Profil Grup Seni: Kisah Jatuh Bangun Teater Senyawa Curup -->
close
Pojok Seni
27 April 2018, 4/27/2018 02:21:00 AM WIB
Terbaru 2020-08-05T05:21:13Z
Profil

Profil Grup Seni: Kisah Jatuh Bangun Teater Senyawa Curup

Advertisement
Sanggar Teater Senyawa Curup

Oleh : Adhyra Irianto, Teater Senyawa Curup


Logo Sanggar Teater Senyawa Curup

Bagian I


Tahun 2012, saya berkunjung ke Dinas Sosial (Dinsos) Rejang Lebong dan mengajukan penawaran untuk membuat sebuah sanggar teater yang nantinya dapat menampung anak-anak jalanan, pengamen hingga anak punk untuk berlatih teater. Gayung bersambut, pihak Dinsos Rejang Lebong melalui Kabid Sosial, Pak Mizan menerima ide saya dan akhirnya saya diberikan sebuah gedung yang terletak di kawasan Batugaling, Kecamatan Curup Tengah, Kabupaten Rejanglebong. Sebelumnya, saya termasuk dalam anggota Komunitas Tiang Bambu (KTB), karena rencana pendirian sanggar ini, saya memilih mundur.

Saya mengumpulkan rekan-rekan untuk membangun grup ini, seperti Ferdiansyah "Pepeng", adik saya Ikhsan Satria Irianto, istri saya Diah Irawati (waktu itu masih tunangan saya), dan rekan-rekan lainnya, alumni dari Teater Petass SMAN 1 Curup. Nama "Senyawa" kami pilih untuk menyatukan "nyawa-nyawa" yang ingin hidup 1.000 tahun di dalam setiap karya yang kami buat, menjadi "satu nyawa". Saat itu, saya bertemu beberapa anak jalanan dan pengamen di kawasan Curup, salah satunya Mas Ferry, seorang pengamen asal Jawa Tengah yang "terdampar" di Curup. Bersama rekan-rekan di markas "pinjaman" itu, ada banyak karya yang saya lahirkan, mulai dari Musikalisasi Puisi "Ephemeral", naskah monolog "Lagu Pak Tua", Novel "Pencuri Hati" dan lain-lain. Juga hadir Antologi Puisi Senyawa Indonesia yang berhasil terbit tahun yang sama bersama para penulis muda dari seluruh Indonesia.

Desain awal lambang Senyawa, karya Eri Supriadi. Sayap-sayap retak memiliki filosofis yang sejalan pula dengan perjalanan teater Senyawa. 

Tapi apa daya, satu persatu anak-anak jalanan yang berada di Sanggar Teater Senyawa Curup memilih hengkang. Ada banyak alasan mereka hengkang, sehingga di Senyawa hanya tinggal saya, Ikhsan Satria Irianto, Ferry, Pepeng dan istri saya, Diah Irawati. Situasi tambah sulit bagi Senyawa, ketika Pepeng memiliki banyak kesibukan, Ikhsan ke Padangpanjang, Sumatera Barat untuk kuliah jurusan teater di ISI Padangpanjang, istri saya Diah Irawati melanjutkan pendidikan S2 jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di UNIB dan Ferry berencana untuk menikah dengan seorang wanita di Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Saya sendirian di Senyawa, karena satu persatu hengkang. Akhirnya awal tahun 2015, teater yang saya bentuk ini nyaris saja bubar. Gedung milik Dinsos dikembalikan, karena seorang anak jalanan yang tinggal di gedung tersebut bersama istrinya (saya lupa nama mereka), terlibat keributan rumah tangga yang menjadikan saya dan Kabid Sosial, pak Mizan terpaksa ikut berurusan dengan kepolisian. Kisah Teater Senyawa bagian I akhirnya selesai.

Bagian II

Anggota Senyawa bersama Seniman senior Bengkulu, Emong Soewandi

Grup teater Senyawa yang saya dirikan benar-benar kehabisan anggota dan saya mulai mencari-cari anggota baru. Meski menjadi teater independen, bukan di bawah dinas/instansi lagi, namun saya tidak patah semangat untuk memulai lagi. Saya kembali bertemu dengan Pepeng, ketika ia meminta saya membantu melatih tim pemuda yang mewakili Rejanglebong untuk menampilkan  sebuah pertunjukan drama tradisional. Saat itu saya bertemu pula dengan Ides, Ridwan "Wawang", Leoni, Reni, dan sejumlah nama yang memilih untuk ikut bergabung dengan grup teater bentukan saya.

Hasil pembicaraan pertama, kami berniat untuk mementaskan sebuah drama yang diadaptasi dari puisi karya WS Rendra, Nyanyian Angsa (Maria Zaitun). Istri saya yang baru saja selesai kuliah "lagi", meminta grup Senyawa untuk tampil di sekolah tempat ia mengajar. Semangat saya bangkit kembali. Sayangnya, permintaan tersebut batal, padahal Senyawa sudah latihan nyaris 3 bulan. Sebagai gantinya, saya menjanjikan pada anggota grup saya agar bisa pentas di GTT Taman Budaya Bengkulu.

Pentas "Ayahku Pulang" oleh Teater Senyawa (foto oleh Rahman Jasin)

Malang sekali lagi, karena tidak memiliki dana dan sumber pendanaan, pentas yang saya janjikan akhirnya batal. Status saya sebagai pengangguran saat ini, karena baru saja mengundurkan diri dari salah satu media harian lokal di Rejanglebong menjadikan saya tidak punya cukup uang untuk modal pentas. Sedangkan anggota lain masih berstatus mahasiswa, atau ada yang baru saja tamat kuliah dan belum punya pekerjaan tetap. Saya memilih mencari pekerjaan baru, dan awal 2015 saya diterima bekerja di salah satu media online lokal di Bengkulu yang menjadikan saya harus hijrah ke Bengkulu.

Ketika saya hijrah ke Bengkulu, satu per satu anggota Senyawa menghilang kembali. Kisah Teater Senyawa bagian II akhirnya kembali selesai. Saya merasa karena gagal dua kali, kisah Teater Senyawa Curup yang saya cita-citakan sudah tutup buku.

Bagian III

Spanduk pentas Ayahku Pulang oleh Teater Senyawa (di Curup dan Bengkulu)

Akhir tahun 2015, saya kembali ke Curup setelah meminta untuk ditempatkan di kota kelahiran saya. Kemudian, saya menikahi istri saya yang sudah berstatus "ibu Dosen", Diah Irawati. Akhir tahun 2016, saya memutuskan untuk  mengundurkan diri dari tempat saya bekerja sebelumnya. Dengan status "Pengacara" alias pengangguran banyak acara, saya mengumpulkan kembali anggota-anggota Senyawa yang tersisa. Mencoba membangun ulang, meski saya sedikit sangsi. Yah, para anggota sudah kehilangan kepercayaan diri, begitu pikiran saya.

Saya kembali bertemu dengan Pepeng dan merencanakan sebuah pementasan. Lewat jaringan yang dimiliki Pepeng, Teater Senyawa Curup akhirnya dapat panggung. Kami dipercaya menjadi bintang tamu ketika jurusan Bahasa Inggris di IAIN Curup sedang melakukan pengambilan nilai drama. Karena hanya berdua, tentunya saya kebingungan untuk melakukan pementasan. Lalu, berkat istri saya, saya kembali menjadi instruktur ekstrakurikuler Teater Petass SMAN 1 Curup. Nah, para anggota Teater Petass inilah yang saya kerahkan untuk "kelahiran" Teater Senyawa yang baru. Saya membawakan naskah saya sendiri "Pelukis dan Wanita" dengan merekrut satu orang anggota terbaik dari Teater Petass untuk menjadi "wanita"-nya.

Pentas "Barabah" oleh Teater Senyawa di Curup

Pentas pertama Senyawa "reborn" mendapatkan apresiasi. Akhirnya, Teater Senyawa diminta untuk kembali pentas di IAIN Curup dalam rangka launching UKM Kesenian di almamater saya tersebut.

-Oh, saya lupa cerita bahwa saya adalah alumnus IAIN Curup (saat masih bernama STAIN Curup) jurusan Bahasa Inggris. Baru tamat akhir tahun 2013 loh. Kuliah saya lama sekali, total 14 semester.-

Pentas dengan naskah "Rambut dan Kecoa" karya istri saya membuat Teater Senyawa mendapatkan beberapa anggota baru : Deni Kurniawan, Hengki Irmawan, Hilwa Wardatul Jannah, serta kembalinya beberapa anggota lama seperti Reni, Ridwan "Wawang" dan Wulan "Ulek".

Belum cukup sampai di situ, Tuhan masih berbaik hati pada Senyawa. Kami dapat panggung lagi, kali ini di gelaran festival teater tingkat SMA se-Provinsi Bengkulu, Petassan 2017. Di kesempatan itu, saya memilih naskah "Barabah" karya Motingo Busye untuk dipentaskan. Saat itu, Senyawa mendapatkan anggota baru lagi, Siti Amini dan Dedi Saputra.

Sampai di sini, kisah Teater Senyawa yang sudah dua kali tutup buku sepertinya mulai berubah alur. Saya mulai percaya diri untuk kembali membangun grup teater yang sempat dua kali mati ini. Masuk ke bagian selanjutnya, ketika si bayi "Senyawa" mulai bisa merangkak.

Bagian IV

Para pemain dan kru pementasan Barabah

Bisa dibilang, kelahiran anak saya, Airlangga Mahesvara Irianto ikut memberi semangat baru pada saya. Calon anggota Teater Senyawa di masa depan ini, bersama Riyang Keme (anaknya Pepeng), memberi suntikan semangat pada saya, istri saya dan Pepeng, untuk membangun grup teater ini dengan lebih terencana. Uang kas yang dimiliki Teater Senyawa dari tiga pementasan sebelumnya menjadi modal yang cukup untuk membuat sebuah pentas mandiri di GTT Taman Budaya Bengkulu. Tanpa halangan berarti, awak Senyawa mempersiapkan pementasan lagi bertajuk "Ayahku Pulang" karya Usmar Ismail. Rencananya, pentas tersebut akan digelar dua kali, selain di Bengkulu juga akan digelar di Curup.

Desember 2017, pentas tersebut akhirnya kami gelar setelah persiapan, latihan dan sebagainya selama 3 bulan. Pentas yang menjadi perkenalan Teater Senyawa "reborn" ini mendapat sambutan yang hangat. Kemudian, seperti tanpa lelah, pentas tersebut dipentaskan lagi di Curup pada Januari 2018, meski ada pergantian peran karena seorang pemeran, Hilwa, yang memerankan Mintarsih tidak bisa ikut terlibat di pentas di Curup.

Persiapan pentas Trotoar
Setelah dua kali pentas, Senyawa seperti tidak kehabisan nafas. Apalagi, ketika akhir Januari 2018, grup teater ini membuat akta notaris pendirian grup, serta mulai mengurus legalitas grup lainnya. Jadilah Sanggar Teater Senyawa Curup sebagai salah satu grup teater yang legal di Provinsi Bengkulu. Aktifitas pertama setelah legal adalah menggelar #pentastrotoar yang digelar di Taman Kota, Lapangan Setia Negara, Curup. Saat menggelar #pentastrotoar1, Senyawa menggaet seorang pantomimer senior Curup, Iman Kurniawan serta bekerjasama dengan kelompok Muda Berkarya Curup. Setelah itu, Senyawa mendapatkan anggota baru lagi, Yoka, Ican dan Zelfia.

Salah seorang Anggota Teater Senyawa, Deni Kurniawan saat pentas di Pegelaran Seni Budaya dalam rangka sosialisasi Pemilu serentak 2019 (foto oleh Rahman Jasin)
Kemudian, Senyawa mendapat kepercayaan dari KPU Rejanglebong untuk menggelar Pegelaran Seni Budaya dalam rangka Sosialisasi Pemilu Serentak 2019. Meski masih memiliki banyak kekurangan, karena ini adalah pengalaman pertama Senyawa sebagai Event Organizer, namun kegiatan yang digelar pada bulan April 2018 ini memberi suntikan semangat pada Senyawa untuk terus berjuang.

Kemudian, beberapa anggota Senyawa memilih mundur, yah sekitar 3 orang sudah tidak tercatat lagi sebagai anggota grup yang masih "berudu" ini. Namun, semangat tidak pernah padam. Meski Teater Senyawa bukan hidup di daerah yang "subur" untuk teater, namun cinta dan passion para anggota pada seni teater akan membuat Senyawa tak akan terbendung. Bila Anda sempat berkunjung ke Curup, atau mungkin malah warga Curup, silahkan berkunjung setiap awal bulan hari minggu pagi ke Lapangan Setia Negara Curup untuk menyaksikan anak-anak Senyawa beraksi di #pentastrotoar.

Saya (Adhyra Irianto) tampil Mono-play di Pentas trotoar #1


Bagaimana bagian selanjutnya dari kisah grup teater ini? Tunggu kelanjutannya yah. Dan jangan lupa untuk menyaksikan pentas Senyawa selanjutnya.

Ingin menghubungi Teater Senyawa Curup, bisa melalui :

Sekretariat : Perumahan Villa Prambanan I, No. 49, Kelurahan Dusuncurup, Kecamatan Curup Utara, Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu (kediaman Adhyra Irianto)
HP/WA : 0852-6802-7408 (Adhyra Irianto)/0858-0969-2343 (Pepeng)
Email : adhyra.irianto@gmail.com
FB : Sanggar Teater Senyawa
IG : @sanggarteatersenyawa


Punya grup teater yang ingin profilnya dimuat di PojokSeni? Kirimkan foto serta tulisan profil grup Anda ke redaksipojokseni@gmail.com. Keterangan lebih lanjut, baca di pranala ini : Kanal Baru : Profil Komunitas Seni Nusantara 

Ads