Apakah Menikmati dan Memikirkan Sebuah Karya Seni adalah Hal yang Berbeda? -->
close
Adhyra Irianto
06 September 2021, 9/06/2021 07:00:00 AM WIB
Terbaru 2023-09-08T17:28:21Z
EstetikaUlasan

Apakah Menikmati dan Memikirkan Sebuah Karya Seni adalah Hal yang Berbeda?

Advertisement
menikmati dan memikirkan sebuah karya


Pojokseni.com - Usai salah satu pertunjukan monolog yang digelar secara daring, sejumlah orang duduk melingkar dan membicarakan tentang karya tersebut. Beberapa mengaku menikmati, beberapa yang lain menyebut bahwa mereka tidak menikmatinya.


Namun, ada satu pernyataan dari bapak Embi C Noer di WhatsApp grup (WAG) Pelaku Teater Indonesia (PTI) menarik untuk disimak. Beliau mengatakan bahwa, "menikmati dan memikirkan sebuah karya adalah dua hal yang berbeda". Penulis mencoba untuk membedah kalimat sederhana namun sarat makna ini.


Pertanyaan pertama, apakah respon manusiawi seorang pemirsa atau penonton terhadap satu karya seni? Setidaknya ada empat hal yang akan "dilakukan" oleh otak kita ketika sedang dan selesai menyaksikan sebuah karya seni. Ketiganya adalah menilai, memahami/mengapresiasi, dan menghayati.


Dalam hal ini, berdasar pernyataan bapak Embi C Noer, bisa kita kategorikan bahwa memikirkan karya seni itu masuk dalam kategori menilai. Sedangkan menikmati itu masuk dalam kategori menghayati. Untuk memahami/mengapresiasi, menurut penulis, merupakan paduan dari keduanya.


Coba kita jabarkan satu per satu, mulai dari memikirkan. Dalam tahap memikirkan karya seni, berarti ada proses mengamati, meneliti, menganalisa, mengobservasi dan semuanya berujung pada menilai. Meski demikian, juga ada proses penghayatan, sekaligus mengevaluasi karya yang disaksikannya berdasarkan penilaiannya.


Sedangkan dalam tahapan menikmati karya seni, ini dimulai dari ketertarikan pemirsa terhadap karya seni yang dimaksud. Saat itu, pemirsa memiliki rasa empati pada karya seni yang disaksikan, yang bermuara pada penghargaan (apresiasi) dan pemahaman terhadap karya seni yang dimaksud.


Di dalam menikmati karya seni, juga ada proses yang melibatkan perasaan, yakni ketika mendapatkan semacam pengalaman estetis, merasa terilhami atau tercerahkan, dan mendapatkan "sesuatu" yang bisa dibawa pulang setelah selesai menyaksikan sebuah pertunjukan, atau karya seni lainnya.


Dari hal di atas, bisa kita simpulkan bahwa memikirkan karya seni berlandas pada rasio dan logika. Sedangkan menikmati karya seni berlandas pada perasaan (feeling) dan empati. Jelas, bahwa keduanya adalah hal yang sangat berbeda.


Bisa jadi suatu karya akan sangat indah ketika dinikmati, namun berpotensi menjadi tidak indah lagi ketika dipikirkan. Atau sebaliknya, sebuah karya yang terasa sangat menjemukan ketika dinikmati, namun berpotensi menjadi sangat bermanfaat ketika dipikirkan.


Tentu saja, pemaparan di atas mengesampingkan persona dari sang seniman. Hal-hal yang dijabarkan di atas berlaku ketika karya seni dinikmati tanpa "pengaruh" dari siapa yang membuatnya, atau nilai ketokohan pembuatnya.


Akan sangat berbeda ketika seorang penggemar Jimmy Hendrix misalnya, diminta untuk mendengarkan musik Jimmy Hendrix. Bahkan, Jimmy Hendrix sedang menyetel gitarnya saja, sudah akan terdengar sangat indah bagi penggemarnya.


Merasakan adalah Mengetahui, Maka Menikmati adalah Memikirkan


Kita mesti melihat dari perspektif lain terkait "memikirkan" dan "menikmati" karya seni.


Menikmati ditujukan untuk merasakan, dan memikirkan ditujukan untuk mengetahui. Maka, menikmati dan memikirkan bisa diartikan pula merasakan dan mengetahui. Merasakan berarti mengetahui, perasaan itu berarti pengetahuan. Itu yang dipaparkan oleh Mikel Dufrenne, seorang fenomenolog asal Prancis.


Dufrenne menyebut perasaan adalah sebentuk pengetahuan sebagai kelanjutan gagasan estetikannya tentang indra seni. Hal ini sudah dibahas sebelumnya di PojokSeni dalam artikel berjudul "Apakah Perasaan juga Sebentuk Pengetahuan?"


Maka dari itu, apabila perasaan adalah sebentuk pengetahuan, maka perasaan juga berciri kognitif dan berkaitan dengan hal-hal yang kongkrit?


Dufrenne mengatakan bahwa seseorang baru bisa merasakan sesuatu apabila ia mengetahuinya. Bagaimana seseorang bisa merasakan puisi Rabindranath Tagore adalah puisi yang sufistis? Syaratnya, seseorang itu mengetahui bahwa puisi itu sufistik.


Bagi Dufrenne, merasakan berarti "cara mengetahui struktur afektif kenyataan tanpa pamrih". Dengan demikian, berdasar pernyataan Dufrenne, berarti merasakan sama dengan mengetahui.


Kembali lagi ke premis tulisan ini, bahwa menikmati dan memikirkan karya seni adalah dua hal yang jauh berbeda. Keduanya memang berbeda, namun jadi selaras. Suatu karya seni sebenarnya mau tidak mau akan dipikirkan terlebih dulu, sebelum dirasakan.


Karya seni bisa dinikmati ketika memenuhi dua syarat berikut ini: 


  1. Komposisinya tepat, tidak ada hal yang melebihkan atau mengurangkan komposisi yang berdampak pada berkurangnya mutu sebuah karya
  2. Karya tersebut benar dan sesuai berdasar dengan maksud seniman sebelum menciptakan karya tersebut.


Apabila karya seni tidak memenuhi kedua "kebenaran artistik" tersebut, maka karya tersebut akan sulit untuk dirasakan.


Bayangkan ketika menikmati seseorang yang sedang bernyanyi, namun nadanya fals, liriknya salah-salah, ekspresinya berlebihan, dan sebagainya. Maka karena pikiran kita sudah "berpikir bahwa karya ini tidak baik", maka selanjutnya kita juga tidak tertarik untuk "merasakannya".


Penonton yang memiliki lebih banyak pembendaharaan objek estetis di kepalanya (bisa kita ganti dengan "pengetahuan") akan lebih mudah menikmati karya seni, ketimbang yang punya sedikit. Misalnya seperti ini, seseorang yang sudah terbiasa mendengarkan musik klasik, dengan seseorang yang saban hari mendengarkan musik dari industri pop, akan berbeda "perasaannya" ketika bertemu dengan karya musik yang punya komposisi yang rumit seperti lagu Dance of Eternity karya Dream Theatre. 


Seseorang yang biasa menyaksikan banyak jenis dan genre pertunjukan teater, dengan seseorang yang baru dua kali menonton teater dengan naskah yang "ringan", akan berbeda persepsi estetisnya ketika sama-sama menyaksikan sebuah pertunjukan teater absurd misalnya.


Jadi, sebenarnya bila merujuk ke pemikiran Dufrenne, menikmati dan memikirkan karya seni itu adalah hal yang saling berkaitan. Untuk bisa menikmati suatu karya seni, seseorang harus mampu merasakannya. Untuk bisa merasakan karya seni, maka seseorang tersebut harus mengetahuinya. Dan untuk mengetahui karya seni tersebut, yah seseorang harus memikirkannya.

Ads