Absurditas Hidup Menurut Beckett yang Mungkin Anda Sadari Terlambat -->
close
Pojok Seni
22 February 2024, 2/22/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-02-22T01:00:00Z
Ulasan

Absurditas Hidup Menurut Beckett yang Mungkin Anda Sadari Terlambat

Advertisement




Samuel Beckett, yang kemudian dikodifikasi oleh Martin Esslin (seorang teoritikus teater) sebagai dramawan absurd, menyampaikan bahwa dunia ini keras, absurd, dan penuh kesia-siaan. Karena itu, ada banyak orang yang akan memaknai hidupnya sendiri dengan berbeda-beda. Mulai dari memercayai adanya kehidupan abadi setelah dunia, memercayai bahwa ada nilai luhur yang harus dipegang selama hidup, dan lain-lain. 


Beckett mencoba dengan segala upaya epistemologisnya menyampaikan kondisi hidup yang absurd tersebut lewat karya-karyanya. Tentunya, artikel ini sedang tidak membahas karya Beckett. Untuk pembahasan karya Samuel Beckett, Anda bisa membacanya detail di artikel dengan tema Samuel Beckett. Tapi, artikel ini mencoba memaparkan apa saja absurditas hidup yang mungkin Anda sudah sadari sejak lama, tapi mungkin juga Anda terlambat menyadarinya.


Mari kita ulas satu per satu.


Dunia berputar seperti itu saja


Satu yang pasti adalah, dunia berputar pada porosnya. Karena itu, setiap hari adalah pengulangan yang sama dari hari kemarin. Tidak ada yang signifikan membedakan antara hari Senin dan Rabu. Namun, daripada kita harus lahir lalu mati hanya untuk mengulang-ngulang hari, maka kita memaknainya dengan meletakkan hari-hari tertentu sebagai hari yang spesial. Ada hari ibadah, hari raya, hari ulang tahun, hari teater, sampai hari kasih sayang. 


Perayaan-perayaan itu membuat kita bisa memaknai hidup dengan lebih indah, dan melupakan sejenak bahwa sebenarnya hidup ini penuh kesia-siaan. Hal itu adalah hal yang positif sebenarnya, selama perayaan-perayaan itu tidak membuat orang-orang justru tertekan. Seperti misalnya, jumlah kejahatan (khususnya pencurian) meningkat tajam menjelang hari raya, itu disebabkan karena tingginya kebutuhan saat menjelang hari raya. 


Di situ juga letak kondisi absurditasnya. Menandai suatu hari sebagai hari yang spesial, sebenarnya diperlukan agar seseorang tidak terjerembab dalam kesepian dan merasa kesia-siaan hidupnya. Tapi, di suatu sisi, hal itu juga menjadikan perusahaan, para pekerja/buruh, pemerintah, sampai masyarakat di akar rumput, harus gila-gilaan mencari uang hanya untuk hari yang dispesialkan itu.


Tidak ada yang benar-benar peduli dengan dirimu


Seorang bapak atau ibu, tentu akan peduli dengan anaknya. Seorang guru juga akan peduli dengan siswanya. Seorang bos juga akan peduli pada anak buahnya. Tapi, di satu sisi, tidak ada yang bisa benar-benar peduli dengan orang lain sepenuhnya. Kenapa? Karena mereka juga punya kehidupannya sendiri yang harus dipentingkan. Mereka punya kebutuhan sendiri yang juga harus diutamakan.


Namun, ada banyak orang yang takut berbuat sesuatu, hanya karena berpikir semua orang akan peduli pada dirinya. Takut menggunakan pakaian terbuka, takut bila tidak mengunakan kerudung di atas kepala, takut kalau unggah foto traveling dikira sedang flexing, takut ini, dan takut itu. Penyebabnya satu, takut dijulidin teman atau orang lain.


Faktanya, mereka mungkin julid dengan apa yang Anda lakukan, tapi tidak benar-benar peduli. Mereka punya cicilan yang harus dibayar, anak yang sekolah, juga setiap hari butuh makan. Mereka tidak bisa 24 jam perhari memikirkan apa yang kamu gunakan. 



Orang-orang datang dan pergi


Orang-orang datang dan pergi dari hidupmu. Entah datang karena lahir dan pergi karena meninggal, atau penyebab lainnya. Keluarga inti Anda adalah orang yang setia menemani, atau minimal ada di dekat Anda sampai menutup mata. Yah, istri atau suami Anda, itu adalah orang yang Anda pilih sendiri, dengan sepenuh hati.


Bila Anda di usia remaja terkadang lebih memilih teman daripada keluarga, maka selamat, saat suatu hari orang-orang baru datang, dan orang-orang lama itu pergi, Anda baru akan menyadari bahwa semua yang datang ke hidup Anda akan "come and go".


Dunia itu jahat, sehingga hanya melihat dari covernya


Ada yang bilang, cantik itu dari dalam. Tampan itu terlihat dari kebijaksanaan. Percayalah, dunia tidak sebaik itu. Dunia jauh lebih jahat dalam urusan "cover" seseorang. Bila orang-orang bilang, jangan menilai buku dari covernya, maka katakan itu pada toko buku Gramedia, apakah mereka mau membuka semua plastik di buku yang dijual, sehingga pembeli tidak menilai bukunya dari cover saja?


Selain itu, para desainer untuk cover buku tentunya akan sakit hati bila Anda sama sekali tidak mencoba menilai covernya saat akan membeli buku, bukan? Yah, cover itu menjadi sangat penting. Good looking adalah prioritas bagi setiap orang. Karena itu, penjual skincare jadi milioner, begitu juga toko kosmetik. Meski Anda berulang-ulang bilang, bahwa ada banyak hal yang jauh lebih penting daripada tampang. Tapi, percayalah, bahkan ketika Anda dihadapkan dengan dua orang yang harus Anda pilih, satu cerdas dan cantik, dan satu lagi lebih cerdas tapi buruk rupa, siapa yang akan Anda pilih?


Sedikit teman berkualitas lebih baik daripada banyak teman


Ada yang pernah menghitung berapa teman akrab Anda? Coba Anda hitung lagi, teman akrab yang terus Anda hubungi, atau komunikasi tidak terputus, dan akan saling tolong menolong dalam situasi apapun? Coba hitung berapa teman Anda?


Kualitas jauh lebih baik daripada kuantitas. Jadi, punya sedikit teman yang bisa jadi relasi yang baik, minimal tidak berkata buruk tentang Anda, atau mencoba menjatuhkan Anda, dan sebisanya mencoba membantu Anda. Itu jauh lebih baik daripada punya banyak teman, tapi tidak ada satupun saat Anda membutuhkan.


Hidup butuh kewaspadaan permanen


Dunia itu keras, karena itu membutuhkan kewaspadaan permanen. Meski Anda telah berhijab, berpakaian serba tertutup, dan berdoa agar terus dilindungi, itu sama sekali tidak menjamin Anda akan terbebas dari tindak kejahatan. Bahkan, kalau Anda tahu tempat Anda adalah tempat yang rawan, banyak pelaku tindak kejahatan pada perempuan misalnya, setrum listrik kecil masih lebih berguna.


Atau setidaknya, pastikan ada orang terdekat Anda yang tahu posisi Anda terakhir kali. Hidup butuh kewaspadaan permanen, karena Anda bisa celaka kapan saja, mati kapan saja, terkena bencana kapan saja, dan hal-hal buruk lainnya bisa saja menimpa Anda kapan saja. Kewaspadaan itu berarti sama dengan hidup. Saat Anda tidak waspada, maka di saat itu Anda sedang tidak hidup, atau minimal sudah siap untuk tidak hidup. 

Ads