Aktor Sebagai Penafsir Kedua -->
close
Pojok Seni
30 September 2020, 9/30/2020 02:16:00 AM WIB
Terbaru 2020-09-29T19:16:32Z
Artikelteater

Aktor Sebagai Penafsir Kedua

Advertisement
Proses Latihan dasar aktor oleh Tadashi Suzuki


PojokSeni.com - Sebelum produksi sebuah pertunjukan teater dimulai, artinya ketika rehearsal akan segera digelar oleh satu grup teater, maka sutradara sudah bekerja lebih dulu. Pekerjaan pertama yang dilakukan sutradara adalah menafsirkan dan menganalisis naskah yang akan dibawakan.


Sutradara kemudian menyusun hasil analisisnya, mulai dari teknis, struktur, tema dan konsep penyutradaraan. Karena itu, seperti dikatakan Suyatna Anirun (2002), bahwa sutradara mesti menjadi seseorang yang sempurna cara berpikirnya, sistematis sekaligus mampu mentransformasikan hasil pikirannya pada anggota teaternya.


Di teater era modern, muncul istilah profesi baru yang mendukung kerja sutradara untuk menyusun dan mendesain konsepnya dengan standar estetik tertentu. Profesi tersebut adalah dramaturg.


Setelah desain pertunjukan telah disusun oleh dramaturg, maka tafsiran sutradara tadi disampaikan atau dibagikan pada para aktor yang sudah melalui tahap casting. Para aktor selanjutnya melakukan analisis naskah untuk mendalami perannya masing-masing, mendapatkan tujuan (bit&goal bila mengutip istilah Stanislavksy), situasi terberi dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan psikis, fisiologis dan sosiologis karakter yang akan dibangun.


Namun, pada perjalanan latihan, mungkin memakan waktu sekitar 4-6 bulan, maka para aktor yang juga menganalisis naskah ini juga akan memberikan pandangannya terhadap naskah tersebut. Ide-ide dari aktor bisa jadi menjadikan detail pertunjukan dan spektakel menjadi lebih berbobot.


Saat inilah, tafsir pertama yakni tafsir dari sutradara bertemu dengan tafsir kedua yang hadir dari para pemain, atau aktornya. Bisa jadi, floor plan, set, gagasan kostum, dan konsep lainnya yang sebenarnya sudah disusun sejak awal bisa lebih disempurnakan lagi.


Bisa jadi juga, ada satu bagian yang sebenarnya cukup dikuasai oleh aktor, namun sutradara sedikit lemah di bidang itu. Misalnya ketika membawakan naskah klasik karya-karya penulis Yunani. Ada banyak perkara sosial, politik dan sejarah yang diangkat dalam naskah tersebut. Ternyata, aktor-aktor mengetahui itu lebih dalam dari sutradaranya. Maka, tafsiran kedua dari aktor justru akan memperkuat karya yang sedang dirancang tersebut.


Teater adalah seni gagasan yang berangkat dari naskah sebagai "landasan terbangnya". Tafsiran pertama dari sutradara tentunya bisa terus berkembang dan disempurnakan apabila ada juga proses diskusi antara sutradara dengan aktor, bahkan dengan ahli di luar kerja teater. 


Apalagi, kebanyakan naskah drama menawarkan ribuan kecendrungan garapan yang berawal dari tafsir sutradara. Naskah Samuel Beckett misalnya, yang bisa menghadirkan ribuan jenis garapan dengan pendekatan tertentu, tergantung dari kacamata dan kepribadian sutradara. Naskah Eugene Ionesco juga menawarkan hal yang sama. Terpenting, sebuah naskah akan berproses dengan baik sampai akhirnya mampu diejawantahkan dalam bentuk pertunjukan apabila proses analisis, tafsir dan diskusi di awal bisa dilalui dengan baik.  

Ads