Advertisement
![]() |
Pertunjukan teater di Jepara oleh Teater Lentera |
Oleh: Adhyra Irianto
Pada hakikatnya, naskah drama memang tidak boleh "dimodifikasi". Seorang yang ingin membawakan sebuah naskah drama, maka ia harus membawakan sebagaimana adanya naskah tersebut. Tapi...
Yah, ada "tapi"nya. Modifikasi terhadap naskah drama tentu saja diperbolehkan dengan syarat; diizinkan oleh penulisnya.
Penulis naskah drama, memiliki visi tertentu yang harus diangkat di pertunjukan. Modifikasi tertentu, bisa saja mengaburkan visi tersebut. Ada nilai budaya, sejarah, sosial, dan lain-lain di dalam suatu naskah drama.
Mari melihat dari sisi lain. Pandangan klasik terhadap naskah drama adalah, naskah drama berada dalam dua dimensi; dimensi bacaan dan dimensi pentas. Konsekuensinya, kita akan menemukan dua jenis naskah; naskah yang menawan secara literer, indah secara kebahasaan, namun tidak efektif secara performatif.
Atau sebaliknya, bisa juga teksnya terlalu datar dan lugas bila dibaca tekstual, tapi sangat hidup ketika dipentaskan.
Naskah-naskah filosofis, seperti yang ditulis Beckett, Ionesco, Genet, dan sebagainya, menjadi sebuah naskah yang sangat "tidak menarik" ketika dipentaskan. Begitu juga naskah-naskah eksperimental, apalagi teks monolog. Naskah realis ringan tidak menarik ketika dibaca, tapi menarik ketika dipentaskan.
Bagaimana mengakalinya? Untuk naskah yang filosofis misalnya, dibutuhkan pendekatan visual yang kreatif. Sedangkan untuk naskah eksperimental, harus dijembatani lewat desain panggung. Itu berarti, yah, seorang sutradara sedang "memodifikasi" naskah drama dengan tambahan tertentu, di luar nebentext yang disebut di dalam naskah drama.
Seperti Apa Naskah yang Kurang Baik untuk Pertunjukan
Kesimpulan yang paling ekstrim adalah, teks tertentu memang kurang baik atau kurang efektif bagi pertunjukan. Bagaimana cara mengenalinya?
Lihat konflik di naskah tersebut, bagaimana "ia" muncul? Ada yang muncul tanpa konsekuensi, ada juga yang muncul "jumping" tanpa eskalasi perlahan.
Menuju konflik memerlukan eskalasi perlahan, maka itu berarti penulis mesti terus menambah ketegangan secara perlahan. Bagaimana ketegangan dibangun di naskah tersebut? Atau malah stagnan dari awal naskah sampai akhir.
Masalah lain yang sering ditemukan di naskah drama, terutama yang ditulis oleh pemula adalah, adegan berdiri sendiri. Padahal, adegan dengan adegan lainnya harus menjadi satu kesatuan emosional.
Banyaknya dialog dalam naskah terkadang tidak memberikan dampak apa-apa. Penonton hanya disuguhi dialog yang "akrobat kata-kata" alih-alih membangun ketegangan setiap adegan.
Atau, ini yang paling sering ditemukan, ketegangan terus bertambah namun di satu titik, tiba-tiba turun, padahal tinggal sedikit lagi menuju klimaks. Hasilnya, untuk menuju klimaks, lagi-lagi ada "jumping".
Bila menemukan naskah seperti itu, entah itu naskah wajib lomba, atau mungkin memilih suatu naskah karena hal tertentu, apa yang mesti dilakukan seorang sutradara? Yah, tidak ada pilihan lain selain memodifikasi naskah tersebut.
Maka modifikasi menjadi salah satu bentuk kritik terhadap naskah tersebut, juga bentuk perbaikan dan pengembangan naskah yang akan sangat membantu penulis naskah untuk mengembangkan naskahnya menjadi semakin baik.
Saat itu, naskah drama berubah menjadi teks pertunjukan yang akan menjadi blueprint pertunjukannya. Apa yang diperlukan untuk mengubah sebuah naskah yang lemah secara alur, agar bisa lebih baik dalam sebuah pertunjukan?
Pertama, identifikasi "titik balik" yang ada di setiap adegan. Bagian adegan yang tidak mendesak ke arah konflik, mesti dipangkas, dan yang mendorong alur harus tetap dipertahankan.
Kedua, bila seorang sutradara jeli, maka ia bisa memberi nilai kuantitatif pada setiap ketegangan di adegan. Misalnya, ada poin 1 sampai 10, maka bila menujuk titik puncak (10), sebelumnya perlahan terbangun dengan poin yang nilainya 7, 8, dan 9. Pangkas adegan yang poinnya 1, bila dalam proses eskalasi menuju klimaks.
Ketiga, baca penuh naskah dan buat outline cerita. Siapa tahu, ada urutan adegan yang perlu dibalik atau ditukar agar perlu menjadikan setiap adegan akan menjadi mengalir.
Terakhir, akan lebih baik bila Anda menulis naskah sendiri. Setidaknya, dalam satu grup teater, harus ada satu orang yang bertugas sebagai penulis. Naskah harus selalu baru, agar situasi terbaru selalu bisa direspon dalam pertunjukan, dan agar setiap pertunjukan bisa lebih dekat dengan penontonnya.
Pojok Seni dengan Teater Senyawa membuat Kelas Menulis Dramatik untuk penulis pemula bisa belajar membuat naskah drama dari awal; membuat premis, tokoh dan tujuannya, konflik sebagai mesinnya, ketegangan yang dibangun bertahap, adegan dramatis, klimaks yang penuh makna, hingga resolusi.
Semuanya akan dibahas dalam 15 pertemuan yang intensif, dengan biaya Rp300.000 (atau Rp20.000 per pertemuan).
Kontak Instagram Pojok Seni atau Teater Senyawa untuk mengikuti kelas ini (Gelombang 2).