Definisi yang Salah Tentang "Bahagia Itu Sederhana" dan Pentingnya Meditasi -->
close
Pojok Seni
07 February 2020, 2/07/2020 02:08:00 AM WIB
Terbaru 2020-02-06T19:08:05Z
ArtikelUlasan

Definisi yang Salah Tentang "Bahagia Itu Sederhana" dan Pentingnya Meditasi

Advertisement
Patung Marcus Aurelius
pojokseni.com - Meditasi, menjadi salah satu hal yang dilakukan seniman baik sebelum maupun sesudah pementasan. Namun, tidak hanya untuk seniman, meditasi sangat penting dilakukan oleh siapapun Anda, apapun pekerjaan dan latar belakang Anda.

Artikel kali ini tidak akan membahas tentang bagaimana meditasi yang baik, tapi menjawab pertanyaan mengapa Anda wajib meditasi? Selain itu, banyak yang sering mengatakan bahwa "bahagia itu sederhana" berdasarkan pandangan filsuf Romawi Marcus Aurelius, faktanya memang untuk menjadi bahagia itu tidak pernah sederhana.

Meditasi diperlukan untuk menjaga pikiran. Yah, kita dapat menemukan banyak manusia yang mampu dengan baik menjaga dirinya, maupun orang-orang terdekatnya. Tapi sayangnya, meski kuat menjaga diri, tapi manusia cenderung lemah untuk menjaga pikiran.

Marcus Aurelius, seorang kaisar Romawi di era tahun 161 hingga 180 M dikenal sebagai filsuf yang kerap mengajak dan mengajarkan meditasi. Salah satu kata-kata terkenal dari Marcus Aurelius adalah;

"Semakin dekat manusia dengan pikiran yang tenang, maka akan semakin dekat pula ia dengan kekuatan."

Rasa ingin tahu dan egois manusia, itu yang perlu dijaga dan dikendalikan. Maka meditasi untuk mencapai ketenangan diperlukan untuk melakukan itu dengan benar. Karena rasa egois yang tak terkendali menjadikan manusia sebagai predator tertinggi di alam semesta. Rasa egois itu juga yang membuat manusia menjadi tenang saat menghancurkan bahkan mengekploitasi alam dan makhluk hidup lainnya. Rasa egois itu juga yang membuat manusia tetap tenang ketika memandang rendah manusia lainnya.

Anda punya segudang prestasi yang diabadikan dalam bentuk plakat? Mungkin Anda baik untuk memajang itu, tapi lupakan itu dari pikiran Anda. Prestasi itu menjadi sebuah kebahagiaan semu, yang begitu cepat berlalu, usang dimakan zaman, namun tidak usang di pikiran kita. Kenangan dan ingatan akan prestasi-prestasi itulah yang kadang menjadikan keinginan kita untuk belajar justru semakin menurun.

Faktanya, sehebat apapun itu, kita tak akan pernah mencapai kata "cukup". Dunia juga tidak akan mengenal kata "cukup". Maka manusia ditakdirkan menjadi murid seumur hidupnya. Sayangnya, banyak yang lebih memilih untuk menjadi guru, karena merasa dirinya sudah cukup. Enggan untuk belajar lagi, mendengarkan lagi dan merasa hidupnya sudah sampai batas pencarian. 

Kesalahan Mengartikan "Bahagia Itu Sederhana"


Kembali pada pemikiran sang kaisar-filsuf, Marcus Aurelius, kebanyakan orang membayangkan bahwa kata-kata dari Marcus Aurelius berarti "bahagia itu sederhana".

Faktanya, memang bahagia itu tak sesederhana yang dibayangkan. Misalnya kata-kata ini;

"Sebuah rumus dalam kehidupan adalah mengingat kematian"

Dan, kata-kata itu meminta kita untuk terus berpikir dan memastikan tidak ada waktu (bahkan semenitpun) terbuang sia-sia. Kata-kata itu memastikan ketika kita tengah bersantai di sela-sela pekerjaan, untuk segera bangun dan kembali bekerja. Kata-kata itu juga membuat kita yang sedang bermain game bersama teman-teman harus segera berhenti dan bangun, kembali belajar, ciptakan inovasi dan segera tentukan target ke depan. Apakah itu sederhana? Tidak! Anda harus mengalahkan atau menguasai pikiran Anda sendiri.

Atau kalimat ini;

"Mulailah harimu dengan rasa syukur."

Bagaimana cara memulai hari, ketika membuka mata, langsung dengan rasa syukur? Itu mungkin terdengar mudah. Kita tinggal berpikir bahwa Tuhan memberi kita kehidupan lagi hari ini. Tapi, itu bukan berarti kita hanya bersyukur ketika mengawali hari. Kalimat itu bermakna juga "mulailah harimu dengan rasa syukur, sampai nantinya kamu tertidur lagi."

Perhatikan pula kutipan ini, "Sebuah kekeliruan manusia adalah saat terlalu memedulikan apa yang orang lain katakan."

Apakah itu mudah? Oh, tidak. Tidak sama sekali. Bagaimana caranya memastikan hati kita tidak sakit, pikiran kita tidak kacau dan tubuh tidak limbung setelah mendengar hujatan dan cacian orang lain. Bagaimana cara agar tetap tersenyum, meski menjadi korban bully? Itu tidak sederhana, sangat tidak sederhana.

Kutipan-kutipan dari Marcus Aurelius di atas justru meminta kita untuk rutin melakukan meditasi. Semua yang dikatakan oleh Marcus Aurelius di atas hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang menang melawan pikirannya sendiri. Itu kenapa, Marcus Aurelius mengajak dan mengajarkan meditasi untuk mengalahkan dan menguasai pikiran kita sendiri sepenuhnya.

Pertanyaannya, apakah itu sederhana? Mengalahkan diri sendiri dan menguasai pikiran sendiri? (ai/pojokseni.com)

Ads