Jakpro: Seniman yang Menolak "Wisma Seni" di TIM itu Lebih Nyaman di "Barak" -->
close
Pojok Seni
07 February 2020, 2/07/2020 03:16:00 AM WIB
Terbaru 2020-02-06T20:26:00Z
Berita

Jakpro: Seniman yang Menolak "Wisma Seni" di TIM itu Lebih Nyaman di "Barak"

Advertisement
Graha Bhaki Budaya di kawasan TIM dirobohkan
pojokseni.com - Sejak Kamis (6/2/2020) lalu, proses pembongkaran sejumlah gedung di kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM) sudah dimulai. Selanjutnya, Gedung Graha Bhakti Budaya (GBB) ikut dirobohkan, dan rencananya Pemprov DKI akan membangun hotel di wilayah tersebut.

Tahap kedua dari revitalisasi tersebut berlanjut ke pembongkaran Galeri Cipta I hingga Galeri Cipta III yang disebut tidak didiskusikan terlebih dulu dengan para seniman.

Kenyataan yang lebih menyakitkan hati menurut para seniman setempat adalah, di lokasi tersebut, berdasarkan usulan dari Pemprov DKI Jakarta, akan didirikan sebuah hotel. Meski hingga saat ini, perusahaan Jakpro yang memegang kendali revitalisasi itu menyebut yang dibangun bukan hotel, tapi "wisma seni".

"Rupanya ada beberapa seniman yang kepengennya kayak dulu lagi. Bikin barak. Bikin rame-rame. Pake kasur bertingkat. Pokoknya kayak dulu lagi lah," katanya. "Mengapa? Karena dulu nyaman seperti itu," kata sekretaris PT Jakpro, Hani Sumarno seperti dilansir dari CNN Indonesia.

Dari media tersebut, Jakpro menyebut bahwa seniman yang menolak "wisma seni" itu dibangun karena sudah nyaman tidur di "barak".

Seniman Jakarta meradang dengan pembongkaran tersebut dan rencana pembangunan hotel tersebut. Seniman Sihar Ramses Simatupang misalnya, menyebut hal tersebut sebagai "tindakan kalap".

"Bahkan Graha Bakti Budaya, Galeri Cipta III dihancurkan pun, kalian pura-pura tak tahu atau tak perduli. Tindakan kalap untuk sebuah rencana revitalisasi Taman Ismail Marzuki yang tak pernah dimusyawarahkan pada para seniman. Hm, marah itu kini menyublim sebagai airmata..." tulis Sihar Ramses Simatupang di akun Facebooknya.

Sedangkan status, Rangga Bhuana (anak dari Nano Riantiarno, sutradara Teater Koma) menyampaikan harapannya agar gedung yang dibongkar menjadi lebih bagus. Meski demikian, dengan nada yang satir, ia menyentil rencana pembangunan hotel di kawasan tersebut.

"Kalaupun di sampingnya dibangun hotel yang per malamnya 2 juta juga nggak apa-apa. Lebih bagus lagi kalau 10 juta per malam. Biar lebih terjangkau oleh kami para seniman yang hobi berendam di bak mandi berlapis emas 24 karat dengan air bertaburkan serpihan intan manikam," tulis Rangga Bhuana di akun Facebooknya.

Ada banyak seniman yang setuju, juga tidak sedikit yang tidak setuju dengan revitalisasi tersebut. Meski demikian, beberapa di antara seniman sudah menyadari bahwa revitalisasi sudah tak dapat terhindarkan lagi.

Seorang seniman lainnya, Budi yang diwawancarai sejumlah media di posko #SaveTIM misalnya, menyebut bahwa sebenarnya seniman tidak menolak revitalisasi, seakan-akan anti pembangunan. Tapi pembangunan hotel berbintang dan beberapa item lainnya saja yang mendapat penolakan.

"Aspirasi kami sangat kami yakini telah didengar oleh Pemprov DKI. Tapi, terkait revitalisasi ini, Pemprov telah mengambil keputusan sepihak," kata dia.

Saat ini, fokus penolakan seniman diarahkan pada Pergub Revitalisasi yang disinyalir akan mengubah TIM menjadi komersial. Padahal, sejak dulu, selain ruang budaya dan seni, TIM juga menjadi ruang sosial, tempat silaturahmi antar seniman di Indonesia. Roh itu yang akan hilang dengan pembangunan hotel (ai/pojokseni.com)

Ads