Prinsip Decorum: "Kesopanan" dalam Teater Klasik -->
close
Pojok Seni
18 January 2022, 1/18/2022 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2022-01-18T01:00:00Z
ArtikelMateri Teater

Prinsip Decorum: "Kesopanan" dalam Teater Klasik

Advertisement



pojokseni.com - Dalam prinsip retorika klasik, dikenal istilah principle of decorum alias prinsip decorum. Decorum dalam bahasa Inggris berarti kesopanan. Sedangkan dari bahasa Latin, berarti "benar dan tepat". Teori ini kerap digunakan di puisi dan teater di era klasik.


Apa yang dimaksud dengan prinsip decorum tersebut? Secara umum, prinsip decorum ialah kesesuaian (gaya) untuk subjek teater. 


Awalnya, prinsip decorum digunakan untuk retorika dalam puisi. Aristoteles dan Horace adalah dua tokoh yang sering membahas tentang prinsip decorum. Aristoteles menulis di dalam buku "Poetic", sedangkan Horece menulis di Ars Poetica.


Apa yang dimaksud dengan kesesuaian atau gaya dengan subjek teater? Horace memberikan contoh bahwa tokoh komik dalam satu pertunjukan teater, tidak bisa diperlakukan dengan gaya tragedi. Begitu juga hal-hal yang serius, tidak bisa (atau tidak tepat) digambarkan dengan gaya komik. Perjamuan Thyestes tidak bisa ditampilkan dengan gaya naturalis atau realis, justru harus tetap ditampilkan dengan gaya epik. 


Di era Renaisans (hingga pasca-renaisans), disebutkan bahwa peristiwa tertentu di atas panggung sangat berkaitan dengan prinsip ini. Subjek tertentu di dalam teater akan lebih cocok bernarasi dalam hal-hal tetentu. Selain itu decorum juga berkaitan dengan "penghormatan" alias "kesopanan" pada penonton. Hal-hal seperti adegan yang mengejutkan penonton namun "tidak bisa dipercaya" dianggap hal yang kurang sopan. Narasi tertentu dari narator akan lebih mengurangi penggambaran terlalu banyak di atas panggung. Sehingga "apa yang seharusnya terjadi di belakang layar, tidak perlu dibawa ke atas panggung."


Adegan-adegan yang tidak bisa dipercaya sifatnya, atau menghadirkan hal-hal yang "mengejutkan" penonton seperti;


  1. adegan orang tua membantai anak-anaknya (seperti yang dilakukan Medea)
  2. adegan anak-anak membantai ayahnya (seperti dalam drama Orbecche karya Giovanni Battista Giraldi)
  3. adegan seorang kanibal yang memasak daging manusia yang telah dibantainya (seperti yang dilakukan Atreus)
  4. adegan seorang manusia berubah menjadi hewan (seperti Procne berubah menjadi burung, Cadmus menjadi ular dan sebagainya).
  5. Dan sebagainya yang disebut Horace sebagai "hal memuakkan untuk ditampilkan di atas panggung".


Berikutnya, decorum ini diadaptasi di Prancis (dengan nama les bienseances) yang kemudian menjadi kunci utama dari karya-karya klasik di negara tersebut. Tidak hanya di teater, tapi juga di novel, hingga seni visual.

Ads