Penjelasan Simpel: Kenapa Kita Harus Membayangkan Sishypus Bahagia? -->
close
Pojok Seni
15 May 2025, 5/15/2025 11:36:00 PM WIB
Terbaru 2025-05-15T16:42:41Z
ArtikelBerita

Penjelasan Simpel: Kenapa Kita Harus Membayangkan Sishypus Bahagia?

Advertisement

Kenapa kita harus membayangkan Sishypus bahagia?
Kenapa kita harus membayangkan Sishypus bahagia?

Oleh: Adhyra Irianto


Bagi yang mengenal nama Albert Camus, pasti mengenal pula esainya berjudul Mitos Sisipus yang ditulisnya pada tahun 1942. Dan, bagi yang sudah atau mungkin mendengar tentang isi buku tersebut, pasti akan teringat kisah Sisyphus yang dihukum mendorong batu ke atas bukit batu. Sampai di atas, batunya menggelinding kembali ke bawah, hingga ia harus mengulang mendorong batu tersebut terus menerus sampai masa yang tak bisa diprediksi.


Siapa Sisyphus?


Sebelum dimulai, mari kita bicarakan sedikit, siapa Sisyphus ini. Sisyphus adalah seorang raja, yang licik, berasal dari daerah Korintus, sebuah kota di Yunani. Cerita Sisyphus ini dikutip Camus dari bukunya Homer yakni buku puisi epik berjudul Illiad. Simpelnya, Sisyphus ini menipu dewa kematian, dengan cara merantainya. Sampai dewa Ares, yang merupakan dewa perang, itu ikut campur untuk menyelesaikan tugas dewa kemarian mencabut nyawa Sisyphus.


Setelah mati, Sisyphus sebelumnya meminta istrinya agar tidak menguburkan tubuhnya. Jadi, ketika ia akhirnya mati, di dunia bawah ia meminta izin untuk menghukum istrinya, karena belum mengubur tubuhnya. Sisyphus kembali ke dunia, masuk lagi dalam tubuhnya, dan hidup kembali sampai akhirnya ia meninggal lagi untuk kedua kalinya.


Merasa kena tipu, dia dihukum oleh Hades di dunia bawah dengan hukuman mendorong batu ke atas bukit batu berulang-ulang. Yah, itu mungkin cara orang Yunani berimajinasi tentang neraka. Bahwa neraka adalah tempat orang-orang disiksa dengan cara melakukan hal yang sia-sia selamanya.


Melihat hukuman yang menimpa Sisyphus, tentu itu sangat membosankan dan menyedihkan. Tapi, Camus justru bilang bahwa kita harus membayangkan bahwa Sisyphus itu berbahagia. Harus, alias wajib. Bukan "kalau bisa", atau "semestinya" dan sebagainya. 


Kenapa Kita Harus Membayangkan Sisyphus Bahagia?


Maka muncul pertanyaan, kenapa kita harus membayangkan bahwa Sisyphus itu bahagia? Kalimat aslinya ada di halaman 111, "one must imagine Sisyphus happy"... Must alias musti.


Pertama, apakah Anda sudah pernah membayangkan apa yang kita lakukan sehari-hari itu adalah mengulang-ulang hal yang sama? Bangun, kerja, ha-hi-hi, pulang, selancaran di sosmed, lalu tidur. Besoknya, kita akan melakukan hal yang sama, berkali-kali, berulang-ulang. Entah sekarang, besok, atau mungkin bertahun-tahun, kita akan mengulang-ulang hal yang sama.


Persis seperti Sisyphus yang mendorong batu ke atas gunung batu. Besoknya, mengulang lagi hal yang sama.


Lantas, kenapa seorang yang dihukum dengan hal yang berulang-ulang itu, harus kita bayangkan berbahagia. Di sisi lain, itu berarti, Camus juga meminta kita berbahagia dengan "hukuman berulang" yang juga kita jalani.


Jawabannya adalah, karena ketika Sisyphus melihat batunya terjatuh tergelinding ke bawah, dan ia harus berjalan turun lagi untuk memulainya lagi, maka saat itu, Sisyphus telah menyadari sepenuhnya apa yang ia alami. Dia membayangkan bahwa semuanya berjalan dengan baik, dan ia hanya salah satu dari orang-orang yang juga memiliki beban yang sama di kehidupan ini. 


Itu artinya, dia telah menemukan kebebasan. Kebebasan ditemukan dengan kesadaran. Saat ia menyadari kondisinya, saat itu ia telah menemukan kebebasannya.


Batu Sisyphus, dan Batu Kita


Pertunjukan teater absurd


Siapa yang dengan bodoh mau melakukan hal yang sama berulang-ulang? Mungkin, Anda akan berpendapat seperti itu. Tapi, ketika Sisyphus bolak-balik melakukan hal yang sama, dengan batu itu sebagai bebannya. Kita juga bolak-balik melakukan hal yang sama, dengan berbagai jenis "batu" lain sebagai bebannya. Entah itu atasan, deadline, klien, persona diri, dan sebagainya.


Itu sama saja. Kita adalah Sisyphus dengan beban yang berbeda-beda. Kata Camus, One always finds one's burden again. Sebut saja, kita punya batu Sisyphus masing-masing.


Kenapa kita sama-sama punya beban seperti itu? Kenapa kita menjalani hidup yang berputar-putar seperti itu? Dan kenapa saya, Anda, dan mungkin banyak orang lain masih belum merasa bahwa hidup se-sia-sia hidupnya Sisyphus? 


Di situlah letak lucunya. Camus bilang, orang-orang yang menyadari bahwa hidupnya hanya mengulang-ulang hal yang sama, menunggu hal yang tak pasti, dan terombang-ambing dalam ketidak pastian dan kesia-siaan, itu adalah orang yang telah menemukan kebebasan.


Sedangkan orang yang masih mencoba mencari makna tentang hidupnya, itu seperti ular yang mencoba menggigit ekornya sendiri. Saat ia kira ia sudah berjalan jauh, sebenarnya ia masih berputar-putar di tempat yang sama. Bayangkan, kondisi ular tadi? Bukankah itu hal yang lucu untuk dipertontonkan?


Sekali Lagi tentang Teater Absurd


Karena itu, teater absurd atau teater yang berbasis pada absurdisme sebagai premisnya, itu akan menghadirkan hal yang konyol, lucu, tidak jelas, dan berputar-putar. Persis seperti ular yang mencoba mengejar dan menggigit ekornya sendiri itu.


Dan sekarang, kenapa kita harus membayangkan bahwa si Sisyphus tadi berbahagia? Karena pilihan berikutnya adalah putus asa. Pilihannya ada tiga; satu berbahagia, dua putus asa, dan tiga menipu diri sendiri dengan harapan palsu seperti kepercayaan dan ideologi tertentu.


Pilihan pertama, yakni berbahagia, itu adalah pemberontakan yang sejati. Kita tahu dan sadar bahwa mendorong batu tersebut akan kita lakukan berulang-ulang, tapi kita tetap lakukan dengan penuh gairah. Itu sama seperti mengejek hukuman tersebut.


Bayangkan, Anda adalah seorang guru yang menemukan murid Anda melakukan kesalahan fatal. Lalu, Anda menyuruhnya untuk push-up ribuan kali. Tapi, murid itu melakukannya sambil tertawa, dan berbahagia. Bayangkan, betapa pemberontaknya siswa itu? 


Sisyphus tidak pernah berharap suatu hari batunya akan sampai di puncak tanpa terjatuh lagi. Tapi, karena proses itu yang menjadikan ia menyadari dirinya, kondisinya, dan akhirnya menerimanya. Dan itulah kebebasan sejati. Proses itulah yang kita butuhkan, untuk menemukan jati diri kita sendiri.


Tujuan itu mungkin tidak ada, dan mungkin semuanya akan sia-sia. Tapi, kita melawannya dengan cara melakukanya dengan penuh bahagia dan dengan cara kita sendiri.


Plot Twist 


Lalu, kalau hidup itu tidak punya makna, lantas apa kita harus menerima bahwa hidup adalah kesia-siaan. Nah, di sini plot twist-nya. Bayangkan, kalau makna hidup Anda itu Anda sendiri yang tentukan.


Saya makan malam setelah masak bersama dengan istri dan anak saya, maka makan malam itu sangat bermakna bagi saya. Hari ulang tahun jadian, dirayakan dengan bahagia, itu juga cara kita mnentukan makna secara subjektif.


Apapun itu, selama kita menjadikannya bermakna bagi diri kita sendiri, kita akan bahagia menjalaninya, bukan?


Ketika rutinitas sehari-hari Anda rasakan sebagai hukuman, Anda akan membencinya, maka Anda akan merasa tersiksa. Tapi, Sisyphus tidak melakukan itu. Dia justru berteriak pada dunia. Hai, saya adalah pendorong batu terbaik di dunia!


Oh, berarti kita harus tetap tersenyum dan bergembira. Tidak seperti itu juga, teman. Kita menyadari absurditas hidup kita, dan menyadari bahwa keberadaan kita dan hidup kita itu tidak penting sama sekali bagi dunia. Kita membuka mata kita selebar-lebarnya, dan menerima semua kondisi itu. Hasilnya adalah? Ini paradoksnya. Hasilnya adalah, Anda menemukan kebebasan Anda.


Jadi, bukan di batu, atau di hukuman, atau di kondisi yang absurd itu masalahnya. Tapi, bagaimana kita memandangnya. Bayangkan, hari ini Sisyphus bangun tidur dengan meregangkan tangan ke atas, lalu berkata, ayo batu... kita mulai lagi. Aku ingin menikmati pemandangan dari atas bukit hari ini. 


Hidup Memang Tak Bermakna, Tapi Bahagialah Karena Hidup


Yah, hidup ini memang absurd dan tidak bermakna. Tapi, aku sangat bahagia karena aku hidup. Aku menjalaninya dengan sangat bahagia, penuh semangat membara, dan akan selalu menjadi orang yang benar-benar menikmati hidup.


Ahirnya, yah memang kondisi saat ini benar-benar mengesalkan, pemangkasan anggaran sehingga banyak kegiatan tidak berjalan. PHK massal di mana-mana, dan semuanya tidak berjalan dengan baik. Ketika bangun pagi di esok hari, yah, katakan saja, sini... aku akan coba ubah diriku menjadi lebih baik, dan menghadapi semuanya dengan penuh gairah.


Jangan pernah kabur, jangan pernah pura-pura kuat. Katakan apa yang harus dikatakan. Teriakkan apa yang harus diteriakkan. Apa yang kita ubah adalah cara kita memandang dunia, dan cara menjalaninya. Batu itu adalah kegagalan berulang, kesialan, harapan yang tak sampai, dan toxic-nya sekelilingmu. Ubah cara pandang kita melihat kegagalan, dan semua kesialan itu. Memberontak ala Sishypus adalah menertawakan batu yang kembali tergelincir jatuh, sambil mempersiapkan tenaga untuk kembali mendorongnya naik ke atas bukit keesokan hari.

Ads