Bagaimana Cara Memilih Diksi untuk Puisi? Ini Aspek yang Wajib Diperhatikan -->
close
Pojok Seni
13 July 2021, 7/13/2021 09:00:00 AM WIB
Terbaru 2021-07-22T04:13:43Z
ArtikelSastra

Bagaimana Cara Memilih Diksi untuk Puisi? Ini Aspek yang Wajib Diperhatikan

Advertisement
Bagaimana Cara Memilih Diksi untuk Puisi
Bagaimana Cara Memilih Diksi untuk Puisi

PojokSeni - Diksi adalah pilihan kata yang paling tepat guna, efektif, efisien, dan mampu menyampaikan pesan yang diinginkan oleh penulis dengan baik. Hal itu dikarenakan puisi merupakan sebuah karya yang memadatkan atau mengonsenterasikan sebuah pesan yang dalam, makna yang besar, bahkan berat bobotnya dalam tulisan yang cenderung pendek. Maka, diperlukan kemampuan dan pengetahuan berbahasa yang baik untuk mampu membuat puisi yang baik pula. 


Sering kita temukan ada banyak orang yang bahkan masih "babak belur" untuk urusan berbahasa (tulis), namun tiba-tiba memulai menulis puisi. Kemudian, rangkaian kalimat yang serampangan disebutnya sebagai sebuah puisi. Padahal, jangankan untuk aransemen kalimat, sedangkan memilih kata yang tepat saja sebenarnya bukan perkara yang gampang. Mungkin saja ada banyak yang menggampangkannya kemudian berlindung di balik "linguitica poetica" alias bahasa puitik yang "katanya" bebas dan tak beraturan itu. Dan, bagaimana cara memilih diksi untuk puisi?


Sebenarnya, tak beraturan yang dimaksud bukan berarti serampangan. Yah, berandalan dan gelandangan pun dua hal yang berbeda meski sama-sama tidak punya aturan, bukan? Bahkan untuk yang sama-sama berandalan misalnya, mafia dan preman pun tidak bisa disamakan meski sama-sama berbuat kriminal. 


Maka pertanyaan pemula yang baru ingin belajar puisi adalah, bagaimana memilih diksi yang tepat untuk puisi? Setidaknya ada empat aspek yang harus diperhatikan untuk memilih diksi. Jadi, bila Anda adalah seseorang yang ingin belajar membuat puisi, keempat aspek untuk memilih diksi berikut ini harus benar-benar diperhatikan.


Aspek yang diperhatikan untuk memilih diksi puisi


1. Aspek bunyi


Pada prinsipnya, puisi itu baru menjadi "puisi" ketika ia dibunyikan alias dibacakan. Jadi, pertimbangan pertama yang mesti diperhatikan dalam memilih diksi adalah bunyi yang dihasilkan kata tersebut. Misalnya, pesan yang ingin disampaikan adalah pekerja keras yang tetap bekerja meski di terik matahari. Kemudian, ketika menyusun kalimat, terpilih kalimat berikut ini:


Ia tak menyerah oleh terik matahari

tak berhenti meski tenggorokannya haus


Tentunya, pilihan kata tersebut bisa jadi indah di mata sebagian orang. Namun, penulisnya mesti mempertimbangkan lagi aspek bunyi agar ketika kalimat tersebut dibacakan, akan terasa indah ketika berbunyi. Contohnya, diubah menjadi seperti ini:


Ia tak menyerah meski panas menyengat

Juga tak akan berhenti meski penat


Maka penulis memilih "terik matahari" diganti dengan "panas menyengat", serta tenggorakan haus menjadi "penat" dengan pertimbangan bunyi.


2. Aspek bentuk


Bisa jadi Anda memilih kata tertentu berdasarkan bunyi. Meski demikian, juga mesti diingat bahwa puisi adalah sebuah karya tulis. Oleh karena itu, bentuk juga mesti dipertimbangkan dari segi artistik dan estetiknya. Pilihan bentuk disesuaikan dengan kalimat yang disusun. Seperti dalam contoh kalimat di atas:


"juga tak akan berhenti meski penat"


Dipilih kata "akan" ditambahkan di dalam kalimat agar baris kedua "juga tak akan berhenti meski penat" menjadi lebih seragam dalam hitungan jumlah kata dengan baris sebelumnya "ia tak menyerah meski panas menyengat". Pilihan bentuk tersebut juga akan berpengaruh dengan bunyi baris tersebut ketika dibacakan, termasuk juga "dibunyikan".


3. Aspek makna


Bentuk dan bunyi yang dipertimbangkan sebelumnya, tentunya tidak boleh mengorbankan makna. Pesan yang ingin disampaikan adalah roh dari puisi tersebut. Sedangkan bunyi dan bentuk adalah jasadnya. Tidak ada yang bisa dikorbankan dari keduanya. Itulah kenapa, penulis puisi mesti sangat jeli memilih kata yang tepat di tempat yang tepat, agar makna tidak menjadi kabur atau bias, dan malah makna aslinya yang hilang. 


Misalnya seperti kalimat berikut ini:


Bun, hidup berjalan seperti bajingan

Seperti landak yang tak punya teman

Ia menggonggong bak suara hujan

Dan kau pangeranku, mengambil peran


Contoh di atas sebenarnya bukan sebuah puisi, melainkan lirik lagu yang dinilai banyak pihak "berlirik puisi". Lirik lagu di atas untuk memberi contoh bahwa pertimbangan "bentuk" dan "bunyi" yang dipilih oleh penulisnya tidak memperhatikan aspek makna. 


Karena itu, ada banyak pilihan kata yang tidak mendukung makna seperti "hidup berjalan seperti bajingan". Maka, kata "bajingan" yang berarti "sangat lambat" (perubahan dari makna bajingan sebelumnya yang berarti penarik gerobak sapi") namun kata bajingan juga berarti "berandalan" karena pergeseran makna di kemudian hari. Kata "bajingan" yang dipilih merupakan salah satu kesalahan fatal karena membuat kalimat tersebut menjadi kehilangan makna aslinya.


Kalimat tersebut disambung dengan baris berikutnya "seperti landak yang tak punya teman" yang mungkin "asyik" bila dilihat dari aspek bunyi, namun lagi-lagi tak berkorelasi dan tidak menjelaskan kalimat sebelumnya. Padahal kalimat tersebut dimulai dengan kata "seperti" yang mengartikan bahwa baris kedua merupakan penjelas dari baris pertama. Namun, "landak yang tak punya teman" bukan pilihan yang bijak untuk menjelaskan "hidup berjalan" maupun "bajingan". 


Ditambah dengan pilihan "penyimpangan bahasa" dengan memadukan "menggonggong" dengan "suara hujan" yang sebenarnya tidak bijaksana untuk digabungkan. Berlanjut dengan "dan kau pangeranku, mengambil peran", di mana kata "pangeran" selalu berasosiasi dengan "laki-laki" (perempuan=puteri), sedangkan arah bicaranya adalah "bun" yang merupakan panggilan pendek untuk "bunda" dan tentunya berasosiasi dengan "perempuan".


Itu salah satu contoh kegagalan memperhatikan aspek makna meski mempertimbangkan aspek bunyi dan aspek bentuk. Kesalahan seperti ini sebaiknya dihindari bila Anda ingin belajar menulis puisi.


4. Aspek  sosial


Aspek terakhir adalah pilihan kata tersebut bisa diterima publik. Kemudian, produk puisi yang dihasilkan juga mesti memiliki kegunaan atau manfaat bagi publik pembacanya. Bisa jadi menyampaikan sesuatu yang baru sehingga bisa membuka cakrawala, ilmu pengetahuan, hingga respon psikis yang lebih dalam terhadap sesuatu hal. Bisa jadi juga, puisi tersebut mampu menyampaikan, menggiring opini, memprovokasi, menyarankan, dan sebagainya sehingga memiliki manfaat bagi pembacanya.


Demikian keempat aspek yang mesti diperhatikan sebelum mempertimbangkan kata yang tepat untuk puisi Anda. Jadi, bila Anda sedang memulai menulis puisi, maka perbanyak pembendaharaan kata di dalam kepala agar memiliki banyak pilihan untuk dipilih.

Ads