Nieuwenkamp, Seniman yang Menyebut Candi Borobudur Dibangun di Tengah Danau -->
close
Pojok Seni
22 August 2019, 8/22/2019 05:54:00 AM WIB
Terbaru 2019-08-21T22:54:00Z
Artikel

Nieuwenkamp, Seniman yang Menyebut Candi Borobudur Dibangun di Tengah Danau

Advertisement
Candi Borobudur

pojokseni.com - Nama seorang seniman sekaligus pakar arsitektur Hindu Buddha asal Belanda WOJ Nieuwenkamp merupakan seorang seniman yang memiliki banyak karya memukau, tulisan dan sudah berkeliling ke banyak pulau di Indonesia dan dunia. Namun, ada satu hal yang diingat dari seniman yang meninggal di tahun 1950 ini, yakni teorinya bahwa Candi Borobudur dibangun di tengah danau.

Candi Borobudur berada di Dataran Kedu, yang menurut Nieuwenkamp adalah bekas sebuah danau purba yang telah mengering. Posisi candi tersebut tepat berada di tengah-tengah danau, untuk melambangkan teratai yang mengapung di atas air. Hal ini didasari bahwa teratai (segala jenis teratai) ditemukan dalam ikonografi seni Buddha. Kadang digenggam oleh Boddhisatwa, kadang jadi singgasana duduk para dewa/dewi dan lain sebagainya.

Niewenkamp
Teori Niewenkamp menjadi perdebatan para arkeolog, setidaknya hingga abad ke-20. Ketika pakar geologi menemukan bukti-bukti yang justru mendukung teori Niewenkamp, perdebatan masih berlanjut dengan apakah Borobudur dibangun di tepi danau atau malah di tengah danau seperti teori Niewenkamp?

Bukti yang ditemukan arkeolog adalah endapan sendimen lumpur, yang setelah dianalisa di tahun 2000 malah membuktikan adanya danau purba di sekitaran situs Borobudur. Danau tersebut memiliki ketinggian air yang naik turun, bahkan kadang surut sama sekali. Hal itu dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik gunung Merapi (yang berada di dekat Borobudur) dan aliran sungai di sekitar itu. Bahkan, dasar bukit yang berada di dekat Borobudur, berdasarkan penelitian tersebut juga pernah menjadi dasar danau.


Hipotesis Nieuwenkamp dilanjutkan dengan penamaan kampung di sekitaran Borobudur yang berkaitan dengan danau. Ada beberapa nama kampung seperti Bumisegoro, Sabrangrowo, Wanurejo, Segaran dan Tanjungsari. Nama-nama kampung tersebut, ungkap Nieukamp, berhubungan dengan kata "tanjung" dan "segara" yang sangat mungkin apabila berada di tepi danau. Nieuwenkamp juga melihat bentuk Borobudur seperti serupa dengan teratai, lengkap dengan kelopak daun bunga yang digambarkan dengan stupa kecil di bawah, dan putik sari yang digambarkan dengan stupa besar di atas.

Semua tulisan Nieuwenkamp dimuat dalam bukunya berjudul Fiet Borobudur Meer yang berarti Danau Borobudur. Buku tersebut diterbitkan tahun 1931. (ai/pojokseni.com)

Ads