Bagaimana Jadinya Rakyat Tanpa Negara? Somalia Adalah Bukti Nyata -->
close
Pojok Seni
23 February 2020, 2/23/2020 04:32:00 PM WIB
Terbaru 2020-02-23T09:32:33Z
ArtikelSejarah

Bagaimana Jadinya Rakyat Tanpa Negara? Somalia Adalah Bukti Nyata

Advertisement


pojokseni.com - Meme di atas begitu terkenal di tahun 2000-an, saat itu Somalia menjadi negera dengan istilah "rakyat tanpa negara".

Yah, tanpa presiden atau raja, tanpa pejabat, tanpa MPR, tanpa DPR, tanpa pajak, pastinya tanpa pemerintah. Somalia menjadi contoh yang paling hakiki sebagai contoh rakyat tanpa negara, tanpa pemerintah itu.

Semuanya bermula pada tahun 1991, bulan Januari. Saat itu, Siad Barre, Presiden Republik Somalia turun tahta, setelah memerintah sejak tahun 1969.

Pemerintahannya, sejak tahun 1980-an berubah menjadi diktator, korupsi di mana-mana, ekonomi negara melemah, bahkan ada tindakan genosida, sehingga memicu pemberontakan Somalia.
Pemerintah kalah dengan para pemberontak, sehingga Siad Barre diasingkan di Nigeria hingga meninggal tahun 1995.

Sejak kekalahannya tahun 1991, masyarakat Somalia sepakat bahwa daerah tersebut tidak memiliki pemerintah. Semuanya dikembalikan ke hukum adat setempat, serta agama. Itu memicu kelahiran Islamic Courts Union (ICU) dan sejumlah kelompok lainnya yang "berkuasa" di tanah tanpa pemerintah tersebut.

Namun apa yang terjadi? Semua yang dikeluhkan warga pada negara, tetap saja terjadi, hanya berbeda bentuk, nama dan tentunya tanpa aturan.

Tidak ada pajak, yang ada hanyalah pungli dengan besaran yang berbeda-beda. Tidak ada polisi dan tentara, tapi yang ada adalah "aparat swasta" yang sering melakukan tindakan tanpa dasar hukum yang jelas.

Oposisi yang dulunya bekerjasama menjatuhkan presiden Siad Barre, saat itu justru mulai berebutan pengaruh dan kuasa. Semua sekolah, rumah sakit, fasilitas umum lainnya, menjadi bahan rebutan. Semua menjadi swasta.

Tidak ada mata uang, karena tidak adanya pemerintah yang mencetak uang. Semua mata uang mulai memiliki nilai di Somalia, khususnya dollar.

Konflik antar masyarakat tidak dapat terhindarkan, sehingga perang sipil terjadi. Laut Somalia, yang lebih dekat ke Asia, serta menjadi jalur pelayaran sejak dulu kala, mulai dipenuhi bajak laut.

Awalnya, bajak laut Somalia yang begitu ternama di seluruh dunia karena kekejamannya ini, adalah "angkatan laut swasta" yang menjaga keamanan wilayah Somalia.

Bajak laut Somalia
Tingkat pendidikan, literasi dan keamanan Somalia jatuh pada titik terendah. Meski angka kekerasan dan pembunuhan di Somalia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia, tapi menjadi salah satu yang terendah di Afrika.

Itulah yang membuat kelompok bantuan internasional seperti Medecins Sans Frontieres menyebut bahwa Somalia masih lebih berhasil ketimbang "negara dengan pemerintah" di Afrika lainnya dalam hal kekerasan.

Bila di negara dengan pemerintah, akan ada partai politik. Maka di Somalia, yang ada adalah klan (semacam geng) yang berkuasa. Merekalah yang kerap bersitegang dan berperang. Hasilnya, infrastruktur sosial dan ekonomi semuanya hancur besar-besaran.

Selanjutnya yang terjadi di bawah tahun 2000-an adalah, penduduk Somalia yang ingin hidup tenang dan waras, mulai pindah satu persatu dari negara itu.

Di segi ekonomi, hancurnya negara itu, tidak berarti buruk untuk para pengusaha. Dengan tidak adanya satupun badan usaha milik pemerintah, maka semuanya mulai dari maskapai penerbangan, televisi, radio, surat kabar, penyedia listrik, air bersih dan sebagainya adalah swasta! Maka untuk mendapatkan konsumen yang lebih banyak, mereka bertarung harga.

Itulah kenapa, ada banyak hal yang murah di Somalia saat itu. Ditambah tidak adanya uang negara sendiri yang dicetak, membuat inflasi bisa terjaga. Sebenarnya, ada mata uang Somalia yakni Shilling. Tapi, karena tidak ada perusahaan perbankan yang mengurusi urusan pencetakan uang, maka uang bisa dicetak semaunya.

Uang shiling palsu berserakan, selanjutnya tidak ada satupun usaha yang menerima pembayaran dengan uang shiling.

Sampai tahun 2000-an awal, sekolah-sekolah di Somalia berebut mematok harga yang murah untuk pendidikan. Universitas bahkan juga bisa dijangkau dengan harga yang murah.

Rakyat Somalia terlunta-lunta, menjadi korban selama 1991 hingga 2006.

PBB mengklaim Somalia sebagai negara termiskin di dunia, bahkan sebelum perang saudara terjadi. Meski demikian, Bank Dunia menyebutkan bahwa sektor swasta di Somalia adalah yang paling mengesankan di dunia.

Tahun 2006, Amerika Serikat yang sejak awal sudah ikut campur masalah di Somalia, membantu berdirinya Pemerintah Nasional Transisi yang memimpin Somalia hingga tahun 2012. Sekarang Somalia menjadi negara dengan pemerintah lagi, meski masyarakat mereka sebenarnya sudah beradaptasi dengan keadaan "rakyat tanpa negara".

Jadi, melihat kondisi yang terjadi di Somalia, bisa menjadi pelajaran bagi siapapun yang kerap berteriak bahwa mereka tidak butuh aturan, tidak butuh pajak dan tidak butuh pemerintah, tapi suka dengan kekerasan. Perlu dicatat, bahwa sampai 2009, kekerasan di Somalia masih terus terjadi dari orang-orang yang dirugikan dengan hadirnya "pemerintah". (pojokseni) 

Ads