Seniman Salon: Esensi Seni yang Tereduksi -->
close
Pojok Seni
13 March 2024, 3/13/2024 03:00:00 PM WIB
Terbaru 2024-03-13T08:00:00Z
ArtikelBerita

Seniman Salon: Esensi Seni yang Tereduksi

Advertisement
Forum Group Discussion (FGD) oleh Teater Moksa, Pustaka Pandawa, dan Seranganfajart bertajuk "Seniman Salon?"


Oleh: Ahmad Buhaeri Ramdani (Pustaka Pandawa)


Era modern menandai lahirnya emansipasi serta perlawanan terhadap otoritas yang membelenggu kehidupan sosial, terutama melalui medium kesenian. Berbagai kesenian dengan nada kritis muncul sebagai upaya pembebasan masyarakat, hal ini bisa dilihat dalam karya-karya seniman terdahulu seperti Chairil Anwar, Rendra, Hendra Gunawan dan lainnya. Namun, bagaimana dengan meleknya ekosistem kesenian pada fenomena masyarakat hari ini?


Kemunculan teknologi memudahkan manusia di segala sektor pekerjaan, termasuk dalam berkesenian. Karya seni yang semula menyoal kondisi-kondisi sosio-kultural, ekonomi dan politik dari sang seniman. Akan tetapi hari ini, esensi kesenian telah bergeser dengan menjadi sebuah hiburan semata. Bahkan AI (artificial intellegent) telah terbukti mampu membuat sebuah karya seni. Di sini terdapat bias antara seniman dan bukan seniman. Meski AI dapat menciptakan sebuah karya, namun ia tidak dapat dikategorikan sebagai seniman; seniman mestilah berangkat dari persoalan kehidupan dan mensyaratkan pembelajaran tertentu agar mampu merepresentasikan kehidupan. Dengan demikian, sebuah karya seni adalah mimesis atas kenyataan terwujud secara paripurna.




Sementara nalar kritis seorang seniman hari ini kian hari kian menumpul, dalam arti, mereka menutup mata terhadap berbagai krisis politik dan sosial hari ini. Seniman dewasa ini memiliki kecenderungan untuk mendukung dan mempertahankan kekuasaan sebagai opressor. Jika perlu bukti, mari dengar jingle kampanye salah satu paslon Capres dan Cawapres 2024. Kepecahan ini bukan hanya terjadi pada subjek seniman. Lebih daripada itu, kerusakan ini sampai pada ranah definitif yang mendistorsi paradigma kesenian secara filosofis, menjadi sebuah kedangkalan yang hanya bisa dinikmati namun tanpa merujuk pada berbagai persoalan dekaden.


Atas dasar krisis meleknya kesenian pada kondisi masyarakat yang dijabarkan di atas, Teater Moksa, Pustaka Pandawa dan #SeranganFajArt menginisiasikan serial FGD (Forum Grup Discussion) WARTART I sebagai bentuk kekhawatiran terhadap lingkungan kesenian yang kian kehilangan nilai-nilai kemanuisaan. Syahdan, semoga forum ini semakin menumbuhkan kesadaran pelaku seni untuk kembali kepada jalan kesenian yang melestarikan nilai-nilai kehidupan manusia sebagaimana mestinya.


*Tulisan ini merupakan rilis dari forum diskusi WARTART Seri I


Rawamangun,

10 Maret 2024

Ads