Advertisement
Membangun negeri yang jumlah penduduknya 200 jutaan
tentu memerlukan kekuatan besar seorang pemimpin dalam mengelola manajemen
berbangsa dan bernegara. Sebuah kerja raksasa yang multi kompleks. Dibutuhkan
bukan hanya pandai secara intelektual namun juga yang jauh lebih dibutuhkan
adalah kemampuan dalam melihat dan mendengar lika-liku pergerakkan bangsa dan
kemudian mengolah melalui hati untuk menyusun aturan permainan berbangsa dan
bernegara yang benar dan pener (tepat).
Begitulah rangkuman dari endapan mata dan telinga yang
menggembung di hatiku sejak merasa dewasa dalam arti mampu berpikir dari otak
dan hati. Keseimbangan keduanya masih memerlukan pengujian terus menerus ketika
menjalani perjalanan hidup hingga kini mencapai usia yang termasuk golongan
lansia yakni 78 tahun. Kegelisahan yang sudah menahun inilah akhirnya
dituangkan dalam karya skrip teater karena itulah ruang yang aku miliki dan
yakini dapat menampung kegelisahan menahun dan lebih meluas bisa didengar dan
dilihat ketika skrip di panggungkan.
Ketika skrip selesai dalam satu hari dan kemudian
diendapkan dan dibaca kembali yang timbul gagasan baru yang sebenarnya masih
ada di penyimpanan ruang bawah sadar. Dengan cekatan perubahan-perubahan pun
dilakukan. Aku tidak takut membuang dan mengganti karena daya kreatifitas
seniman memang salah satunya adalah mau dan mampu menerima tumbuhnya gerak
perubahan. Bahkan jika pun terjadi revisi hingga lebih dari dua kali tetap saja
tidak perlu dirisaukan. Seniman memiliki ruang hidup yang selalu berada dalam
gerak inovatif yang memompa adrenali kreatifitas. Justru semakin bertambah
berumur akan semakin kuat dan semangat bahkan merasakan keberuntungan untuk
selalu berada dalam konser perubahan.
Karena karya teater adalah memproduksi cerita maka aku
segera menentukan untuk sementara selesai dan baru memberi judul yakni kupilih
“Mencari Guru Bangsa”. Casting pemain tentu sangat teliti karena kali ini
sebuah karya yang diharapkan bisa tampil beda memerlukan pemain yang tanggap
terhadap suasana nyata hidup sehari-hari dibidang sosial-politik-budaya hingga
ekonomi. Bagi yang alergi memperhatikan hal-hal tersebut akan mendapat kesulitan
ketika harus mengexpresikan kalimat-kalimat melalui dialog peran yang membawa
isi tersirat yang mengandung suasana yang sedang berperistiwa dalam hidup
sehari-hari. Memang benar banyak masyarakat seperti tidak peduli karena
tertutup oleh kegiatan yang entah dari mana datangnya namun justru menguasai
daya gerak otak dan hati masyarakat. Penguasa itu ada namun sukar dilihat
secara kasat mata. Ia menyelinap di relung otak dan hati secara masif dan terus
menerus sehingga yang dihinggapi tidak terasa.
Tiga tahun aku berkeinginan hari peringatan
kelahiranku mendapat ruang dan waktu memproduksi karya teater dan dipanggungkan
untuk umum. Gayung bersambut dan tahun ini Bentara Budaya Jakarta bersedia
kerjasama dengan memberikan ruang pertunjukkan sebagai bantuan resmi. Saya
sangat gembira tentu saja atas sambutan yang merupakan sebuah kemewahan pesta
hari peringatan kelahiran. Pertemuan dengan ibu Glory, Direktur Corporate
Communication Kompas Gramedia , Bp.Ilham Khoiri General manager Bentara Budaya,
Ika W.Burhan Manager Bentara Budaya dapat berlangsung di Menara Kompas dalam
suasana kekeluargaan yang sangat akrab. Bersama dalam kebersamaan untuk
mendapatkan dana bagi pertunjukkan yang memang non profit ini.
Apa dan kenapa memanggungkan “Mencari Guru Bangsa” dalam
sebuah peringatan hari kelahiranku 78 tahun lalu? Menurutku ada persoalan yang
belum selesai tentang pembangunan karakter bangsa yang majemuk. Bangsa yang
terdiri dari keberagaman etnis, suku, agama, adat dan adab yang telah mengawali
kemerdekaan dengan satu tekat semangat Bhineka tunggal ika. Dibutuhkan
kesadaran bersama untuk melihat kembali hari kemarin dan esok serta hari ini
agar tercapai kesimpulan tentang riak gelombang pasang surut perjalanan bangsa
sejak kemerdekaan 1945. Dalam hal ini
gerak pendidikan masih lamban jalannya untuk tidak mengatakan stagnan.
Kita memiliki catatan
sejarah ketokohan bidang pendidikan masa silam yang hingga kini menjadi
tonggak awal sejarah pendidikan di masing-masing negara yakni Jerman yang
tercatat yakni Friedrich Frobel (1782-1852) yang dikenal sebagai pendiri taman
kanak-kanak di mana basisnya adalah permainan.
Di Italia yakni Montessori
(1870-1952) dengan metode kebebasan anak dalam belajar yang akhirnya diterapkan
di seluruh dunia. Di India Rabindranath
Tagore (1861-1941) dengan metodenya yang berbasis pada alam melalui potensi
baik secara intelektual, emosional dan spiritual. Indonesia tak ketinggalan yakni Ki Hajar
Dewantara (1889-1959) yang tentu kita sudah mengetahui ajaran utamanya yakni
ing ngarso sung tulodo (didepan memberi tauladan) , ing madyo mangun karso (di
tengah memberi semangat), Tut Wuri Handayani (dibelakang memberi dorongan)
Mereka berempat memiliki perhatian sepanjang hidupnya
pada dunia pendidikan. Hebatnya tidak saling kenal namun metodenya tak seberapa
beda. Bahwa pendidikan dimulai sejak masih balita. Dan yang sangat menggugah
kekagumanku bahwa seni menjadi sebuah ruang yang kuat bagi menumbuhkan
kebebasan dalam belajar. Seni bukan hanya persoalan rasa namun juga gerak
tubuh. Jadi ketika mereka bertemu pada sebuah konperensi internasional tentu
saja mengejutkan bagi mereka walaupun sebelum bertemu sudah menjadi bahan
diskusi dunia pendidikan dimanapun. Montessori dan Tagore lah yang sangat
tertarik dengan Ki Hajar Dewantara hingga mereka pergi ke Yogya menemui dan
mempelajari bagaimana Ki Hajar mempratekkan metodenya. Pada tahun itu untuk
sampai Indonesia masih harus naik kapal dan berbulan-bulan. Itulah salah satu
ciri pengabdi ilmu untuk meningkatkan keilmuannya.
Jika para tokoh pendidikan dunia memiliki keyakinan
bahwa kegiatan berkesenian menjadi salah satu kekuatan bagi penciptaan karakter
anak yang lengkap maka anak akan membesar dengan cepat dan memiliki kecerdasan
yang lengkap yakni intelektual, emosional dan spiritual. Kegiatan seni bukan
untuk tingkat awal namun menurut ki Hajar harus dilakukan terus menerus
sepanjang jenjang bangku sekolah hingga selesai kuliah. Ketika terjun ke tengah
masyarakat sudah memiliki bekal hidup yang mumpuni yakni membangun hidup
bersama dalam kebersamaan walau dalam keberagaman. Penciptaan teknologi semakin
canggih akan diketemukan hingga bermacam senjata namun karena adanya gerak
halus jiwa melalui seni maka nafsu kekerasan akan dapat terhindarkan.
Alhasil jika pendidikan hasil gagasan atau metode
cemerlang dari ke empat kampiun pendidikan tersebut terus berjalan dan pasti
ada perkembangannya yang semakin cemerlang maka walau tidak banyak lahirlah apa
yang disebut guru bangsa. Seseorang yang memiliki kemampuan berada di belakang
layar kehidupan untuk menjadi tempat mengadu, bertanya, mencari solusi dan
seterusnya. Seseorang yang hanya berpihak pada kebenaran dan kejujuran sehingga
selalu berada di dataran netral. Semua kita setuju bahwa guru bangsa sangat
diperlukan walau semua juga paham betapa sulit mencarinya. Inilah yang menjadi
semacam sinopsis dari karya terbaruku yang akan digelar Teater Keliling pada
tanggal 9 Agustus 2025 pukul 15.00 dan 19.00 WIB di Bentara Budaya Jakarta
(Kompas-Gramedia), Jl.Palmerah selatan. Sebuah pertunjukkan spesial yang
memiliki keinginan untuk berbincang yang akrab karena bukan mencari kesalahan
namun solusi bagi masalah pendidikan. Itupun jika memang sama-sama merasakan
perlunya guru bangsa. Siapa tahu ternyata “bodo amat” karena tak ketemu
jawabnya.
Kehadiran anda tentu diharapkan karena dengan disebut
sebuah perbincangan maka ada saling memiliki kebutuhan sehingga hadir bukan
sebagai penonton tapi menjadi bagian dari panggung. Duduk lesehan saling dengar
dan lihat kemudian bicara dari hati ke hati. Manusia diciptakan untuk melangkah
dan melangkah yang sering tidak pernah tahu apa akhirnya. Maka dialog mencari
guru bangsapun bisa terus berdesis, berdengung menjadi semacam asupan yang
terus akan dikunyah ketika meninggalkan ruang pertemuan dengan harapan menemukan jawabnya. Sebuah panggung seni teater kali ini bukan
sebuah diskusi yang oleh moderatornya akan disampaikan kesimpulannya.
Sampai jumpa di Bentara Budaya Jakarta 9 Agustus 2025.
Terima kasih dan tabik hangat.
Horas!!!!
Duren Seribu Depok 4 Juli 2025..
Rudolf Puspa
pusparudolf29@gmail.com
@ rumah.wowi.