Dilema Digital Art: Peluang dan Tantangan Seni Visual Era Digital -->
close
Pojok Seni
13 January 2023, 1/13/2023 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2023-01-13T01:00:00Z
Artikel

Dilema Digital Art: Peluang dan Tantangan Seni Visual Era Digital

Advertisement
The Spirit of the Pumpkins Descending Into Heavens (Sumber foto: Flickr)
The Spirit of the Pumpkins Descending Into Heavens (Sumber foto: Flickr)

Pojok Seni - Seni visual di era digital mau tidak mau akan terpapar digitalisasi. Dalam webinar bertajuk Seni Pertunjukan dan "Seni Visual di Era Digital: Peluang dan Tantangan" yang digelar oleh Pascasarjana ISBI Bandung, Selasa (10/1/2023) lalu, Dr Irma Damajanti, M.Sn memaparkan sejumlah polemik yang melibatkan praktisi digital art dengan konvensional sejak perkembangan digital art menjadi sangat pesat dewasa ini.


Seni digital diartikan sebagai aktivitas artistik atau karya yang menggabungkan teknologi digital ke proses penciptaan atau produksi. Dengan kata lain, digital art merupakan seni yang terkomputerisasi dan berinteraksi terbuka dengan teknologi digital. Sejumlah seni yang secara teknis melibatkan lebih banyak media, seperti video, fotografi, percetakan digital, dan program komputer lainnya secara umum diterjemahkan sebagai digital art.


Apa dilema yang ditimbulkan? Perubahan signifikan dari proses penciptaan karya dengan tangan di sebelum abad ke-20, menjadi pelibatan alat dan teknologi mutakhir di era post-modern. Dulunya, seni memerlukan keterampilan fisik yang tidak dimiliki semua orang, selanjutnya menjadi suatu seni yang bisa dikerjakan lebih banyak orang yang memiliki akses ke teknologi mutakhir.


The Spirit of the Pumpkins Descending Into Heavens
The Spirit of the Pumpkins Descending Into Heavens (sumber: Concrete Playground)

Hingga era 1970-an misalnya, sejumlah seni yang direvolusi oleh teknologi digital terus berkembang dengan pesat. Mulai dari pelibatan artificial inteligent, augmented reality, hingga virtual reality yang menjadikan seniman pasca modern mampu melampaui batasan yang tak pernah terbayangkan oleh seniman tradisional. Di sini problema yang dilematik bermula. Seniman tradisional beranggapan bahwa aura seniman akan hilang dengan kemunculan seni digital.


Imagine Van Gogh (imagine-vangogh.com)
Imagine Van Gogh (imagine-vangogh.com)


Walter Benjamin, dalam Illumination (1969) mengatakan bahwa reproduksi mekanik akan menghilangkan aura yang dimaksud. Aura adalah semacam fenomena unik, yang hadir dari perasaan di dalam ruang waktu yang nyata. Hal tersebut berlawanan dengan digital art, yang tidak menghadirkan sebuah proses dalam ruang waktu yang nyata; sebuah proses yang nyata.


Benjamin memberi pendapat tentang reproduksi mekanik. Menurut Benjamin, replika memang termasuk seni secara alami, namun bukan reproduksi yang sempurna. Sebagai contoh, penemuan fotografi misalnya, akan menjadikan reproduksi yang sempurna dari realitas akan terbuka kemungkinannya. Namun, satu unsur penting yang tidak hadir adalah, kehadiran yang dalam ruang dan waktu, serta keunikannya dari keberadaannya di tempat proses tersebut.


Sedangkan produksi digital, sebagai penemuan dari teknologi digital telah membuka kemungkinan "produksi sempurna" dari realitas. Tapi, tambah Benjamin, ada satu elemen yang hilang, yakni perasaan dari "real presence" dan "unique existence" dari tempat, ruang, dan waktu. Karena yang dihadirkan adalah waktu dan tempat yang artifisial, sehingga tidak bisa menghadirkan otentisitas.

Seni digital juga tidak menghadirkan sensasi sebagaimana yang didapatkan seorang seniman lewat proses artistik konvensional. Bahkan, lebih banyak seniman tradisional menganggap proses digitalisasi seni adalah sebuah pemiskinan; siapapun yang punya komputer dan akses online akan bisa melukis dan menggambar. Hal tersebut dianggap bisa menjadikan seni menjadi kurang ekslusif, kehilangan keunikan, keindahan, dan sebagainya.

Namun, ada sisi yang bisa dimanfaatkan dari seni digital. Hal tersebut adalah perluasan besar-besaran bidang kreatif, yang membuka peluang bagi seniman; baik profesional maupun amatir, untuk berekspresi. Hal yang baru seperti pameran, pertunjukan, dan pengalaman estetis dengan realitas virtual menjadi suatu pengalaman baru di era seni digital yang melampaui pengalaman sebelumnya. Seni perlahan bisa berpindah dari sebuah ruang fisik ke ruang virtual, yang pada akhirnya membuat koleksi seni di suatu tempat (museum atau kolektor) bisa diakses oleh apresiator dari mana saja, bahkan dari daerah tertinggal.

Ads