadi kosong. Apalagi bagi para penulis pemula. Mungkin baru sampai dua atau tiga halaman pertama, sudah pusing kepalanya. Lalu mereka berhenti, dan karya tersebut tak pernah dilanjutkan lagi.


Paling banyak dilakukan penulis pemula adalah menulis puisi. Karena dipikirnya pendek, dan cepat selesai. Tak jarang karya-karya prematur tersebut dikumpulkan dalam satu buku antologi puisi. Lalu diterbitkan dan menjadi tumpukan sampah dunia ketiga lainnya.


Lajos Egri mengatakan, bila ingin membuat karya yang baik maka jangan pernah pikirkan kapan karya tersebut akan selesai. Pertama, pikirkan premis dari karya Anda. Premis adalah dasar, landasan dan pondasi bagi karya Anda.


Karya yang baik berawal dari premis yang baik. Seperti itu Lajos Egri mengatakannya dalam The Art of Dramatic Reading. Maka mencari premis adalah hal pertama yang dilakukan oleh penulis, sebelum mulai menulis karyanya. Kita anggap saja karya yang dimaksud berupa prosa sastra dan naskah drama.


Mengapa Harus Mencari Premis Sebelum Memulai Menulis?


Premis dalam karya sastra semacam naskah drama dan prosa sastra kerap juga disebutkan dalam nama-nama lain. Ada yang menyebutnya tema, tesis, ide pokok, ide cerita, ide awal dan sebagainya. Kata premis digunakan untuk memudahkan sekaligus menyatukan "kata-kata lain" tadi.


Premis adalah titik awal perjalanan, juga titik akhir. Maksudnya, lewat menentukan premis berarti Anda telah menentukan tujuan cerita Anda.


Ini sama seperti seseorang yang ingin membuat meja. Maka ia mengumpulkan kayu, memotongnya, menyiapkan paku, palu, mungkin cat, amplas dan sebagainya. Kenapa ia bisa tahu apa saja yang harus disiapkan? Apa saja yang harus dilakukan? Apa saja langkah-langkah yang harus dilaluinya? Penyebabnya adalah, karena dia sudah punya tujuan. Dia ingin membuat meja.


Maka menulis tanpa menentukan premis, alias mencari premis berarti Anda menyiapkan kayu, paku, palu, cat, amplas dan memotongnya. Tapi sayangnya, masih belum tahu mau membuat apa. Anda mempercayakan pada naluri Anda apakah dia jadi kursi, atau meja nantinya. 


Maka Anda mempercayakan pada probabilitas atau peluang. Siapa tahu nantinya jadi meja yang bagus, atau mungkin kursi yang bagus, atau malah jadi lemari. Siapa tahu bisa terjual mahal, dan sebagainya.


Tapi, sampai berapa lama Anda bisa berkarya mengandalkan naluriah seperti itu? Dan berapa persen pula kemungkinan Anda akan gagal dan membuang-buang saja waktu, tenaga dan juga uang untuk membeli kayu-kayu tersebut?


Karena itu, menentukan premis berarti Anda akan menyusun alur cerita, karakter, konflik dan sebagainya yang dibutuhkan sesuai kebutuhan Anda. Bila premis Anda adalah "cinta yang sejati akan selalu bertahan meski dimakan waktu dan digoda dengan hal-hal duniawi". Maka, sudah terpikirkan apa saja yang diperlukan untuk menyusun sinopsis cerita? Sudah terpikirkan siapa saja tokohnya? 


Yah, lewat premis yang tepat maka Anda pun sudah mendesain akhir ceritanya. 


Mencari Premis


Apa premis dari sinetron yang sering Anda tonton di televisi swasta Indonesia. Misalnya, premis semacam ini "Orang yang jahat akan mendapatkan balasan yang setimpal".


Maka ada tiga unsur, pertama "orang jahat", kedua "akan mendapatkan" dan ketiga "balasan yang setimpal". Orang jahat (antagonis) dalam hal ini mewakili watak, "mendapatkan" menjadikan konflik dalam cerita ini, sedangkan "balasan setimpal" menjadi akhir dari cerita tersebut.


Hal pertama yang harus diketahui adalah "premis yang baik adalah premis yang mampu menjadi sinopsis paling pendek dari sebuah cerita". Maka setelah melihat sinetron di televisi swasta tersebut ternyata orang yang jahat ini tak kunjung mendapatkan balasan. Justru orang yang baik harus hancur-hancuran hidupnya lantaran siksaan dari tokoh jahat.


Sampai akhir, ketika orang jahat tersebut katakanlah kecelakaan atau mati, kapan dia mendapatkan balasan setimpal dengan perbuatannya sepanjang cerita? Ternyata, di sana pandangan penulis lakonnya masuk. Si orang jahat tidak mendapatkan balasannya di dunia, tapi di akhirat.


Ah, berarti sepanjang film tersebut kita hanya akan melihat orang baik ditindas orang jahat? Sedangkan balasannya justru didapatkan si orang jahat ketika ia telah berpindah alam? Bagaimana menceritakannya di alam lain?


Maka premis awalnya bergeser menjadi "orang jahat akan masuk neraka". Lebih beratnya lagi, film tersebut memulai dengan dua premis. Premis satu lagi adalah "orang yang baik harus terus bersabar karena cobaan akan datang terus menerus".


Lalu, ceritanya berjalan di atas dua premis yang menyebabkan cerita tersebut terkesan klise dan "palsu".


Lantas bagaimana cara mencari atau menemukan premis yang baik itu?


Premis Berasal dari Kepala Anda


Karya yang baik adalah respon yang jujur dari seorang pengkarya terhadap lingkungan, situasi dan keadaan sekelilingnya. Premis sebuah karya pastilah berasal dari kepala Anda, sebagai bentuk respon yang jujur Anda terhadap apa yang terjadi di sekeliling.


Ada berapa premis di kepala Anda? Pastinya jutaan, bukan? Apa pendapat Anda tentang cinta, misalnya? Bila Anda menyebutkan bahwa cinta yang agung itu akan selalu mampu mengalahkan apapun, termasuk kematian maka muncul premis:


"Cinta yang agung bahkan tak takut dengan kematian".


Premis tersebut sama dengan cerita Romeo dan Juliet, karya besar dari sastrawan dan dramawan besar Inggris, William Shakespeare. Apakah tidak masalah memulai sebuah karya dengan premis yang sama dengan karya orang lain? 


Menurut Lajos Egri, benihnya saja sama, bukan berarti pohonnya akan sama. Anda bisa menanam dua batang jagung bersebelahan dengan bibit dari tongkol yang sama. Lalu, apakah kedua pohon jagung tersebut terlihat mirip? Mungkin, iya. Tapi, apakah kedua pohon jagung tersebut sama? Jawabannya tidak.


Karena bila sama, berarti Anda bukan memiliki premis yang sama. Tapi, Anda melakukan plagiasi terhadap karya Shakespeare.


Dengan premis tersebut, Anda bisa menceritakan bagaimana seorang ayah rela bekerja di pabrik yang membahayakan dirinya, karena cintanya yang agung pada anaknya, bukan? Atau, Anda bisa bercerita tentang seorang lelaki yang memilih membawa lari wanita yang dicintainya karena tak direstui orang tua masing-masing.


Kemudian, kedua orang itu ditemukan oleh orang-orang yang ditugaskan mencari mereka. Lalu, lelaki itu meninggal terbunuh sedangkan wanitanya dibawa pulang. Bukankah cerita itu sama sekali tidak mirip dengan Romeo dan Julliet, namun premisnya sama?


Premis harus berasal dari diri Anda. Karena bila Anda mencari premis dari luar diri Anda, ada kemungkinan bahwa diri Anda sendiri bahkan tidak setuju dengan premis tersebut. Atau, premis itu bukan hasil pemikiran Anda, maka dia tidak menyatu dengan Anda. Maka cerita yang Anda buat bahkan tidak menyatu dengan penulisnya sendiri.


Cerita yang Anda buat justru akan menjadi pembuktian dari premis tersebut. Anda tidak mungkin melanggar premis Anda sendiri dengan tujuan apapun itu, bukan? Plot twist atau ending tak terduga juga berdasar dari premis. Mungkin premis Anda adalah "Hidup bukan matematika, maka tidak semuanya bisa diperhitungkan."


Pertanyaannya, apakah saat ini di kepala Anda ada banyak hal yang ingin Anda sampaikan? Bila iya, maka pertama urutkan dulu dari yang paling penting. Mana yang paling penting untuk disampaikan pada orang lain?


Misalnya Anda ingin mengatakan bahwa Anda mencintai pacar Anda, sekaligus juga ingin mengatakan tentang budaya Anda yang mulai terkikis budaya asing. Nah, menurut Anda mana yang lebih penting untuk disampaikan lebih dulu? Maka itulah premis yang Anda bisa pilih.


Premis = Sintesis


Premis tentunya memiliki definisi yang berbeda dengan sintesis. Tapi, memang dalam menyusun atau menemukan sebuah premis Anda akan memadukan dua unsur. Apa saja itu?


Tesis


Ini pendapat Anda, keyakinan Anda, sesuatu yang Anda percayai. Misalnya, Anda percaya bahwa seorang wanita harus diam di rumah, alias tidak boleh bekerja. Itu hal yang diyakini banyak orang, disepakati banyak orang dan Anda juga sepakat.


Maka Anda menemukan hal yang harus dikatakan, yakni wanita harus berada di rumah. Yah, anggap saja Anda tidak setuju wanita bisa berkarir dan memiliki hak yang sama dengan lelaki.


Antitesis


Maka ketika Anda memiliki ide tersebut, akan muncul penolakan. Biasanya dari luar, dan kadang muncul pula dari dalam. Wanita merasa bahwa ide Anda tersebut terlalu berbahaya. Bila benar seperti itu, maka wanita akan kesulitan untuk berkarya. Juga kesulitan untuk berkarir.


Apa yang terjadi selanjutnya? Maka muncul penentangan. Bahwa wanita memiliki hak yang sama dengan lelaki, dan wanita boleh berkarir, bekerja di luar rumah dan sebagainya.


Sintesis


Maka muncul dialektika dari dua hal tersebut, tesis dan antitesis. Hasilnya, Anda akan merespon banyak situasi di sekitar Anda. Misalnya, ternyata banyak keluarga yang suami sekaligus istri bekerja, maka keluarganya kurang harmonis, khususnya hubungan dengan anak.


Namun, keluarga yang hanya suaminya saja bekerja sedangkan istrinya di rumah akan mendapatkan kesulitan ketika suaminya sakit, atau bangkrut. Juga Anda banyak menemukan bahwa kesulitan ekonomi, membuat suami dan istri sama-sama banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.


Lalu, akhirnya Anda mulai memilah mana yang paling pas untuk premis Anda. Hal yang masih bisa sejalan dengan tesis awal Anda. Anda melihat ada keluarga yang kurang harmonis, anaknya selalu tidak mendapatkan perhatian lebih. Penyebabnya adalah kedua orang tuanya sama-sama sibuk bekerja. Penyebab sibuk bekerja adalah karena kesulitan ekonomi.


Nah, Anda bertemu premis Anda. "Kesulitan ekonomi membuat satu keluarga menjadi tidak harmonis."


Itulah yang disebut bahwa premis sama dengan sintesis. Ia ditemukan dari hasil dialektika antara tesis awal dengan antitesis.


Bagaimana apakah masih ada jutaan ide lain di kepala Anda yang siap untuk menjadi karya baru?  

Ads