Belajar Menjadi Superhero Dunia Nyata dengan Pembalut dan Toilet (Bagian I) -->
close
Pojok Seni
02 July 2020, 7/02/2020 12:48:00 AM WIB
Terbaru 2020-07-01T17:48:04Z
FilmUlasan

Belajar Menjadi Superhero Dunia Nyata dengan Pembalut dan Toilet (Bagian I)

Advertisement


PojokSeni.com - Anda bercita-cita mengubah dunia? Bagaimana dengan memulai dari mengubah pandangan orang di rumahmu dan lingkunganmu. 

Dua film India berjudul Padman dan Toilet memiliki kesamaan, yakni mengajarkan Anda bagaimana cara menjadi seorang agen perubahan yang sering disebutkan di bangku kuliah. Anda tidak akan mengubah dunia, atau apapun, apabila tidak memulainya dari rumah sendiri dan lingkungan.

Kesamaan lainnya adalah, peran utamanya sama-sama diperankan oleh Akshay Kumar. Bila di Padman, ia memerankan Laksmi Chand yang membuat pembalut wanita untuk istrinya, lalu menjadikannya sebagai Tokoh Paling Berpengaruh Dunia versi majalah Time. Di Toilet, ia memerankan Keshav yang membuatkan toilet untuk istrinya, yang menjadikannya sebagai seorang berpengaruh di India.

Bagaimana ceritanya mendirikan toilet dan membuat pembalut bisa menjadikan Anda seorang superhero? Ini kesamaan ketiga dari film ini, yakni ada benturan dengan adat, budaya dan agama setempat. Hal itu tak main-main, peran utama mesti dijauhi masyarakat, dimusuhi tokoh adat dan tokoh agama, sampai akhirnya dianggap orang gila.

Kesamaan terakhir, dua film ini sama-sama diangkat dari kisah nyata. Dan itu berarti, kegilaan mereka sekaligus kejeniusan mereka memang benar-benar mengubah wajah India.

Padman, Pembalut dan Bisnis yang Tak Surut


Padman adalah julukan yang diberikan pada Lakshmi Chand. Cerita ini didasarkan dari kehidupan asli seorang tokoh bernama Arunachalam Muruganantham yang dikenal sebagai Padman from India.  

Kisahnya bermula ketika ia menikahi seorang wanita yang sangat dicintainya. Ia seorang jenius yang tidak begitu beruntung, sehingga hanya sekolah sampai kelas 8 (SMP) dan bekerja di bengkel las. Ketika istrinya berair matanya karena memotong bawang, ia membuatkan alat agar memotong bawang lebih mudah. Ia juga membuatkan berbagai alat lainnya agar istrinya menjadi lebih mudah bekerja.

Tapi ketika istrinya sedang datang bulan, maka sebagaimana aturan dan budaya setempat, seorang wanita yang sedang haid tidak boleh tidur di dalam rumah. Ia harus tidur di beranda, dan menggunakan kain kotor berlapis-lapis sebagai pembalut. Ia membelikan sebuah pembalut seharga 55 Rupee atau sekitar Rp12.000 (tapi berdasarkan tahun di film, maka itu berarti seharga Rp55.000 saat ini). Istrinya menolak, karena tidak boleh menghabiskan uang terlalu banyak hanya untuk hal yang najis dan kotor.

Sejak saat itu, ia mencoba membuat sebuah pembalut. Ia menyangka hanya kain dan kapas saja yang ada di dalam pembalut, maka ia mencoba membuatnya. Ia gagal, dan istrinya kembali menggunakan berbagai metode untuk membuat pembalut yang tidak bocor. Karena istrinya tidak mau mencobanya lagi, ia bahkan mencobanya sendiri. Menggunakan darah hewan, ia memasukkannya ke dalam balon lalu dibocorkan, ia kenakan di dalam celana.

Ia kembali gagal, tapi kegagalan kali ini harus dibayarnya mahal. Ia harus diusir dari desa karena dianggap gila dan mengurusi urusan "selangkangan" perempuan. Istrinya juga dipaksa meninggalkan dirinya, bahkan dipaksa pula untuk menandatangani surat perceraian.

Ia kemudian tinggal di rumah seorang professor, berharap bisa mendapatkan ilmu dan bisa membuat sebuah pembalut. Telah lama ia bekerja di sana, karena ingin belajar dengan professor, yang ia dapatkan hanya tertawaan. Professor itu bilang, ada sebuah alat seharga jutaan rupee, atau sekitar puluhan juta rupiah, dibuat oleh teknisi terbaik dari institut terbaik negeri itu. Dan seorang yang putus sekolah di kelas 8 berencana ingin membuat alat yang sama?

Si jenius ini melihat bahwa alat pembuat pembalut yang seharga jutaan rupee tersebut nyatanya memiliki 4 tahapan kerja. Ia lalu membuat 4 alat yang masing-masing bertugas sama dengan setiap tahap tersebut. Keempat alat itu dibuatnya sederhana dan mudah dikerjakan, bahkan oleh seorang wanita sekalipun. Lalu, satu set alat itu memenangkan sebuah lomba inovasi di IIT (istitut teknik terbaik di India) dan mendapatkan hadiah besar serta terkenal di seluruh negeri dengan julukan Padman (superhero pembuat pembalut). Lebih menariknya, alat itu dibuatnya hanya dengan 55.000 rupee, yang menjadikannya mampu membuat pembalut yang harganya jauh lebih murah.

Ada banyak yang ingin membeli hak paten alat tersebut dari Lakshmi. Bukannya menjualnya, ia malah membangun sebuah usaha dengan memperkerjakan wanita-wanita miskin, janda tua dan wanita cacat yang kemudian menjadi penjualnya. Ia baru menyadari bahwa ia adalah pembuat mesin, dan penjual pembalut itu mestilah wanita. Lalu, pembalut dengan harga 2 rupee itu diberi merek Pari. Ia menjual alat itu pada sekumpulan wanita yang membayarnya dengan cara kredit. Lalu membuat alat lagi, menjual lagi pada sekumpulan wanita dengan cara yang sama. Terus seperti itu, sampai akhirnya 102 dari 109 daerah bagian di India menggunakan mesinnya untuk membuat pembalut.

Masalah di India ternyata bukan mengapa wanita India tidak menggunakan pembalut ketika haid. Tapi, kenapa harus membuang uang 55 rupee hanya untuk pembalut yang sekali pakai langsung dibuang. Masalah itu terpecahkan karena dengan mesin buatan Laksmi Chand, pembalut hanya seharga 2 rupee atau setara snack dan makanan ringan saja.

Langkah yang diambil Lakshmi membuat istrinya yang sudah 18 bulan meninggalnya, kembali pada dirinya. Ia juga diundang untuk memberikan materi di sejumlah institusi, bahkan WHO di Amerika Serikat. Ditambah lagi, ia mendapatkan gelar kebangsawanan Padma Shri yang merupakan salah satu yang tertinggi untuk masyarakat sipil dari pemerintah India. Sebelumnya, hanya 12% dari seluruh wanita di India (jumlah penduduk wanita di India lebih dari 500 juta jiwa) yang menggunakan pembalut. Angka tersebut meningkat drastis menjadi mendekati 100% setelah "revolusi" yang dilakukan Padman.

Tapi, apa yang dikorbankannya untuk sebuah pembalut? Yah, harga diri, caci maki, kehidupan nyamannya, tempat tinggal, sampai akhirnya ia juga mengorbankan seorang istri. Hanya untuk sebuah pembalut, bukankah Anda juga akan mengatakannya seorang yang gila?

Karena memang hanya orang gila saja yang bisa membuat perubahan di tengah absurditas hidup yang seperti labirin ini. Dalam pidatonya di gedung PBB, Padman berkata bahwa India dengan segala kekurangannya menjadi tempat terbaik dengan banyak kesempatan untuk menjadi agen perubahan. Selain itu, bisnis pembalut adalah bisnis yang tak pernah surut, karena setiap bulan semua perempuan pasti menggunakannya.

(baca bagian dua, ulasan film Toilet: Ek Prem Katha)   

Ads