Catatan Rudolf Puspa: Teater, Tiada Hari Tanpa Latihan -->
close
Pojok Seni
21 July 2020, 7/21/2020 10:34:00 PM WIB
Terbaru 2020-07-21T15:34:14Z
Artikelteater

Catatan Rudolf Puspa: Teater, Tiada Hari Tanpa Latihan

Advertisement
Pementasan Biduanita Botak


“Segala bisa asal mau”

Kalimat tersebut diucapkan Retno tokoh pelacur dari naskah karya Arifin C Noer berjudul “Mega Mega”. Awalnya mengartikannya sebagai pesan moral yang bersifat umum. Hal yang memang bagus bila bisa dilaksanakan dalam hidup sehari-hari. Karena terlalu banyak kalimat bagus pengertiannya dalam naskah Mega Mega maka awalnya tidak terjadi focus penekanan tertentu sehingga porsi yang diberikan hampir sama.

Ketika pementasan Mega Mega melewati angka 50 kali dan hampir dua hari sekali manggung barulah mulai kalimat tersebut dalam kegiatan sehari-hari ketika berkeliling sering mencuat menjadi sebuah jawaban ketika menghadapi sesuatu yang tampaknya sulit, berat bahkan sepertinya mustahil. Bahkan makin bertambah umur keliling kalimat tersebut menjadi semacam “dalil” atau “sikap” hidup teater keliling.

Mengalirlah kalimat tersebut menjadi kekuatan dasar untuk berhasil menjadi aktor teater. Catatan ini hanya akan bicara tentang ke aktoran saja. Siapapun yang datang untuk ikut berkiprah sebagai aktor akan mengawali dirinya menterjemahkan kalimat “asal mau”.  Dengan memahami bahwa sebagai aktor harus berani menggembleng dirinya agar “mau” terus menerus berada dalam lingkaran kegiatan teater.  

Tentu saja akan menghadapi tantangan berat untuk bisa menggunakan waktu sehari2nya siang malam menempa diri agar secara fisik hingga emosi siap menjadi aktor yang mumpuni.

Tidak aneh jika dalam ilmu teater dikatakan bahwa “seni” dimulai ketika masalah teknik telah selesai. Bagi aktor yang dimaksud teknik adalah mengenai hal2 yang berkaitan dengan keperluan acting. Misalnya tehnik pernafasan, konsentrasi, ingatan emosi, penguasaan bentuk, ruang, kerjasama, vokal dan semua hal yang berhubungan dengan penampilan fisik dan selanjutnya emosi, rasa, mental dan hal2 abstrak lainnya. 

Jika Boleslavsky membagi teknik menjadi 6 hal dan tiap satunya diperlukan waktu setahun berlatih maka hal itu untuk memberitahukan bahwa perlu waktu yang panjang berlatih menjadi aktor.

Beruntung saya memilih untuk pentas keliling. Dari pengalaman keliling itulah saya bisa menerima bahwa untuk mencapai taraf aktor yang profesional memang diperlukan memakai seluruh waktu hidupnya untuk terus menerus bergulat dengan teater. Ini berarti aktor adalah “pekerjaan”, bukan sekedar hobi. Ekstrimya mimpi yang muncul ketika tidurpun berisi kegiatan teater. Karena berkeliling yang bukan satu dua hari tapi yang terlama mencapai 6 bulan tentu punya waktu dan ruang untuk bisa bersama-sama. 

Sejak bangun pagi hingga tidur malam terus menerus bicara tentang teater. Apa yang terasa kurang segera dilatihkan. Terus menerus berani mencoba, berexperimen sehingga semakin mantap.

“Segala bisa asal mau” terbukti memiliki kekuatan yang besar untuk melatih diri hingga mencapai apa yang kita tuju. Namun sebaliknya juga menyadari bahwa ternyata untuk memiliki kemauan tidak semudah mengucapkan sebuah impian.  Apalagi seni teater yang merupakan kegiatan kesenian yang tidak sendiri. Selain tiap2 individu memiliki kemauan maka juga harus dibarengi kemauan bersama. Merajut kemauan bersama itulah yang sering diperlukan disiplin yang kuat sebagai satu kelompok. Untuk mencapai kemerdekaan bangsa diperlukan puluhan tahun membentuk kemauan bersama untuk merdeka. 

Sejarah membuktikan selalu saja terjadi lambat jalannya perjuangan akibat terjadinya anggota yang malas, bahkan yang menjadi duri dalam daging hingga pengkhianatan. Pengalaman perjalanan keliling telah mencatat terjadi hal buruk seperti itu misalnya tiba2 menghilang ketika pentas akan mulai. Namun senjata ampuh “segala bisa asal mau” bisa berhasil mengatasinya.

Tentu bisa dipahami bahwa hidup terlalu serius hanya berpikir pada satu hal bisa melelahkan otak dan mental. Untuk itu diperlukan kemampuan mengatur irama kehidupan sehari2nya. Ada waktu istirahat, makan, bebersih diri, bercanda dan sebagainya yang diperlukan manusia dalam hidup sehari2nya. Namun saya tetap meyakini jika diri kita telah menjadi manusia utuh dengan profesinya maka segala hal tersebut akan tetap berwarna sebagai seniman teater. Bahwa berucap yang mengandung hal-hal tersirat, menyampaikan kritik, berkelakar, akan bersuara yang mengandung pesan-pesan. 

Hal ini saya rasakan bisa terbentuk dari kegiatan pentas keliling yang panjang. Kita akan terlatih untuk tidak menjadi tong kosong bunyinya nyaring. Tapi bersuara nyaring namun tidak kosong. Tong yang padat berisi segala butir2 sedih gembira ,panas dingin, asam manis kehidupan yang sehari2 dijalani. Tertawa lucu namun tetap mengandung pesan2 serius. Dan ini tanpa disadari merupakan bentuk latihan yang menjadikan aktor berdaya improvisasi yang kuat dan tepat dalam menyuarakannya.

Ketika sudah mengatakan mau jadi aktor, maka konsekwensinya berani dan mampu menjawab  kewajiban menjalani aturan2nya. Apa yang sudah dilakukan hari ini agar tubuh tidak kaku, agar vokal tidak serak, agar peka merasakan apa yang sedang terjadi disekelilingnya? Lalu apakah yang sudah dilakukan kemudian dipikirkan apa sudah ada perubahan atau menemukan hal baru? Ilmu apa yang hari ini diserap, dibaca, dipelajari? Bertemu siapa atau apa dan melakukan apa dengan yang ditemukan? 

Jika laku seperti ini  telah menjadi kebiasaan sebagai latihan menjadi aktor maka cepat atau lambat impian akan terjawab. Pembuktiannya adalah di panggung ketika pentas. Persoalannya kemudian adalah bisakah terus menerus mendapat atau membuat pementasan? Bagaimanapun juga aktor bagai pilot bahwa jam terbang sangat menentukan sehingga akan mendapatkan nilai semakin tinggi sehingga siap menerbangkan pesawat jenis apapun. 

Aktor akhirnya akan sampai pada perasaan at home ketika berada di panggung. Karena panggung adalah rumahnya maka akan tampak indah dan enak dilihat ketika berada di sudut manapun dan melakukan apapun.

Akhirul kata kita semua akan menjadi paham apa yang dimaksud Arifin C Noer yakni

“Segala bisa asal mau”.

 

Jakarta 21 Juli 2020.

Rudolf Puspa
Email: pusparudolf@gmail.com

Ads