Lintas Komunitas Seni Bengkulu Pentaskan “Keprihatinan” -->
close
Pojok Seni
01 November 2017, 11/01/2017 03:34:00 PM WIB
Terbaru 2017-11-01T08:34:55Z
Artikelteater

Lintas Komunitas Seni Bengkulu Pentaskan “Keprihatinan”

Advertisement


Dunia seni tidak akan terkungkung pada ruang dan waktu, apalagi terbelenggu dalam kekuasaan. Sehingga suatu karya seni yang kemudian dipentaskan menjadi sarana efektif dalam penyampaian pesan, ungkapan kegelisahan, bahkan sebagai motor pencapaian tujuan perjuangan.


Oleh : Zuan Zhulian



pojokseni.com – Lalainya pemerintah provinsi Bengkulu dalam memahami pentingnya kesenian sebagai  penunjang daerah pariwisata yang menyebabkan rendahnya apresiasi, tidak menyebabkan para seniman Bengkulu berhenti berkarya. Kemarin (28/10), dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda, para seniman yang tergabung dalam Lintas Komunitas Seni Bengkulu menggelar pementasan teater monolog.

Pementasan yang mengangkat naskah berjudul “Senok Biji Durian” karya Zhuan Zhulian ini difasilitasi tempat justru oleh pihak swasta, Caffee Kona Kito Bengkulu.

“Karya ini dipentaskan berangkat dari keprihatinan atas berbagai kondisi daerah Kita (Bengkulu, -red). Pemerintah (Bengkulu) terkesan tidak peduli mengangkat potensi-potensi lokal yang dimiliki,” ujar Iswandi Limin alias Swend, Aktor tunggal dalam pementasan tersebut.

Swend mencontohkan gelaran festival tabot yang belum lama ini digelar. Pemerintah selaku penyelenggara festival tabot tidak memberi ruang bagi pelaku usaha khas lokal. Seperti makanan atau jajanan khas Bengkulu tidak terlihat ada dalam kegiatan rutin tahunan yang katanya menjadi kebanggan daerah. Mirisnya lagi, lanjut Swend, justru makanan dan jajanan khas dari luar daerah begitu mendominasi.

“Penjual dodol yang merupakan makanan khas dari luar Bengkulu begitu mudah ditemukan dalam acara festival Tabot. Tapi kita tidak menemukan adanya penjual gelamai yang menjadi makanan khas Bengkulu,” ungkap Swend.

Besarnya biaya sewa stand yang mencapai Rp. 7.000.000 menurut Swend menjadi salah satu alasan pembuat dan penjual gelamai enggan berpartisipasi dalam festival tabot. Mahalnya biaya sewa tidak akan sebanding dengan hasil penjualan gelamai. Pemerintah sepatutnya memberikan stand murah bahkan gratis bagi pembuat gelamai serta penggiat khas lokal untuk berjualan. Hal itu secara tidak langsung juga akan mempopulerkan nama Bengkulu yang ternyata kaya akan produk lokal.

Pementasan yang melibatkan seniman Bengkulu dari berbagai divisi ini mampu memukau para pengunjung di Caffe Kona Kito. Selain dua nama di atas, M. Afif sebagai penata artistik, M. Apriady, Sesario, Alex Cacing, Danil, MF. Nofriandi, Remi Ramadhan, Rena, Yurika, Ahmad Sarjoni dan Dika Putra adalah nama-nama yang terlibat dalam pementasan berdurasi kurang lebih 45 menit ini.(ai/rp/pojokseni)

Ads