Diskusi Melipat Ruang: Artefak Bunyi Sebagai Material Artistik Teater Post-Dramatik -->
close
Pojok Seni
07 January 2020, 1/07/2020 10:46:00 PM WIB
Terbaru 2020-01-07T15:46:27Z
Berita

Diskusi Melipat Ruang: Artefak Bunyi Sebagai Material Artistik Teater Post-Dramatik

Advertisement

pojokseni.com - Mahasiswa Pengkajian Seni Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Padangpanjang kembali menggelar agenda diskusi reguler mereka  dengan nama “Melipat Ruang”. Pada diskusi kali ini tema yang diusung adalah “Artefak Bunyi dan Pertunjukan Post-Dramatik” dengan pemateri adalah Heru Joni Putra yang merupakan kurator dari Galerikertas (Studio Hanafi) dan dramaturg Ranah PAC. Diskusi yang dimoderatori oleh Wanda Rahmat Putra ini semakin menarik dengan hadirnya Dede Pramayoza (Dosen Program Studi Seni Teater ISI Padangpanjang) sebagai penanggap dan pemantik diskusi. Diskusi yang berlasung pada hari Senin (06 Januari 2020) ini diadakan di Café Qito ISI Padangpanjang pada pukul 16.00 WIB.

“Ketika kata-kata tidak lagi menjadi sandaran utama sebuah pertunjukan teater, maka elemen-elemen lain memiliki kesempatan untuk mengambil posisi, salah satunya adalah bunyi. Peristiwa bunyi adalah sesuatu hal yang lumrah, namun jarang disadari. Begitu pula dalam pertunjukan teater, bunyi cenderung menjadi pelengkap dan tidak ikut serta dalam mempresentasikan realitas. Padahal, soundscapes adalah salah satu media yang efekif untuk membaca realitas," kata Heru Joni Putra memulai materinya. Sebelumnya, Heru Joni Putra baru saja pulang dari Inggris mempelajari dan mendalami tentang dramaturgi bunyi.

Diskusi melipat ruang

Kota adalah pameran bunyi, sehingga artefak bunyi dapat digunakan sebagai peranti untuk membaca identitas, etika dan bahkan hingga kepada watak dari sebuah kebudayaan. Hal ini dikarenakan bunyi dapat mengartikulasikan sebuah kehidupan. Meskipun bunyi tidaklah bisa menjadi kata-kata atau tidak bisa menjadi sedetail kosa kata, tetapi bunyi dalam berbagai kebudayaan telah diproduksi terus menerus dan dimanfaatkan sebagai bahasa sebuah kebudayaan. Seperti bunyi yang menghimbau masyarakat untuk berkumpul atau bunyi yang mengisyaratkan ada kemalangan adalah dua contoh sound of culture.

Heru mengambil contoh budaya Minangkabau yang dapat dibaca melalui bunyi. Berbicara sound of Minangkabau culture, tidak hanya sebatas bunyi yang dihasilkan oleh alat musik tradisional Minangkabau saja. Tetapi lebih luas dari pada itu, merambah hingga ke bunyi keseharian (hiruk-pikuk kota) dan bunyi ingatan.  Salah satu contoh artefak bunyi yang telah sangat fenomenal bagi masyarakat Minangkabau adalah bunyi piring-piring khas rumah makan padang. Dimanapun perantau Minang berada, saat ia mendengar bunyi serupa, bunyi tersebut akan membawa ingatan perantau Minang kembali ke kampung halaman mereka. Begitula artefak bunyi bekerja dalam mempresentasikan realitas.

Di ranah post-dramatik, banyak kreator yang mulai mencari media ungkap dan alat artikulasi lain dari teater selain bahasa verbal. Bunyi adalah salah satu media yang mulai dieksplorasi dan direkonstruksi untuk kebutuhan garapan teater-teater post-dramatik. Inilah penanda lahirnya dramaturgi bunyi dan dramturg bunyi memulai kerjanya untuk membuka kemungkinan model dari teater bunyi.

Suasana diskusi Melipat Ruang
Heru juga menawarkan konsep dan model dari teater bunyi, yaitu Sandiwara Pekaba. Sandiwara Pekaba adalah model teater yang mencoba memberikan porsi bunyi yang lebih dominan dalam sebuah pertunjukan teater. Garapan ini mencoba mengeksplorasi kosa bunyi untuk merepresentasikan sejarah atau peristiwa tertentu melalui bunyi.

Dede Pramayoza menambahkan, sebenarnya bunyi telah dimanfaatkan dengan baik oleh seni teater. Bunyi dalam teater dapat mempertegas identifikasi latar dan suasana, bahkan bunyi juga berperan penting dalam pencapaian dramatik setiap peristiwa. Sayangnya, memang bunyi belum dimanfaatkan semaksimal mungkin, sehingga terkesan bunyi hanya sebagai pelengkap saja dari peristiwa teater. 

Diskusi Melipat Ruang ditutup dengan stimulan dari Dede Pramayoza yang mengajak para seniman, khususnya seniman bunyi untuk mulai melakukan pencarian dan pendataan dari artefak bunyi. Pongolahan artefak bunyi sebagai rangsang cipta atau material artistik memang masih sangat jarang dilakukan, terutama di Indonesia. Hal ini tentunya menawarkan peluang pengembangan-pengembangan artistik dan pencapaian estetik yang baru dan berbeda. (rp/pojokseni)

Ads