Pemindahan Ibu Kota Negara: Gejolak Poros Kesenian Jakarta -->
close
Pojok Seni
15 March 2024, 3/15/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-03-15T01:00:00Z
Artikel

Pemindahan Ibu Kota Negara: Gejolak Poros Kesenian Jakarta

Advertisement
Gedung kesenian Jakarta
Foto: Gedung Kesenian Jakarta


Oleh:  Zackir L Makmur*


Ibu Kota Negara Indonesia pindah. Bukan lagi Jakarta. Maka Jakarta meringis. Di mana pemindahan Ibu Kota Negara Indonesia dari DKI Jakarta ke Nusantara, yang terletak di wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, telah menjadi fokus utama perdebatan dalam pembangunan nasional. Langkah ini tidak hanya menggambarkan pergeseran geografis, tetapi juga mengindikasikan langkah strategis dalam gejolak poros kesenian Jakarta.


Juga bukan hanya merupakan perubahan geografis, melainkan pula sebagai cerminan transformasi signifikan dalam poros kesenian Jakarta di dalam negeri. RUU IKN yang menjadi UU pada 18 Januari 2022, menandai titik awal dari perubahan ini dengan penetapan Nusantara sebagai nama ibu kota baru. Perpindahan yang semakin nyata pada tahun 2024 menimbulkan dampak yang luas, terutama dalam ranah seni dan budaya.


Alasan di balik pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur terkait dengan dominasi Pulau Jawa, terutama DKI Jakarta, sebagai fokus utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Meskipun DKI Jakarta tetap menjadi ibu kota hingga Keputusan Presiden terkait pemindahan ke Indonesia Timur dikeluarkan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023, namun perubahan ini memberikan sinyal tentang pergeseran pusat kesenian Indonesia.


Dampak pemindahan ini secara khusus terasa dalam dunia seni dan budaya Jakarta. Sebagai pusat kegiatan seni dan budaya terkemuka di Indonesia, pada mulanya Jakarta telah menjadi panggung bagi berbagai pertunjukan, pameran seni, dan aktivitas budaya lainnya. Namun, dengan pemindahan ibu kota, Jakarta dihadapkan pada risiko kehilangan posisinya sebagai pusat seni utama.


Dampaknya Terhadap Poros Kesenian 


Sementara itu pada sisi lainnya bahwa pemindahan ibu kota dan dampaknya terhadap poros kesenian, juga merupakan isu yang tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan pula telah dialami oleh beberapa negara di dunia, termasuk Brasil. Pada tahun 1960, Brazil memutuskan untuk memindahkan ibukotanya dari Rio de Janeiro ke Brasília, kota yang direncanakan secara baru. Meskipun pemindahan ini berpotensi mengubah dinamika budaya dan seni di kedua kota, tetapi Rio de Janeiro, yang sebelumnya menjadi pusat kegiatan budaya dan seni, masih mempertahankan reputasinya sebagai pusat kesenian yang penting. Namun, adanya pemindahan tersebut juga dapat dianggap sebagai ancaman bagi poros kesenian Rio de Janeiro karena dapat mengurangi perhatian dan investasi pada infrastruktur seni di kota tersebut.


Demikian pula, ketika Nigeria memindahkan ibu kota dari Lagos ke Abuja pada tahun 1991, hal tersebut juga memberikan ancaman terhadap poros kesenian Lagos. Meskipun Lagos terus menjadi pusat seni yang penting di Afrika Barat, pemindahan ibu kota telah mengubah lanskap budaya dan seni di Nigeria, yang memunculkan ketidakpastian bagi seniman dan budayawan yang telah tumbuh dan berkembang di kota tersebut.


Kazakhstan juga mengalami situasi serupa pada tahun 2019 ketika ibu kota dipindahkan dari Astana ke Nur-Sultan. Meskipun Astana telah tumbuh sebagai pusat kegiatan budaya dan seni, perpindahan ibu kota menciptakan tantangan baru dalam pengembangan seni dan budaya di kedua kota. Ini bisa mengakibatkan penurunan investasi dan perhatian terhadap infrastruktur seni di Astana, mengancam eksistensi dan pertumbuhan komunitas seni lokal.


Selanjutnya, pada tahun 2005, Myanmar juga mengumumkan rencana untuk memindahkan ibu kota dari Yangon ke Naypyidaw. Meskipun Yangon tetap menjadi pusat kegiatan seni dan budaya yang penting, pemindahan ini mengubah dinamika budaya dan seni di kedua kota. Ancaman terhadap poros kesenian Yangon timbul akibat perubahan fokus pemerintah dan masyarakat ke kota baru.


Sedangkan dalam konteks Indonesia, pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur juga menimbulkan ancaman serius terhadap poros kesenian Jakarta. Jakarta telah lama menjadi pusat kegiatan seni dan budaya di Indonesia, dengan berbagai galeri seni, teater, dan ruang seni yang menjadi sarana bagi pertunjukan dan pameran seni. Namun, dengan pemindahan ibu kota, investasi dan perhatian terhadap infrastruktur seni di Jakarta berpotensi mengalami penurunan. 


Hal ini dapat mengurangi sumber daya yang tersedia untuk memelihara dan mengembangkan infrastruktur seni di Jakarta, menghambat pertumbuhan dan inovasi dalam dunia seni, serta mengurangi aksesibilitas seni bagi masyarakat luas. Integrasi perspektif Jakarta dalam konteks ini menunjukkan bahwa Jakarta, sebagai pusat seni dan budaya, juga menghadapi tantangan serupa dengan negara-negara lain yang mengalami pemindahan ibu kota. Ancaman terhadap poros kesenian Jakarta timbul akibat perubahan fokus pemerintah dan investasi. 


Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan masyarakat Jakarta untuk mengambil langkah-langkah proaktif dalam menjaga dan mengembangkan infrastruktur seni serta mendukung pertumbuhan komunitas seni dan budayawan di Jakarta, sehingga poros kesenian Jakarta dapat terus berkembang meskipun dihadapkan pada perubahan besar yang terjadi.


Ancaman Terhadap Poros Kesenian Jakarta


RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi perhatian karena menandai adaptasi perubahan status Jakarta dari Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Perubahan ini menjadi pertanda bagi komunitas seni Jakarta bahwa pergeseran kepentingan pemerintah dapat mengubah lanskap kesenian di kota ini secara permanen.


Dengan Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota, peranannya sebagai pusat seni utama akan digantikan oleh IKN Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Meskipun ini memberikan peluang baru bagi perkembangan seni dan budaya di wilayah timur Indonesia, Jakarta akan menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan identitasnya sebagai pusat kesenian yang berpengaruh.


Maka aspek yang diperkirakan akan secara signifikan terpengaruh pula, antara lain, adalah infrastruktur seni. Sebagai pusat kegiatan seni dan budaya di Indonesia, Jakarta telah menjadi rumah bagi berbagai galeri seni, teater, dan ruang seni yang menjadi sarana bagi pertunjukan dan pameran seni. Namun, dengan pemindahan ibu kota, investasi dan perhatian terhadap infrastruktur seni di Jakarta berpotensi mengalami penurunan. 


Pemerintah dan investor mungkin akan mengalihkan fokus mereka ke wilayah baru yang akan menjadi ibu kota. Hal ini dapat mengakibatkan berkurangnya sumber daya yang tersedia untuk memelihara dan mengembangkan infrastruktur seni di Jakarta. Kurangnya perhatian terhadap infrastruktur seni maka dapat menghambat pertumbuhan dan inovasi dalam dunia seni di Jakarta, serta mengurangi aksesibilitas seni bagi masyarakat luas.


Dari itu dampak utama dari penurunan investasi dan perhatian terhadap infrastruktur seni, adalah kemungkinan penurunan kualitas dan ketersediaan fasilitas seni di Jakarta. Galeri seni, teater, dan ruang seni lainnya bakal mengalami penurunan perawatan dan pemeliharaan, yang pada gilirannya dapat mengurangi kualitas pengalaman seni bagi pengunjung. Selain itu, kurangnya dukungan finansial dapat membuat beberapa fasilitas seni terpaksa untuk menutup pintu mereka, mengurangi aksesibilitas seni bagi masyarakat umum.


Selain itu, penurunan investasi dalam infrastruktur seni juga dapat menghambat pertumbuhan dan inovasi dalam komunitas seni Jakarta. Banyak seniman dan budayawan bergantung pada fasilitas seni yang memadai untuk menciptakan dan memamerkan (dan mementaskan) karya mereka. Namun dengan adanya kurang fasilitas yang memadai maka dapat menghalangi perkembangan dan eksperimen dalam dunia seni –juga, mengurangi ruang bagi seniman untuk berkembang dan menghasilkan karya-karya baru.


Kendati demikian ada juga tantangan-tantangan yang dihadapi menjadi peluang untuk menciptakan perubahan positif dalam ekosistem seni Jakarta. Pemerintah daerah dan organisasi seni swasta dapat bekerja sama untuk menciptakan model keberlanjutan yang baru untuk mendukung infrastruktur seni. 


Ini bisa termasuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam mendukung seni lokal, menciptakan program dukungan untuk seniman lokal, dan mempromosikan pendanaan alternatif untuk proyek-proyek seni. Bersamaan pula aliansi seni dan pertukaran budaya antara dua wilayah dapat memperkaya ekosistem seni di kedua lokasi, dan menciptakan jaringan yang lebih luas bagi seniman dan budayawan.


Pengaruh Pada Komunitas Seniman dan Budayawan Jakarta


Pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur telah menjadi sorotan utama dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dunia seni dan budaya. Salah satu dampak yang tidak bisa diabaikan adalah bagaimana pemindahan ini akan memengaruhi komunitas seniman dan budayawan yang telah lama berakar di Jakarta.

Sebagian besar seniman dan budayawan Jakarta telah tumbuh dan berkembang dalam lingkungan budaya yang khas dari ibu kota. Mereka telah membangun jaringan yang kuat dan kolaborasi yang produktif di tengah gemerlapnya kehidupan seni Jakarta. Kolaborasi lintas disiplin seni, pertunjukan, pameran, dan proyek-proyek seni bersama telah menjadi bagian penting dari identitas seni Jakarta.


Namun, dengan pemindahan ibu kota, sebagian dari mereka mungkin akan merasa terdorong untuk mencari peluang baru di wilayah baru yang akan menjadi ibu kota. Ini bisa menjadi tantangan yang signifikan bagi komunitas seniman dan budayawan Jakarta. Pemindahan tersebut dapat memengaruhi dinamika kolaborasi dan jaringan yang telah terbentuk selama bertahun-tahun di Jakarta. 


Maka proyek-proyek seni yang sedang berjalan atau rencana kerja sama di masa depan, mungkin terhambat atau bahkan terputus karena pergeseran lokasi. Selain itu, ada juga ketidakpastian tentang apakah infrastruktur seni yang ada di wilayah baru akan cukup untuk mendukung kebutuhan seniman dan budayawan. Jakarta telah memiliki berbagai fasilitas seni, seperti galeri, teater, studio, dan ruang pameran yang telah menjadi rumah bagi banyak seniman. 


Pemindahan ibu kota mungkin berarti bahwa seniman harus beradaptasi dengan lingkungan baru, dan mencari kembali infrastruktur seni yang mendukung kreativitas mereka. Maka di tengah tantangan ini, ada juga peluang bagi komunitas seniman dan budayawan Jakarta. Pemindahan ibu kota bisa menjadi momen untuk merefleksikan ulang identitas seni dan budaya Jakarta, serta mengembangkan strategi baru untuk berkarya dan berkolaborasi di masa depan. 


Selain itu, pemindahan ibu kota juga dapat memicu pertumbuhan dan perkembangan baru dalam seni dan budaya di Jakarta. Ketika sebagian dari komunitas seniman dan budayawan Jakarta merasa terdorong untuk mencari peluang baru di wilayah baru yang akan menjadi ibu kota, hal ini juga dapat membuka ruang untuk kolaborasi yang lebih luas dan inklusif di tingkat nasional. 


Kolaborasi antara seniman dari Jakarta dengan seniman dari wilayah baru dapat menghasilkan karya-karya yang menggabungkan berbagai perspektif dan pengalaman yang berbeda. Rai itu pemindahan ibu kota bisa dijadikan momen untuk memperkuat solidaritas dan kesatuan di antara komunitas seniman dan budayawan Jakarta. Dalam menghadapi perubahan yang signifikan, penting bagi mereka untuk saling mendukung dan bekerja sama untuk menjaga keberlangsungan dan keberagaman seni dan budaya.


Dengan demikian, meskipun pemindahan ibu kota memiliki potensi untuk memengaruhi komunitas seniman dan budayawan Jakarta secara langsung, hal ini juga membuka peluang untuk pertumbuhan, perkembangan, dan kolaborasi baru dalam dunia seni dan budaya. Penting bagi komunitas seniman dan budayawan Jakarta untuk mengambil langkah-langkah proaktif untuk menghadapi perubahan ini.


 Komunitas Seniman Jakarta Pasif


Sayangnya, masih banyak komunitas seniman dan budayawan Jakarta begitu pasif terhadap pemindahan Ibu Kota Negara. Padahal pemindahan Ibu Kota Negara telah menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Meskipun keputusan ini memiliki implikasi yang luas, termasuk politik, ekonomi, sosial, dan budaya, banyak dari seniman dan budayawan Jakarta tampaknya bersikap pasif terhadap perubahan tersebut. Sebagai pemegang peran penting dalam memperkuat identitas budaya dan sosial masyarakat Jakarta, keterlibatan mereka seharusnya menjadi prioritas.


Komunitas seniman dan budayawan sering kali dianggap sebagai penjaga dan pengembang identitas lokal suatu daerah, termasuk Jakarta. Namun, pemindahan Ibu Kota Negara dianggap sebagai ancaman terhadap identitas budaya Jakarta –tetapi mereka tetap saja pasif. Kepasifan mereka mungkin disebabkan oleh kurangnya pemahaman akan implikasi pemindahan tersebut terhadap keberlangsungan budaya dan seni di Jakarta.


Selain kurangnya pemahaman, pendidikan tentang pentingnya partisipasi dalam keputusan politik, dan dampaknya terhadap budaya lokal mungkin, juga kurang ditekankan dalam kalangan komunitas seni dan budaya. Kesadaran akan dampak pemindahan Ibu Kota terhadap kehidupan sehari-hari dan keberlangsungan praktik seni dan budaya di Jakarta perlu ditingkatkan.


Pemindahan Ibu Kota tidak hanya memiliki dampak budaya, tetapi juga sosial dan ekonomi yang signifikan. Komunitas seniman dan budayawan mungkin lebih fokus pada isu-isu yang langsung memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka, seperti kondisi ekonomi yang sulit, akses terhadap ruang seni, dan pelestarian warisan budaya.

Kurangnya keterlibatan komunitas seniman dan budayawan juga bisa disebabkan oleh kurangnya upaya dari pemerintah, dan stakeholder lain, untuk melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan terkait pemindahan Ibu Kota. Partisipasi aktif dari mereka dalam diskusi dan perencanaan dapat memastikan bahwa aspek-aspek budaya dan sosial diperhitungkan dengan baik.


Sebetulnya komunitas seniman dan budayawan Jakarta memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan dalam menghadapi perubahan besar ini. Mereka dapat menggunakan platform mereka untuk meningkatkan kesadaran, mendorong dialog, dan merumuskan solusi yang memperhitungkan keberlangsungan budaya dan seni di Jakarta.


Maka dari itu, penting bagi komunitas seniman dan budayawan Jakarta untuk memahami implikasi pemindahan Ibu Kota Negara dan terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan serta perencanaan yang terkait. Ini adalah kesempatan bagi mereka untuk menjaga dan memperkuat identitas budaya Jakarta sambil menghadapi perubahan yang sedang terjadi dalam skala yang besar.***



* Zackir L Makmur, pemerhati masalah sosial kemasyarakatan, Anggota Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL), aktif di IKAL Strategic Center (ISC), dan penulis buku Manusia Dibedakan Demi Politik (2020).

Ads