Teater Partai T’subuh Pentaskan Kepala Pundak Lutut -->
close
Pojok Seni
20 August 2019, 8/20/2019 11:49:00 PM WIB
Terbaru 2019-08-20T16:49:55Z
Artikelevent

Teater Partai T’subuh Pentaskan Kepala Pundak Lutut

Advertisement


pojokseni.com - Pentas ini akan di gelar pada 1 september di IAIN Jember dan 5 september Gedung IT 4 Darussalam Banyuwangi. Pentas ini persembahan dari; Beri H. Goejarot, Irfan Wahono, Kalis Ubie, A. Munir, Arif Dwi, dan Inah sebagai aktor.

Menceritakan tubuh yang mendapat kenikmatan lebih dalam melakukan hal yang sederhana, seperti; berjalan, menggosok gigi, menggaruk, makan, dll.

Kenikmatan di sini yang akan mendorong sesuatu yang lebih pada gerakan kecil (gerakan yang tidak di sadari), sehingga terjadi pengulangan yang berlarut-larut sampai ‘trance’. Makna  Trance  di sini, bukanlah kesurupan yang memasukan mahluk halus dalam tubuh, justru kami hanya mengadaptasi bagian ini yang membuat seolah tubuh menjadi satu dengan gerakan aneh.

Ada beberapa bagian yang tidak bisa kami telanjangkan di sini. Bagian pertama, adalah seorang perempuan yang mendapatkan tubuhnya berjalan nikmat. Nikmat bukan pada kesemokan tubuhnya, justru tubuh seksinya akan mengalir sehingga dia melupakan bagian-bagian intim itu.

Teks yang kami adaptasi, adalah teks satir dari naskah “Berangkat Perang Artinya Selamat Datang”. Teks ini akan menunjukan patahan yang membedakan bagian pertama dan bagian ke dua nantinya.

Pada bagian musik, kami menanamkan bunyi yang berulang-ulang juga. Kita akan mendengar sangat jelas kalimat “Kepala pundak lutut kaki” berulang-ulang, kemudian ada suara sinden-Sunda, kemudian ada suara kehancuran dan beberapa kali suara itu menganggu bagian batang/dasar nada ‘kepala pundak lutut kaki’ yang konsisten dari awal sampai akhir musik.

Musik yang digarap oleh Aldo Ahmad ini, kita akan mendengar bagian kecil suara konsisten yang membangun suasana dengan pelan, bagian konsistensi adalah penyimbolan absurd. Bagian-bagian lainnya akan terdengar berusaha untuk menghancurkan ketidakbermaknaaan itu baik pengaruh modernisasi atau juga budaya. Tapi ada sesuatu yang justru hal ini akan kembali pada bagian yang semulanya ketika hendak memulai.

Kami mengemas pertunjukan ini dengan penyimbolan hidup yang terpola untuk melanjutkan, untuk berjalan, untuk pengulangan. Bagian tubuh yang kami tawarkan di sini adalah gerakan yang mencoba lepas daripada hal yang dilakukan (normal). Sesekali ingin bertindak sesekali terus terpaksa kembali pada bagian awal.

Selain itu, juga ada persembahan monolog dan puisi dari kelompok teater kami.


Penulis: Berri Hanna

Ads