Kritik atas Eksploitasi Alam dalam Parodi Dhemit -->
close
Pojok Seni
03 June 2021, 6/03/2021 02:30:00 AM WIB
Terbaru 2021-06-03T08:50:20Z
Resensiteater

Kritik atas Eksploitasi Alam dalam Parodi Dhemit

Advertisement

Sumber foto: Channel youtube Curva Nomos


Oleh: Lingga Finolia*

“Sunggah kejam betul, manusia- manusia itu, lurahe, mereka rakus memakan apa saja. Oh, hijaunya dedaunan dan hangatnya sinar bulan purnama malam jum’at keliwon, telah mereka ganti dengan deru buldozer dan mesin- mesin. Lihatlah lurahe, mereka memakan apa saja, gunung, hutan, pulau, sungai, tanah, telaga...... dan juga memakan hati nurani mereka sendiri”


Pementasan Teater Tunggal Oiskonomos dengan naskah Dhemit karya Heru Kesawa Murti yang diselenggarakan pada tanggal 27 dan 28 Februari 2021 berlokasi di Taman Budaya Kalimantan Barat, Pontianak. Pementasan yang disutradarai oleh Azmi Putra Ramdianda ini mengemas cerita lakon dhemit menjadi suatu cerita lucu yang menghibur. Di dalam dialog yang sarat dengan sindiran tajam dan dekat dengan kondisi sosial dewasa ini menjadi cair di tengah gelak- tawa penonton yang riuh terdengar dari Channel Youtube Curva Nomos yang di upload pada tanggal 19 April 2021.


Seni pertunjukan ialah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok ditempat dan waktu tertentu. Pertunjukan biasanya melibatkan empat unsur yaitu: waktu, ruang, tubuh seniman dan hubungan seniman dengan penontan. Tapi pada saat ini, pandemi mengubah pertemuan tatap muka ke virtual atau biasa kita sebut dunia maya, kebijakan yang beredar untuk bekerja dari rumah adalah upaya memutuskan rantai penyebaran virus corona, yang membuat kita harus berhadapan dengan realitas baru, dunia virtual. Internet dipandang sebagai dunia bentuk yang lain, yaitu dunia maya. Segala aspek kehidupan dunia nyata ada di dalamnya, seperti dunia bisnis, politik, ekonomi bahkan senipertunjukan termasuk seni teater, seni teater adalah salah satu jenis kesenian berupa pertunjukan yang di pentaskan di atas panggung. Secara spesifik, seni teater menampilkan prilaku manusia dengan gerak, yang disajikan lengkap dengan dialog dan akting para pemainnya. 


Oleh karena itu ranah teater tak sedikit panggung daring yang nyatanya lebih tepat di sebut sebagai pemutaran vidio rekaman dokumentasi karya. Dalam pentas daring semacam itu, seni pertunjukan kehilangan keniscayaannya pembedanya dengan film sebagai peristiwa panggung yang tak bisa di ulang sama persis setiap pertunjukannya, salah satu pertunjukan teater yang memilih pentas dalam jaringan atau daring, (luring dengan penonton terbatas dan mematuhi protokol kesehatan) adalah pertunjukan dari teater tunggal oiskonomos dengan naskah Dhemit karya Heru Kesawa Murti.


Adrianus Heru Kesawa Murti, atau lebih di kenal Heru kesawa Murti saja, adalah anak ke dua pasangan kandung Kussudyarsana, seniman dan budayawan Jawa, dilahirkan oleh seorang wanita yang bernama ibu Sudjila, yang lahir pada 9 Agustus 1957 di kota seniman, Jogja. Seniman yang dikenal dengan julukan ‘pak Bima’ ini adalah keponakan dari  Bagong Kusudiardja, koreografer dan pelukis kenamaan, serta sepupu dari Butet Kertarajasa dan Jaduk Ferianto, dua seniman yang tak kalah tenar dengan pamannya. 


Heru Kesawa Murti kerap diidentikkan dengan teater gandrik, sebuah kelompok teater yang didirikan bersama sahabat- sahabatnya: Jujuk Prabowa, Susila Nugraha, Sepno Heryanto, Novi Budianto pada 13 September 1983. Heru adalah tulang punggung siaran Mbangun Desa TVRI Jogjakarta, dengan perannya sebagai pak Bima. Perannya disini pula lah yang membuatnya di kenal (sepanjang hidupnya) sebagai ‘pak Bima’. Heru Kesawa Murti juga menulis naskah sinetron diantaranya: Orang- orang Terasing, Kucing, Muara Putih Hati, Pena Tajam, Diam itu Indah, Gincu, Surat Untuk Wakil Rakyat, Serial Mbangun Desa, Serial Kompleks, Serial Gatot kaca, Serial Sirkuit Kemelut, Cinta dan Pasir, Serial Malio Boro, Serial Cermin, Serial Badut Pasti Berlalu, Dua Jaman, dan sebagainya, selain aktif menulis naskah sinetron, Heru Kesawa Murti Juga aktif Menulis Nakah Drama yaitu beberapa naskah yang di tulis oleh Heru Kesawa Murti: Tuan Presiden, Kismet, Meh, Kontrang- kantring, Pensiunan, Sinden, Pasae Seret, Isyu, Dhemit, Flu, Proyek, Juragan Abiasa, Kera- kera, Orde Tabung, Upeti, Buruk Muka Cermin di Jual, Brigade Maling, Departemen Borok, Para Wira Pantene, Mas Tom ( adaptasi dari ‘Tom Jones’- Hendry Fielding) Pandol, Pasar Seret Tiga dan masih banyak lagi. Heru Kesawa Murti wafat pada usia yang tergolong muda, pada tanggal 1 Agustus 2011 sebelum ulang tahunnya yang ke 54 Heru Kesawamurti menghembuskan nafas terakhirnya, dari berita yang beredar wafatnya heru dikarenakan serangan jantung.


Dhemit adalah istilah umum yang digunakan pada penampakan makhluk halus yng biasanya menjadi mitos di kalangan penduduk pada daerah- daerah pedalaman Indonesia, desa- desa bahkan di kawasan kota yang terkenal angker. Dhemit yaitu Demonen dan hermit pengertiannya memang sama dengan jin atau setan yang menunggu daerah tertentu, Figur jin merukapan simbol yang melebihi kekuatan manusia, dilihat dari judul naskah yang di tulis oleh Heru Kesawa Murti ini yaitu “Dhemit” telah menunjukan unsur warna lokal budaya tempatnya tinggal yaitu daerah Jawa. Dalam naskah ini demit sebagai penunggu pohon preh yang akan di gusur oleh para pekerja proyek. Berikut beberapa tokoh yang ada dalam naskah lakon dhemit diantaranya: Para dhemit yang cerdas, Rajeg Wesi sebagai kepala proyek yang tamat dan hanya memikirkan kepentingannya sendiri, tokoh Suli sebagai konsultan Rajeg Wesi yang sebenarnya menghormati mitos yang berkembang di masyarakat itu dan tidak ingin menebang pohon preh, Wilo dhemit laki- laki yang menculik Suli dari dunia kasar, Genderuo dhemit laki- laki yang cerdas dillihat dari beberapa dialognya ia juga seorang penganbil keputusan yang baik, Jin Pohon Preh sebagai lurah para demit yang bijaksana, Egrang digambarkan sebagai dhemit wanita, Kuntilanak dhemit wanita dengan tawanya yang khas, Sesepuh desa digambarkan sebagi orang yang baik yang bisa diajak kerjasama dengan bangsa demit, pembantu sesepuh desa di gambarkan sebagai gadis desa yang super aktif tetapi penurut. 


Tokoh- tokoh yang di gambarkan dalam naskah dhemit ini, sama sekali tidak menyeramkan seperti dhemit yang ada dalam pikiran manusia pada umumnya, para tokoh yang dihadirkan saat pertunjukan yang di gelar oleh teater Tunggal Oisnomos ini malah membuat para dhemit jadi terkesan lucu, Tawa kuntilanak yang biasanya menyeramkan bagi pendengarnya, malah membuat penonton tertawa saat kuntilanak keluar dengan suara tawanya yang begitu khas, Egrang dengan logat bicaranya yang keinggris- inggrisan tidak kalah mencairkan suasana, Rajeg Wesi Seorang kepala proyek yang di perankan oleh laki- laki tetapi dalam pementasan ini di pentaskan oleh seorang perempuan. Para tokoh dhemit yang cerdas dan arif meskipun mereka menganggap mereka sendiri adalah para dhemit yang bodoh.


Dalam video yang diunggah di channel youtube Curva Nomos yang berdurasi 1 jam, 31 menit, 45 detik ini, bermula dari para pekerja Rajeg Wesi yang terserang penyakit secara tiba- tiba, melihat hal itu Rajeg Wesi Marah besar karena progres proyeknya tidak berjalan sesuai keinginannya dan ia malah menyalahkan konsultannya yang bernama Suli, karena ia sering tidak puas dengan hasil kerja Suli dan menganggap Suli tidak becus dalam bekerja. Suli mencoba memberi usulan kepada bu Rajek Wesi untuk menghentikan ambisinya dan membuka lahan secukupnya saja, lalu membiarkan pohon preh tetap berdiri kokoh. Namun, Rajeg Wesi mengabaikan saran yang di berikan Suli, ia tetap ingin membabat seluruh area agar memperoleh keuntungan yang berlimpah terlihat dalam dialog Suli: “tapi itu beresiko”, Rajeg Wesi: “resiko nanti yang penting untung sekarang”, dan ia malah memiliki ide saat kunjungan bupati ke daerah itu nanti, terlihat dalam dialog Rajeg Wesi “aku punya usul, bagaimana kalau para pekerja yang sakit mendadak itu, kita make up saja wajahnya. Biar kelihatan wajahnya. Biar kelihatan waras. Lantas mereka kita suruh kerja keras saat kunjungan itu berlangsung. Sudah itu mati ndak apa- apa” kata bu Rajeg Wesi demi keuntungan  dan keberhasilan proyeknya. Melihat sifat serakah Rajeg Wesi, para hemit geram dan gusar lalu melaporkan hal itu kepada lurah Jin Pohon Preh, mereka kemudian memutuskan untuk mwnculik konsultan proyrk yang bernama Suli dengan harapan dapat menghentikan aktifitas proyek dan dapat bernegosiasi dengan kepala proyek.


Saat konsultannya hilang Rajeg Wesi sempat menuduh sesepuh desa sebagai dalang dari hilangsnya Suli, sampai akhirnya ia mengalah dan memohon bantuan dari sesepuh desa untuk mengembalikan suli yang diculik dhemit dengan imbalan memperhatikan kebutuhan warga desa setempat, mereka kemudian membawa sesajen dan memberikannya kepada jin pohon preh dan para demit dengan harapan jin pohon preh mau mengembalikan Suli, kemudian terjadi perundingan sesama demit, mereka sepakat untuk mengembalikan Suli, setelah sesepuh desa berhasil melakukan negosiasi dengan jin pohon preh dan para dhemit Suli dapat kembali ke dalam dunia kasar, tapi ternyata tawaran imbalan yang di janjikan oleh Rajeg Wesi ternyatra hanyalah tipu muslihat saja untuk mendapatkan keinginanya, mendengar hal itu sesepuh desa sangat marah dan berkata kepada bu Rajeg bahwa ia akan mendapat ganjaran, bu Rajeg Wesi sama sekali tidak peduli, ia tetap melanjutkan ambisinya, dia menghancurkan kawasan itu dengan menggunakan dinamit, dan pada akhirnya dinamit itu juga menghancurkan dirinya sendiri.


Beberapa unsur penunjang pertunjukan Dhemit


Seperti yang kita ketahui, setting adalah penggambaran waktu, tempat, dan suasana terjadinya sebuah cerita. Dalam pertunjukan Dhemi yang disutradarai oleh Azmi Putra Ramdianda ini menggunakan seting yang dihadirkan secara utuh, Azmi coba untuk merealilsasikan pohon preh ke atas panggung, guna untuk memperjelas tempat dan suasana yang diinginkan, baik yang tergambar dalam naskah maupun keinginan atau konsep sutradara itu sendiri, tidak hanya pohon preh, sutradara juga menghadirkan buldozer di sebelah kiri panggung, posisi buldozer itu menghadap ke pohon preh seakan siap untuk menumbangkan pohon itu kapan saja. Saat pergantian adegan dari adegan dua ke adegan tiga, terlihat pertukaran setting, saya tidak dapat melihat jelas bagaimana perpindahan dan teknis pergantian settingnya saat masuk pada adegan tiga, karena terjadi pengcutan vidio, dan di rekam kembali setelah setting terpasang rapi di panggung, pada adegan tiga ini, perpindahan adegan ditandai oleh munculnya dua pembantu sesepuh desa dan saat bu Rajeg Wesi menemui sesepuh desa, setting yang di hadirkan yaitu rumah sederhana milik sesepuh desa yang ia huni bersama kedua pembantunya, ketika adegan tiga selesai kemudian masuk ke adegan empat, video kembali dipotong ketika perpindahan setting, di dalam video yang di upload pada channel youtube curva nomos ini kembali di sambung saat setting telah kembali seperti semula dengan pohon preh di kanan panggung dan buldozer di kiri panggung, di tengah- tengahnya nampak pula beberapa pohon yang sudah di tebang para pekerja, yang kemudian menjadi tempat duduk para dhemit, upaya sutradara untuk menghadirkan setting secara utuh sudah terlihat, persiapan setting barangkali dilakukan secara maksimal oleh tim produksi.



Pemilihan penggambaran suasana oleh sutradara melalui sound efec, dibantu juga oleh efek asap- asap yang biasanya di simbolkan sebagai tempat yang angker membuat suasana terasa seram dan cocok, saat sesepuh desa membawakan sesajen untuk jin pohon preh (lurah) dan para dhemit, ditandai dengan dialog salah satu demit yang bernama Egrang “Kurang serem lurahe, lebih serem lagi dong”, jin pohon preh lalu mengulangi dialognya “sesepuhhhh desaaaaa...” (sedikit di panjang- panjangkan agar terlihat seram dibantu dengan sond efec dan asap- asap yang lalu lalang diantara mereka, keputusan sutradara dirasa tepat.


Kostum memiliki fungsi untuk menghidupkan karakter tokoh. Kostum juga dapat membantu kita mengidentifikasi tokoh satu dengan tokoh lainnya, selain kostum, salah satu unsur pendukung lain yang tidak kalah pentingnya yaitu properti dan hand properti, properti dalam seni teater yang kita ketahui ialah semua perlengkapan yang dibutuhkan saat pementasan teater, properti dan hand properti ini keberadaannya sangat penting karena sifatnya menunjang pertunjukan. Dalam pertunjukan dhemit yang dibawakan oleh teater tunggal oiskonomos, dengan cermat memilih kostum yang tepat sehingga penonton dapat dengan mudah mengidentifikasi masing- masing tokoh berdasarkan kostumnya, seperti bu Rajeg Wesi dengan kostum lapangan, ditambah dengan sepatu dan topi yang menunjang identitasnya sebagai kepala proyek, Suli perempuan cantik dengan kostumnya yang rapi, menunjukan bahwa ia adalah seorang konsultan, ditambah dengan berkas- berkas yang selalu ia bawa, sesepuh desa dan pembantunya juga memakai kostum yang sesuai peranannya sebagai orang kampung, Jin Pohon Preh dengan tongkat tongkatnya yang khas, biasanya menyimbolkan seorang raja atau pemimpin para dhemit, Genderuwo dengan kostumnya terlihat  lebih kekar dan seram dengan suaranya yang serak, kemudian yang sedikit berbeda yaitu Egrang sebagai dhemit perempuan dengan memakai baju panjang mirip baju kunti, tetapi ia membawa koper saat masuk, karena ia dan para dhemit lainnya ingin pindah dan mencari tempat tinggal baru, kaerena tempat tinggalnya sudah di gusur oleh manusia, ia juga menggunakan topi lebar yang biasanya digunakan oleh para manusia saat akan pergi berlibur ke destinasi wisata seperti pantai dan pulau, tak kalah tampil berbeda, kuntilanak juga masuk dengan properti yang tak biasa yaitu kipas, dimana kuntilanak tampak asik berkipas saat berdialog dengan sesama bangsa dhemit.


Parodi kisah Dhemit yang dijadikan kritik sosial


Adegan demi adegan dalam pertunjukan dhemit berjalan secara teratur dan penyajian pertunjukan tidak membosankan meskipun sarat dengan kritikan, karena di bungkus rapi dengan komedi dan terasa realistis. Sifat ambisius kepala proyek yang bernama Rajeg Wesi mencerminkan pelaku eksploitasi lingkungan, terlihat dari pribadinya yang kekeh untuk merobohkan pohon preh yang di huni oleh para dhemit, dengan segala cara meskipun terjadi konflik antara dhemit dan pekerja proyek, dalam hal ini kita dapat mellihat sifat manusia yang tamak dan tidak menghormati orang lain, bahkan masih sering kita jumpai banyak kaum atas menindas kaum bawah dengan menggunakan kekuasaannya.


Pertunjukan dhemit yang dipentaskan oleh teater tunggal oiskonomos tidak hanya membahas persoalan itu, tetapi di sini terlihat sutradara juga memanfaatkan isu yang ada di tengah masyarakat saat ini kemudian di adaptasi dalam beberapa dialog, terlihat pada adegan ke tiga, penggambaran tokoh pembantu sesepuh desa di buat sedikit berlebihan, dengan pembahasan yang begitu kekinian, dua orang pembantu sesepuh desa itu bahkan meributkan satu hal yang sebenarnya tidak penting dan hanya menghabis- habiskan waktu mereka secara sia- sia untuk memperdebatkan masalah skin care dan kecantikan, di dalam ini juga terlihat adaptasi dialog dimana ada tambahan dialog yang di ucapkan oleh pembantu sesepuh desa yang tidak ada di dalam naskah yang di tulis oleh Heru Kesawa Murti, dimana pembantu sesepuh desa ini mengucapkan beberapa dialog seperti “biasa lah” yang sering terdengar dalam sosial media yang biasa di sebut “tik tok” yang sedang marak perkembangannya di kalangan anak muda saat ini, selain itu pada adegan ke empat saat sesepuh desa membawa sesajen untuk jin pohon preh dan para dhemit, guna membantu Rajeg Wesi untuk mengembalikan Suli yang di culik oleh Wilwo salah satu dhemit sebagai jalan negosiasi antara dhemit dan Rajeg Wesi, terdengar pula adaptasi dialog yang di selipkan, terdengar di ucapkan oleh lurah jin pohon preh para dhemit saat menjawab perkataan dari sesepuh desa, dia mengatakan “begitulah sifatnya upeti, sedikit- sedikit lama- lama akan menjadi banyak seperti virus corona, Juga saat sesepuh desa berkata “Jika di rasa kurang jin pohon preh, akan saya tambah lagi dengan kemenyan” jin pohon preh menjawab “menyan? Lumayan untuk vaksinya”, dialog- dialog semacam itu membuat pertunjukan terasa lebih dekat dengan keadaan sosial dewasa ini.


*Lingga Finolia adalah Mahasiswa ISI Padangpanjang jurusan Teater

Ads