Parasite: Film Mahakarya yang Lain dari Korea -->
close
Pojok Seni
06 October 2020, 10/06/2020 05:15:00 AM WIB
Terbaru 2021-08-24T16:05:52Z
ResensiUlasan

Parasite: Film Mahakarya yang Lain dari Korea

Advertisement



Pojokseni.com - Harus diakui bahwa film ini sangat populer di Korea, juga di Indonesia. Sutradara film ini, Bong Joon-ho juga disebut sebagai sutradara terbaik Korea. Lewat film Okja (2017), Bong Joon-ho didaulat menjadi sutradara nomor 13 terbaik dunia abad ini. Penghargaan yang didapat film Parasite juga memberi bukti, bahwa Bong Joon-ho mampu membuat film yang berkualitas dan diganjar penghargaan, sekaligus sukses box office. Dua hal yang sulit disatukan pada film lainnya. Sering kita melihat sebuah film yang mendapatkan penghargaan, maka akan lesu di bioskop. Sedangkan film yang laku di bioskop, akan jarang dapat penghargaan.

Di lain pihak, film ini juga mendapatkan rating yang (sangat) tinggi dari berbagai pemberi rating. IMDB memberi rating 8,6, sedangkan Rotten Tomatoes memberi rating yang nyaris sempurna, 98%. Lantas apa kelebihan film ini?

Tragic-comic, Thriler dan Sarat Kritik Sosial


Apa yang pertama akan dikatakan setelah menonton film ini? Tidak ada. Yah, speechless. Film ini tidak ada tokoh jahat, juga tidak ada tokoh baik. Tidak ada peran comical, tapi lucu. Tidak ada tokoh psikopat, tapi tiba-tiba ada adegan yang berdarah-darah. Kritik sosial juga ditaburkan di sana-sini. Bahkan, film ini dengan berani mengritik sosok yang paling ditakuti di negara tetangganya, Korea Utara. Siapa lagi kalau bukan sang presiden, Kim Jong-un.

Dari awal, keluarga Kim Ki-taek (yang diperankan Song Kang-ho) adalah keluarga yang sangat miskin. Istrinya, Choong Sook (Jang Hye-jin) dan kedua anaknya, Ki-woo (Choi Woo-shik) dan Ki-jeoung (Park So-dam) sejak awal film sibuk mencuri sinyal wifi terdekat hanya untuk membaca pesan dari perusahaan pizza yang memerlukan pelipat kardus. Keempat orang ini melipat ratusan kardus pizza dengan bahagia, dan hasilnya seperempat dari kardus yang dilipat tidak sesuai prosedur. Jadinya, bayaran mereka dipotong 10%. Ini kritik yang pertama, bahwa pengangguran yang tinggal di rumah sempit di bawah tanah masih ditemukan di negeri macan asia itu.

Bila Anda sudah menyaksikan film ini, maka Anda mesti mengingat bahwa di awal film, kamera dengan cukup lama menyorot medali perak. Keluarga yang sangat miskin, dengan dua orang anak, tinggal di "bawah tanah" namun ada seorang atlet peraih medali perak cabang lempar martil di rumah itu. Yah, istri Kim Ki-taek adalah mantan atlet berprestasi. Tapi hidup miskin dan bekerja serabutan untuk mendapatkan makan dalam sehari. Ini kritik berikutnya, bahwa atlet berprestasi yang mengharumkan daerah dan negara, kerap hidup sengsara di hari tua, tanpa bantuan dari negara. Dua kritik yang ternyata juga mengena bagi negeri kita, Indonesia.

Rumah mereka, selain sempit dan kecil, juga berada di bawah tanah. Jendela bahkan sejajar dengan jalan raya. Mereka bahkan bisa melihat seseorang yang mabuk, muntah hingga kencing di jendela mereka. Keberuntungan datang pada mereka lewat teman Ki-woo yang menawarkan pekerjaan menjadi guru Bahasa Inggris bagi kliennya, karena ia mendapatkan kesempatan kuliah di luar negeri. Rekan Ki-woo itu juga memberikan sebuah hadiah, batu berharga, yang diterima dengan sukacita oleh keluarga Kim.

Bekerja bagi orang kaya, tentunya mesti orang-orang yang berprestasi, mengenyam pendidikan yang tinggi, dan pastinya memiliki ijazah. Sayangnya, hal itulah yang tidak dimiliki keluarga Kim. Ki-woo memang cerdas Bahasa Inggris, bahkan lebih cerdas dari para mahasiswa yang kuliah jurusan itu (dikatakan oleh rekannya yang menawarkan pekerjaan). Oleh karena itu, mereka mulai melakukan pemalsuan ijazah.

Adik Ki-woo, ternyata sangat jago melakukan pemalsuan ijazah. Bahkan, ketika ayahnya melihat ijazah palsu itu, sangat sulit baginya membedakan dengan yang asli. "Kalau ada jurusan pemalsuan dokumen di universitas, pasti Ki-jeong akan menjadi lulusan terbaik," kata Ki-taek.

Dengan bermodal ketenangan dan aksi yang ciamik, Ki-woo berhasil "memperdaya" si nyonya yang kaya, Nyonya Park (Cho Yeo-jeong). Hal itu menjadikan ia diterima bekerja sebagai guru les Bahasa Inggris bagi anak perempuannya, Da-hye (Jung Ziso). Keberhasilan Ki-woo masuk ke dalam rumah keluarga kaya itu membuka pintu bagi keluarganya untuk ikut masuk ke sana.

Lewat sejumlah penipuan, akal bulus dan rencana yang sistematis, keluarga Kim berhasil satu persatu masuk ke dalam rumah itu. Setelah Ki-woo menjadi guru Bahasa Inggris untuk anak perempuan keluarga Park, esok harinya giliran Ki-jeong yang dengan akting dan bermodal berselancar daring, mampu meyakinkan Nyonya Park bahwa ia adalah guru atau tutor seni/terapi seni yang baik untuk anak bungsunya, Da-song. Berikutnya, akal bulus keluarga Kim berhasil membuat keluarga Park memecat supir mereka, dan merekrut sang ayah Kim Ki-taek sebagai supir yang baru. Dengan penipuan yang sistematis berikutnya, mereka berhasil memecat pembantu rumah tangga keluarga Park bernama Moon-gwang (Lee Jung-eun) dan memasukkan sang ibu Choong Sook menjadi pembantu baru. Tamat sudah rencana keluarga Kim menjadi "parasit" di dalam rumah miliarder itu.

Maka digelar sebuah pesta makan-makan oleh keluarga Kim, merayakan bahwa mereka telah keluar dari belenggu kemiskinan, serta tidak ada satupun di antara mereka yang menganggur. Perlu dicatat, bahwa setiap adegan perekrutan satu keluarga Kim ke dalam rumah kelurga Park sangat detail, logis dan lucu sehingga tak jarang mengundang tawa.

Berikutnya, Da-song si bungsu keluarga Park berulang tahun. Untuk merayakannya, keluarga Park pergi berlibur untuk berkemah. Rumah yang kosong itu dimanfaatkan oleh keluarga Kim untuk menikmati rasanya menjadi orang kaya.

Mendadak Berdarah-darah


Dari adegan yang penuh tawa, keluarga bahagia (baik keluarga Kim yang miskin, maupun keluarga Park yang kaya) ternyata harus terhenti ketika keluarga Kim sedang menikmati hidup sebagai orang kaya di rumah keluarga Park. Kedatangan mantan ART keluarga Park, Moon-gwang, yang menjadi penyebabnya. Moon-gwang ternyata menyimpan suaminya di dalam ruang bawah tanah rumah keluarga Park, tanpa sepengetahuan pemilik rumah.

Choong Suk mengusir Moon-gwang dan suaminya dari ruang bawah tanah itu, namun Moon-gwang memohon agar tidak diusir, karena mereka dikejar-kejar rentenir sejak 4 tahun terakhir. Namun, ketika tiga beranak yang mengintip, Ki-taek, Ki-woo dan Ki-jeong terjatuh dari tangga, kejadiannya berbalik. Moon-gwang merekam video bahwa guru bahasa Inggris, guru seni, supir dan pembantu keluarga Park adalah satu keluarga, yang dengan licik membuat semuanya terusir dari rumah tersebut. Video itu bahkan akan dikirimnya ke keluarga Park, namun Kim Ki-taek memohon untuk tidak dilakukan.

Maka, keempat anggota keluarga tersebut jongkok sambil mengangkat tangannya ke atas, sedangkan Moon-gwang dan suaminya yang mengambil alih rumah. Duduk santai di atas sofa, sambil mengancam akan menekan tombol "kirim" apabila keluarga Kim melakukan hal yang macam-macam.

"Tombol kirim di ponselmu sudah seperti tombol nuklir Korea Utara, membuat semua orang takut," kata suami Moon-gwang, sambil tertawa.

Moon-gwang bahkan meniru pidato dengan gaya yang dimirip-miripkan dengan gaya bicara presiden Korut, Kim Jong-un. Intinya, mengancam apabila lawan mereka (keluarga Kim) yang licik itu berani bergerak, maka tombol "nuklir" itu akan segera ditekan. Ketika Moon-gwang dan suaminya lengah, keluarga Kim menyerang dan terjadilah perkelahian di ruang tamu keluarga Park.

Ruang tamu tentunya berantakan, namun keluarga Kim berhasil mengalahkan Moon-gwang dan suaminya. Mereka berhasil merebut ponsel itu, namun kabar berikutnya lebih mengejutkan. Hari hujan membuat keluarga Park batal berkemah dan segera pulang. Nyonya Park menelepon, bahwa 8 menit lagi akan segera sampai. Maka, 8 menit yang menegangkan itu tersaji, membuat jantung berdegup kencang. Moon-gwang dan suaminya dilarikan lagi ke ruang bawah tanah. Keluarga Kim bebas dan berhasil pulang, (kecuali sang ibu), namun kabar buruk berikutnya, rumah mereka yang di bawah tanah itu kebanjiran.

Akhir yang Tak Diduga



Di tengah kebanjiran, tidak banyak yang diselamatkan oleh keluarga Kim. Kim Ki-taek hanya menyelamatkan medali perak milik istrinya, Ki-jeoung hanya menyelamatkan rokok di atas toiletnya, sedangkan Ki-woo hanya mendapatkan batu pembawa rejeki yang diberikan temannya. Batu itu yang dikiranya telah membawa keberuntungan bagi keluarganya, akhirnya ia bawa ketika mengungsi ke tempat yang disediakan untuk para korban banjir.

Ketiga orang itu esoknya sama-sama diundang ke rumah keluarga Park. Keluarga Park merayakan ulang tahun Da-song si bungsu yang gagal berkemah, di rumahnya. Mereka mengundang banyak orang, menyediakan makanan dan minuman. Ki-taek harus menemani Nyonya Park membeli sejumlah barang, makanan dan minuman.

Ki-woo datang dan sempat bermesraan dengan "muridnya" Da-hye. Lalu, izin ke bawah (basement/ruang bawah tanah) untuk menyelesaikan urusan. Ternyata, ia membawa batu pembawa rezeki itu, dan berniat melakukan pembunuhan. Nyatanya, ia yang kalah. Suami Moon-gwang sudah menunggu dengan tali dan akhirnya nyaris membunuhnya. Tidak hanya itu, suami Moon-gwang juga mengambil pisau, lalu keluar dan menusuk Ki-jeong yang sedang membawakan kue ulang tahun kepada Da-song. Da-song kecil yang melihat ada pembunuhan di depan matanya, jatuh pingsan.

Suami Moon-gwang belum selesai. Ia juga melukai beberapa tamu, dan kemudian mengarahkan targetnya pada Choong Sook. Perkelahian antara Choong Sook dan suami Moon-gwang sedang terjadi, tapi Ki-taek hanya melihat keluarga Park peduli pada Da-song yang (hanya) pingsan. Tak ada yang ingin membantu istrinya, serta anaknya yang berlumuran darah dan nyaris meninggal. Tuan Park bahkan berteriak agar Ki-taek membawa mobil membawa Da-song ke rumah sakit.

Saat itu, terjadi pergumulan batin dalam diri Ki-taek. Melihat Ki-jeong berlumuran darah, keluarga Park hanya peduli pada Da-song yang sebenarnya bisa diistirahatkan di dalam rumah. Namun, ia masih bisa menyimpan pedihnya. Ketika Tuan Park meminta ia melemparkan kunci mobil, ia masih menuruti dengan melemparkan kunci tersebut. Namun, kunci itu membentur tubuh suami Moon-gwang yang masih bergelut dengan istri Ki-taek. Istri Ki-taek yang mantan atlet itu berhasil menang dalam pertarungan dan menusuk tubuh suami Moon-gwang.

Tuan Park mendekati tubuh si pembunuh itu, lalu terkejut karena suami Moon-gwang itu justru memberi hormat padanya. Tapi, bukannya menolong seseorang yang nyaris meninggal itu, Tuan Park justru hanya dengan jijik membalik tubuhnya untuk mengambil kunci mobil di bawah tubuhnya. Kejadian itu membuat Ki-taek khilaf, dan mengambil pisau serta menusuk tepat di jantung tuan Park.

Ki-taek jadi buronan, Ki-jeong meninggal, Ki-woo masuk rumah sakit dan gegar otak. Belum cukup sampai di situ, Ki-woo dan ibunya, Choong Sook juga diberi hukuman oleh pengadilan, namun bukan karena pembunuhan yang dilakukan Ki-taek, melainkan dengan tuduhan, pemalsuan ijazah dan masuk ke dalam rumah orang secara ilegal. Keduanya mendapatkan hukuman percobaan.

Detail yang Tidak Boleh Anda Lewatkan



Ada gap yang jelas antara keluarga miskin dan keluarga kaya yang digambarkan film ini. Kesenjangan sosial ini, menjadi kritik selanjutnya yang patut diacungi jempol. Keluarga Park kerap naik tangga, baik masuk ke rumahnya, maupun ke kamarnya, menggambarkan tangga sosial. Itu juga terjadi pada keluarga Kim yang kerap turun tangga untuk menuju rumahnya. Tangga menjadi simbol gap atau kesenjangan sosial yang digambarkan dengan jenius oleh sutradara film ini.

Batu yang diberikan temannya, juga menjadi simbol hutang. Ketika mendapatkan batu itu dari rekannya, keluarga Kim mendadak jadi berkecukupan, dan sempat menikmati hidup sebagai orang kaya. Namun, batu itu juga yang menjadi sumber masalah mereka. Anak tertua Kim, Ki-woo mengatakan bahwa ia telah terikat dengan batu itu. Sebagai penggambaran bahwa orang miskin semacam mereka akan terikat dengan hutang, meski sempat merasakan naik tangga, mereka akhirnya akan kembali turun tangga dengan cepat.

Kemudian, bagaimana keluarga Park yang baik hati menerima mereka, ternyata tidak peduli dengan mereka. Bahkan ketika dua anggota keluarga Kim sama-sama berhadapan dengan maut, mereka hanya peduli dengan anak bungsu mereka yang hanya pingsan. Jawaban terhadap ketidakpedulian itu sudah dikatakan oleh Choong Sook ketika mereka tengah berpesta di ruang tamu keluarga Park.

"Mereka baik dan peduli karena mereka kaya. Mereka tidak bisa tua, dan tidak bisa mengkerut karena masalah. Karena uang menjadi setrika yang akan memuluskan setiap kerutan."

Detail berikutnya adalah ketika mereka menyebut "bau" Kim. Mereka menyebut itu terus, bahkan ketika bercinta. Bau tersebut adalah bau "kemiskinan", bau dari kereta bawah tanah, ruang bawah tanah dan lainnya yang tidak bisa hilang dengan mudah, meski dicuci 4 kali dengan sabun.

Berikutnya, ada kode morse dengan lampu. Lampu yang disangka otomatis hidup ketika keluarga Park melangkah, ternyata dihidupkan oleh suami Moon-gwang yang begitu mengagumi "presiden" Park. Kode morse itu diberikan oleh suami Moon-gwang karena tahu si bungsu keluarga Park, Da-song adalah anak pramuka. Namun, penekanan terhadap kode morse ini, justru untuk penyampaian pesan dari Ki-taek pada anaknya, Ki-woo yang juga mantan anggota pramuka yang berbakat. Ki-taek ingin memberi tahu pada Ki-woo bahwa ia sekarang berdiam di ruang bawah tanah rumah itu, meski telah berganti pemilik.

Kemudian, ketika Da-song berkemah di depan rumahnya, hari hujan lebat. Saat itu, Tuan Park berkata pada istrinya, bahwa ia khawatir kemah itu akan bocor. Tapi, jawaban Nyonya Park adalah "kemah itu buatan Amerika, jadi mudah-mudahan tidak jebol." Itu merupakan bukti bahwa banyak orang memang mencintai produk dari luar negeri ketimbang produk negeri sendiri.

Masih banyak lagi detail lain di dalam film ini yang tentunya jangan terlewatkan. Film ini begitu mengejutkan karena memiliki awal, tengah dan ending yang sangat tak bisa ditebak. Jadi, bila Anda belum menonton film ini, tentunya film ini menjadi salah satu film yang perlu dipertimbangkan. Apalagi, Korea telah mengutus film ini untuk menjadi wakilnya dalam ajang tertinggi dunia film, Academy Awards 2020 dan keluar sebagai pemenang untuk kategori tertinggi, Film Terbaik, sekaligus menyabet penghargaan di kategori Sutradara Terbaik, dan Film Berbahasa Asing Terbaik. (Adhyra Irianto)

Bila Anda tertarik dengan review film, selain di situs ini ada juga situs yang mengulas film-film baik film lama hingga film yang baru dirilis, yakni situs Bacaterus.com. Situs satu ini tentunya bisa menjadi referensi yang tepat untuk para penggemar film yang sedang mencari rekomendasi film apa yang akan ditonton di akhir pekan nanti.  

Ads