Kisah Seorang Perdana Menteri yang Melompat -->
close
Pojok Seni
16 August 2016, 8/16/2016 09:21:00 PM WIB
Terbaru 2016-08-16T14:21:10Z
BeritaMateri Teater

Kisah Seorang Perdana Menteri yang Melompat

Advertisement
Naskah "Suratan Takdir" terjemahan dari Zadig ou La Destinée karya Voltaire (pojokseni.com)

pojokseni.com - Anda musti tahu naskah drama berjudul Zadig ou La Destinée yang dikarang Voltaire tahun 1947. Pada tahun 1989, karya tersebut diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dengan judul "Suratan Takdir" yang sudah dipentaskan puluhan bahkan ratusan kali.

(Tentang Voltaire, baca juga Voltaire dan Naskah Drama yang Menghina Nabi Muhammad)

Naskah Suratan Takdir bercerita tentang Zadig, seorang perdana menteri yang memilih melompat, karena menghindari konflik antar sekte yang berlawanan. Bagaimana bisa, melompat dapat menghindari konflik?

Voltaire mengambil setting di Babylonia ribuan tahun yang lalu. Selama lebih dari 15 abad, ada dua sekte yang begitu fanatik dan berselisih satu dan lainnya. Bahkan, akibat perselisihan dari dua sekte kepercayaan tersebut, kerajaan itu terbagi menjadi dua, sesuai sekte tersebut.

Sekte ini sama-sama beribadah ke Kuil Mithra, dengan Tuhan yang sama. Perbedaan dari dua sekte ini adalah, salah satu sekte beranggapan bahwa untuk masuk ke Kuil tersebut harus melangkah dengan kaki kiri terlebih dahulu. Sedangkan sekte yang lain melangkah dengan kaki kanan.

Hanya itu masalah dan perbedaannya. Perselisihan keduanya semakin memburuk selama ratusan tahun. Kedua sekte tersebut terus berkeras mereka yang paling benar. Sekte tersebut juga 'mengkafirkan' sekte yang berbeda pandangan.

Suatu hari, Zadig menuju Kuil Mithra. Ia seorang perdana menteri, jabatan tertinggi dibawah Raja. Maka ketika ia hendak melangkah masuk, seluruh kerajaan mendadak cemas dan penasaran. Dengan kaki apa Zadig melangkah masuk ke Kuil Mithra.

Seluruh kota berdebat. Semuanya tidak sabar menunggu sang Perdana Menteri masuk kedalam kuil. Apa yang dilakukan sang Perdana Menteri?

Ia melompat masuk ke dalam kuil. Meski cara tersebut tidak biasa, tapi tidak ada sekte yang dirugikan pun diuntungkan dengan cara tersebut. Lalu, sang Perdana Menteri memberi pidato dengan fasih.

"Tuhan sebagai penguasa langit dan bumi tidak pilih kasih. Ia tidak memberikan penilaian lebih tinggi pada sekte kaki kiri, pun juga pada sekte kaki kanan."

Kisah itu menguatkan bahwa Voltaire begitu membenci fanatisme yang memicu malapetaka. Ia saat itu berhadapan dengan Katolik yang mayoritas, sehingga gereja Katolik yang begitu fanatik bertindak semena-mena.

Uniknya, kisah tersebut begitu relevan dengan keadaan zaman sekarang. Fanatisme buta selalu memicu perseteruan antar Agama, Suku dan Ras. Ujungnya, selalu perang saudara. (ai/pojokseni.com)

Ads