Etnoensemble: Nafas Panjang Musik dan Persahabatan dari Kampus Seni -->
close
Pojok Seni
02 November 2025, 11/02/2025 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2025-11-02T01:00:00Z
ArtikelUlasan

Etnoensemble: Nafas Panjang Musik dan Persahabatan dari Kampus Seni

Advertisement
Pertunjukan oleh Etnoensemble, Nafas panjang music dan persahabatan, (foto: Ucil)

Penulis: Muchlis Rohmawan*


Panggung Teater Besar ISI Surakarta malam itu memantulkan cahaya lembut, seolah ikut bergetar oleh pukulan perkusi, petikan gitar, dan tiupan trompet yang berpadu harmonis. Di balik sorot lampu, wajah-wajah para musisi Etnoensemble memancarkan semangat yang menyala.


Etnoensemble bukan sekadar kelompok musik. Ia lahir dari kebersamaan para mahasiswa Etnomusikologi ISI Surakarta angkatan 1999, 2000, dan 2001. Kelompok ini terbentuk secara spontan pada tahun 2001, ketika maestro I Wayan Sadra meminta mereka tampil membuka sebuah acara olahraga di Surakarta. Dari panggilan sederhana itu, lahirlah sebuah kolektif musik yang hingga kini masih bertahan, meski waktu terus berjalan dan para anggotanya telah menempuh jalan masing-masing.


Dalam penampilan bertajuk All Etno #22 : MUSIC and SOCIAL WELFARE   yang di selenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Etnomusikologi (HIMANOISKA) Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) Institut Seni Indonesia Surakarta , di Teater Besar, Kamis malam (30/10). Etnoensemble kembali menunjukkan kekuatan musikal lintas budaya. Tema ini menegaskan komitmen mereka terhadap nilai sosial dalam musik, bahwa harmoni bukan hanya tercipta di panggung, tetapi juga dalam kehidupan bersama. Perkusi, gitar, hingga alat tiup berpadu menciptakan komposisi yang mengalir penuh energi. Musik mereka tak hanya soal harmoni nada, tetapi juga tentang kenangan, perjalanan, dan persaudaraan.


Kini sebagian anggota telah menjadi dosen, komponis, hingga seniman. Namun, saat mereka kembali berdiri di panggung yang sama, semangat yang dulu pernah mereka tanam seolah hidup Kembali, gairah untuk berkarya tanpa batas seperti masa mahasiswa.


Malam itu, gemuruh musik menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini. Etnoensemble membuktikan bahwa waktu mungkin membuat tubuh menua, tetapi tidak dengan semangat. Di tangan mereka, musik menjadi cara untuk terus hidup, terus bergetar, dan terus memberi cahaya bagi siapa pun yang mendengarnya.


Pertunjukan oleh Etnoensemble, Nafas panjang music dan persahabatan, (foto: Ucil)


Rektor ISI Surakarta, Dr. Bondet Wrahatnala, S.Sos., M.Sn., turut menyaksikan langsung penampilan tersebut. Ia mengungkapkan kekagumannya atas kekuatan kebersamaan para musisi yang tetap solid meski telah berjalan puluhan tahun.


“Saya mengikuti perjalanan mereka sejak awal, dari proses pembentukan hingga proyek-proyek pentas yang dijalani. Saya melihat kekuatan mereka ada pada kebersamaan itu. Mereka bukan hanya tampil di panggung, tapi membentuk kelompok layaknya keluarga. Buktinya, 24 tahun mereka masih eksis meski sempat vakum karena kesibukan. Kini mereka datang lagi membawa semangat yang sama. Rasanya luar biasa, seperti masa lalu yang hidup Kembali, benar amazing!,” ujar Bondet usai pertunjukan All Etno #22: pada 30 Oktober 2025’’.


Dalam pergelaran tersebut, dua repertoar utama berjudul “Embun Pagi” dan “Jaman Mekak” menghadirkan pengalaman estetis yang kaya dan emosional. Gemuruh perkusi berpadu dengan koreografi yang selaras, menghadirkan visual panggung yang dinamis dan harmonis. Setiap gerak tubuh musisi berpadu ritmis dengan bunyi, menciptakan pertunjukan yang bukan hanya didengar, tetapi juga dirasakan secara visual dan spiritual.


Menonton Etnoensemble malam itu terasa seperti memasuki ruang batin yang penuh energi dan getaran spiritual. Setiap dentuman, setiap gerak, seakan mengisi ruang kesadaran penonton. Dan ketika musik berhenti, yang tersisa adalah rasa haru, lega. sebuah kesadaran bahwa musik bukan sekadar bunyi, melainkan napas panjang persahabatan yang tak lekang oleh waktu.


* Muchlis Rohmawan (atau lebih akrab disapa dengan nama Ucil Rohmawan) adalah mahasiswa Teater Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Ads