Teater Modern “Malam Jahanam” oleh Komunitas Teater Sativa -->
close
Pojok Seni
28 May 2022, 5/28/2022 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2022-05-28T01:00:00Z
ResensiteaterUlasan

Teater Modern “Malam Jahanam” oleh Komunitas Teater Sativa

Advertisement

Pentas Malam Jahanam oleh Teater Sativa

Oleh: M.Andreanda Dwi Putra


Diawali dengan tarian yang dilakukan lima orang penari dengan gerakan yang berirama dan diiringi gesekan violin yang berdayu. Setelah penari pergi di panggung tinggal seorang aktor perempuan berperan sebagai Paijah, tidak berapa lama muncul juga tokoh lain yang berperan sebagai Utai. Paijah terlihat sedih dan tiba-tiba muncul suara anak Paijah yang menangis. Muncullah si Utai dengan karakter seperti orang yang sinting, tertawa-tawa dan bermain di atas panggung sambil menggaduh Paijah yang bersedih karena menunggu suaminya yang belum juga pulang hingga malam ini. 


Sesekali, Utai juga mengejek Paijah yang duduk di depan rumahnya. Beberapa saat kemudian, muncul tokoh dari sudut kiri penonton yang menggunakan tongkat dan matanya sudah rabun, sambil berajalan dia berteriak “pijaaat....pijaaat...piijaat!” yang menunjukan bahwa dia adalah seorang tukang pijat di kampung itu. Terlihat juga si Utai yang usil  pada tukang pijat hingga membuat si tukang pijat menjadi kesal. Tidak beberapa lama, muncul tokoh lain keluar dari rumahnya dan duduk di depan rumahnya. Karena si tukang pijat membuat bising dirumahnya sehingga Soelaiman (tokoh yang baru muncul) menyuruh si tukang pijat dan Utai pergi jauh dari halaman rumahnya. 


Setelah tukang pijat dan Utai pergi dari halaman rumahnya, muncul Paijah dari rumahnya. Paijah terlihat gelisah karena menunggu suaminya yang dari tadi belum juga pulang. Soelaiman mencoba merayu Paijah agar tidak terlalu memikirkan suaminya itu, tidak beberapa lama mereka berdua masuk ke dalam rumah Paijah dan Soelaiman melirik ke kiri dan ke kanan dan hilang dalam kegelapan. Masih di malam yang sama, muncul suami Paijah yang bernama Mat Kontan yang membawa sangkar burung, berisi burung kesayangannya. Sambil mengajak burungnya berbicara Mat Kontan juga memanggil dan mencari Soelaiman karena tidak ada nampak dari tadi. Tapi Soelaiman tidak kunjung keluar dari rumahnya. Ketika Mat Kontan asyik berbicara dengan burung kesayangannya sepintas cahaya senter Soelaiman terpampar ke wajah Mat Kontan. Mat Konta terlihat gembira dengan kedatangan  Soelaiman karena tak sabar ingin mengejeknya yang tidak kunjung kawin itu. 


Soelaiman langsung memotong pembicaraan Mat Kontan dengan membahas anaknya yang sedang sakit, tetapi Mat Kontan menganggapi acuh tak acuh membuat Soelaiman pergi begitu saja. Sebab itu Soelaiman merasa tersinggung dan menanyakan sesuatu yang mengejutkan Mat Kontan yaitu “kamu juga tahu tentang pasir, pasir boblos?” yang telah menelan Mat Kontan dulu ketika sedang di tepi pantai dan diselamatkan oleh Soelaiman dan selamat sampai saat ini dan Mat Kontan telah berhutang nyawa kepada Soelaiman.

 

Mat Kontan kembali mengajak Soelaiman berbicara dan bercengkerama, diselingi kesombongan Mat Kontan yang mempunyai anak yang selalu ia banggakan di manapun ia berada. Soelaiman sudah bosan mendengar cerita itu-itu terus dan menyuruhkan cerita yang lain. Ketika dia teringat burung beo kesayangannya yang bebrapa hari tidak ada di sangkarnya dan khawatir hilang Mat Kontan terus mencari di belakang rumah dan di depan halamannya namun juga tidak ketemu wujudnya. Ketika itu Soelaiman pergi, tidak berapa lama Utai keluar dari sudut kiri dengan tertawa melihat kesibukan Mat Kontan yang pusing mencari burung beonya yang hilang. Utai menjelaskan bahwa dia telah melihat burung beo itu mati dan lehernya berdarah. Mat Kontan langsung terkejut dan mengajaknya ke ahli nujum untuk melihat siapa yang membunuh burung beo itu dan juga mengajak Soelaiman pergi ikut juga, tetapi Soelaiman tidak ada di rumah sehingga Mat Kontan pergi berdua saja dengan Utai ke ahli nujum.


Setelah mereka berdua pergi ke ahli nujum, Paijah keluar dari rumahnya dan memanggil Soelaiman dengan keadaan cemas. Soelaimanpun keluar dari rumahnya, Paijah menceritakan bahwa suaminya pergi ke ahli nujum dengan Utai untuk mencari siapa pembunuh burung beonya dan takut kalo Paijah di tuduh oleh suaminya kalo dia yang membunuhnya dan dia juga menceritakan kalau Soelaiman akan dibunuh oleh suaminya Tetapi Soelaiman tidak takut sedikitpun kepada Mat Kontan.


Dan Soelaiman mencoba menenangkan Paijah yang menangis itu dan merangkul paijah dengan gairah. Tetapi Paijah masih tetap takut karena suaminya sering ceroboh dan kalap. Maka Soelaiman mengatakan bahwa dia akan membela Paijah, dan kalaupun Paijah dibunuhnya maka Soelaiman akan membunuhnya juga. Soelaiman bukan seorang penakut dia juga punya sejarah turun-temurun bahwa ayahnya juga lelaki tangguh. Bagi Soelaiman, musuh pantang dicari, jika datang pantang dielak. Soelaiman tidak memusuhi Mat Kontan, tetapi bila Mat Kontan menyerangnya, maka dia akan membalas. 


Pentas Malam Jahanam oleh Teater Sativa


Tapi Paijah tidak menginginkan hal itu terjadi. Dia ingin Soelaiman baik-baik saja karena Paijah takut kehilangannya. Soelaiman segera menyuruh Paijah duduk bangku halamannya saja. Dalam sunyi, Paijah kembali berbicara  dan mengungkapkan penyesalannya terhadap yang telah terjadi pada dirinya, yaitu mempunyai anak dan bukan dari suaminya, tetapi dari darah daging Soelaiman.


Paijah takut rahasia itu terbongkar karena dia telah berselingkuh dengan Solaiman demi mendapatkan sebuah anak. Soelaiman mencoba menenangkan Paijah dengan menjelaskan agar dia tidak takut. Mereka berdua saling merangkul dan menari bersama diiringi musik romantis yang menghanyutkan.


Setelah adegan romantis itu berakhir, Soelaiman mengatakan kepada Paijah bahwa dia telah membunuh burung beo itu sebab burung itu itu telah menyiksa pikiran Soelaiman. Sebab, burung beo itu terus menganggu ketika Soelaiman dan Paijah sedang berdua, dengan berbicara “jangan cubit saya.....jangan cubit saya”. Oleh karena itu, dia benci burung beo milik Mat Kontan yang kemudian ia bunuh dan lemparkan ke dalam sumur. Mendengar penjelasan itu Paijah marah kepada Soelaiman, namun tiba-tiba anak Paijah menangis dan menyuruh untuk Paijah menenangkan anak itu biarkan Soelaiman akan menjelaskan kepada Mat Kontan.


Kedatangan  Utai dan Mat Kontan dari sudut kiri rumah Pajiah,dan Soelaiman  menanyakan darimana saja mereka. Mat Kontan mengatakan bahwa dia baru pulang dari ahli nujum karena burung beonya telah mati. Soelaiman menyebut tidak usah memikirkan yang sudah mati itu sehingga membuat Mat Kontan marah besar. Tetapi Soelaiman menjelaskan bahwa dia juga ikut bersedih atas kematian burung beo itu untul menenangkan suasana. Namun Mat Konta menyuruh Utai memanggil Paijah keluar untuk mengakui siapa yang membunuh burung beonya. Paijah tidak menjawab sehingga Mat Kontan membentak Paijah dan membuat Soelaiman ikut membela Paijah. Di saat Mat Kontan marah kepada Soelaiman agar tidak ikut campur urusannya, Paijah pergi begitu saja dan masuk ke dalam rumahnya dan diikuti oleh Mat Kontan di belakangnya. 


Terdengar suara cek-cok di rumah itu membuat suasana di atas panggung menjadi tengang. Mat Kontan keluar dari rumahnya dengan memaki semuanya. Tiba saja Paijah keluar dari pintu rumahya dengan membawa anaknya untuk pergi dari rumah itu, tetapi Mat Kontan tidak mengizinkan dia pergi dan malah menanyakan kembali siapa yang membunuh burung beo itu. Paijah tidak tau ucapnya sambil masuk lagi ke dalam. Tidak begitu lama Paijah keluar dan berlari kearah Soelaiman dan mengatakan suaminya akan membunuh anaknya. Mat Kontan melihat pelukan itu dan menyuruh Soelaiman melepaskan pelukannya kepada Paijah sehingga Soelaiman melepaskan dan pergi begitu saja ke dalam rumahnya.


Dengan desakkan Mat Kontan kepada Paijah siapa yang telah berani membunuh beonya dan membuat Paijah geram. Setelah memanggil Soelaiman untuk menjawab pertanyaan Mat Kontan, Soelaimanpum keluar dengan kesal dan mengatakan bahwa dia telah bunuh burung beo itu dan iri pada semua kepunyaan Mat Kontan termasuk bini dan anaknya. Soelaiman membongkar semua rahasia dia dan Paijah yaitu anak itu bukan anak Mat Kontan tetapi anak Soelaiman dan darah dagingnya sendiri. Mat Kontan terlihat sangat marah sekali dan masuk ke dalam rumah untuk mengambil golok dan akan membacok anak itu, tetapi Soelaiman kembali berkata “kau berteriak meminta tolong di pantai pasir, agar kau hidup selamat. Kau ingat Tan?”. Hal itu mematah kemarahan Mat Kontan dan membuatnya menjadi sedih dan tak jadi membunuh anak itu dan Soelaiman, namun tidak dengan Soelaiman.


Mat Kontan menyerahkan semuanya kepada Soelaiman yang telah merampas hak miliknya dan akan pergi ke kampung halamannya. Soelaiman menyusul mereka karena tidak bisa membiarkan dia pergi begitu saja, barangkali dia bunuh diri ucapnya. Di pertengahan jalan mereka bertemu tetapi pertengkaranpun tidak bisa dihindari, mereka saling menyerang dan menangkis sehingga Utai mati karna lehernya patah. Mat Kontan datang kerumahnya dan menjelaskan Utai telah mati dibunuh oleh Soelaiman, namun tukang pijat muncul dan Mat Kontan menyuruh tukang pijat pergi karna anaknya sakit dan tidak bisa mendegar suara yang berisik. Setelah tukang pijat itu pergi tiba saja Paijah keluar sambil menangis dan berteriak bahwa anaknya mati. 


Pertunjukan berakhir dengan lampu meredup dan panggung menjadi gelap. Para aktor berbaris saling berpegangan dan melakukan persembahan terimakasih kepada penonton.


Pertunjukan teater modern yang berjudul “Malam Jahanam” karya Motinggo Boesje, disutradarai Jick Tangkas dan di pentaskan oleh komunitas Teater Sativa di panggung Natya Mandala ISI Denpasar. Pemetasan ini dapat dilihat melalui media online yaitu  akunYouTube  Ruang Sativa.


Menciptakan Formula Teater Modern dari  Ruang Sativa


Dalam dunia teater tentunya para seniman teater tidak asing lagi dengan istilah Teater Modern. Berdasarkan pemahaman dalam mengamati format teater modern  di Indonesia tidak akan terlepas dari pembicaraan tentang Bengkel Teater Rendra. Berbagai inovasi berhasil dicapai oleh komunitas ini, diantaranya mengenalkan konsep dan teknik mini kata dalam permainan, serta meramu unsur-unsur tradisional yang dikemas dalam selera modern. Ruang Sativa mementaskan pertujukan naskah teater “Malam Jahanam” karya Motinggo Boesje dengan yang mempunyai nilai tersendiri bagi penonton maupun pengamat seni teater yang tekah menciptakan gagasan dan formula mereka untuk mensukseskan pertunjukan tersebut.


Pertunjukan ini juga tentunya kita harus memberikan apresiasi kepada komunitas Ruang Sativa karna telah membawa petunjukan tersebut secara matang dan profesional dalam persiapan keaktoran, penata setting, penata cahaya, penata kostum dan pemusik. Hal ini tentunya membuat penonton terbawa dalam suasana pertunjuka yang di pentas oleh komunitas Ruang Sativa. Penonton juga bisa menilai bagaimana keaktoran yang di mainkan oleh aktor dengan tokoh yang mereka hadirkan juga memiliki ciri khas yang berbeda.


Jick Tangkas yang menyutradarai naskah “Malam Jahanam” karya Motinggo Boesje dengan ide dan gagasan bahkan formula yang dia aplikasikan diatas panggung dengan  garapan teater modern. Adapun keinginan sutradara terhadap pertunjukan yaitu memberikan pesan dan amat yang dapat diambil di dalam pertunjukan tersebut. Aspek-aspek yang dihadirkan di atas panggung adalah keinginan sutradara yang sengaja dihadirkan supaya penonton tidak menjadi bosan untuk melihat pertunjukan tersebut.


Aspek-aspek yang Dihadirkan di Atas Panggung oleh Sutradara


Pada umumnya pertunjukan teater dipentaskan di atas panggung dan para aktor yang memainkan tokoh yang akan diperankan yang semaksimal mungkin. Pemeran bermain diatas panggung memiliki tanggung jawab penuh sampai pertunjukan berakhir. Sistem dinamika diaolog aktor harus memiliki power, di sebabkan mereka tidak mempunyai pengeras suara atau sejenisnya.


Dalam pertunjukan ini, sutradara menghadirkan aspek pendukung terhadap power dialog aktor yaitu menggunakan alat bantu pengeras suara yang biasa kita sebut clip on. Clip on atau lavalier microphone adalah sejenis benda elektronik yang fungsinya untuk memperjelas kualitas suara dengan volume yang tinggi. Tentunya para aktor tidak perlu lagi memainkan power dialognya karna sudah dibantu oleh alat elektronik yang bisa menjadi alat pengeras suara aktor. Tentu hal ini menjadi suatu pertanyaan bagi seniman teater, mengapa para aktor “Malam Jahanam” disutradarai oleh Jick Tangkas  menggunakan aspek pengeras suara untuk para aktor yang berperan?


Hal ini juga para aktor tidak bermain dengan jujur di atas panggung dan bisa menghilangkan salah satu ranah keaktoran dalam melakukan pemeranan tokoh. Dengan harapan penulis, sutradara bisa mejelaskan alasan tersebut melalui informasi dengan jenis media apapun.


Moral yang Terkandung Dalam Naskah “Malam Jahanam”


Naskah Malam Jahan karya Motinggo Boesje adalah naskah yang mempunyai kredibilitas di kalangan penulisan naskah. Naskah ini termasuk naskah realis yang mempunyai anatomi alur yang jelas. Ada yang menyatakan bahwa naskah ini bergaya genre tragedi dan ada yang menyatakan naskah ini adalah genre tragedi comedi. Faktor ini yang membuat kita perlu mengetahui landasan apa saja yang dilampirkan oleh penulis naskah yaitu Motinggo Boesje dalam naskah Malam Jahanam tersebut.


Makna yang tersirat dalam naskah ini adalah sesuatu yang umum terjadi  pada kehidupan manusia. Jika kita kaitkan kehidupan manusia dengan naskah ini maka kita menemui persoalan yang sama dengan problema-problema terjadi kehidupan manusia. Jika kita lihat bentuk fenomena didalam naskah ini kita menemukan sifat manusia yang memiliki keangkuhan terhadap suatu hal yang manusia inginkan seperti kasih sayang, kesombongan, ketidak pedulian, dan juga bersifat bodoh amat yang dimilik manusia itu sendiri.


Motinggo Boesje juga menjadikan naskah ini begitu realis dan nyata memang benar-benar terjadi di dunia ini. Inilah menjadi daya tarik tersendiri bagi penggarapan pertunjukan untuk memilih naskah ini sebagai pesan moral terhadap penonton. Persoalan yang dihadirkan tentunya menjadi bersifat universal di dalam segi lingkungan dan kehidupan manusia dimanapun manusia itu berada.


Dengan pementasan teater modern Indonesia naskah “Malam Jahanam” disutradarai oleh Jick Tangkas dapat menjadi dorongan untuk para sutradara teater Indonesia bisa mementaskan pertunjukan teater dengan garapan dan ide gagasan sutradara  yang tentunya massa dan penonton bahkan peminat teater menjadi lebih banyak lagi. Pengenalan teater di seluruh penjuru indonesia sepertinya harus diciptakan oleh pelaku teater. 


Komunitas teater yang terus bertambah agar menunjukkan eksistensinya di kalangan seniman supaya tidak menjadi sebelah pandang mata oleh masyarakat dan budaya indonesia. Dengan teater menjadikan wadah edukasi dan dedikasi untuk pengetahuan manusia dan terciptanya kesejahteraan bagi rakyat indonesia yang adil dan makmur. Sehingga teater kedepannya dapat terus berkembang dan juga menjadi lebih bagus lagi dengan berjalannya waktu. Semoga komunita Ruang Sativa terus berkarya dengan garapan terbaiknya juga bisa menjadi sebuah dorongan bagi para sutradara indonesia untuk menumbuh rasa ketertarikan penonton untuk melihat pertunjukan teater.


Ads