10 Pelukis Ikuti Pameran Virtual Seni Rupa Peace in Chaos -->
close
Pojok Seni
08 June 2020, 6/08/2020 01:12:00 AM WIB
Terbaru 2020-06-07T18:12:46Z
Beritaevent

10 Pelukis Ikuti Pameran Virtual Seni Rupa Peace in Chaos

Advertisement
Ilustrasi Lukisan


PojokSeni - Pameran senirupa virtual dengan tema “Peace In Chaos” adalah sebuah pameran yang terjadi sebagai dampak global pademi Covid 19 yang melanda seluruh bangsa, tanpa kecuali Indonesia. Pameran senirupa yang sangat spesial, bukan hanya bagi peserta pameran dan tim pendukung pameran, namun juga karena pameran dapat terlaksana dalam kondisi Pandemi Covid 19. Kebijakan physical distancing, work from home, tak menyurutkan semangat para seniman, berikut seluruh team mencari jalan keluar supaya pameran tetap dapat mewujudkan.

Sebuah pameran seni rupa yang telah direncanakan sejak akhir tahun 2019, pameran yang diikuti oleh 10 peserta ini direncanakan akan digelar dalam ruang pamer. Namun, fakta berkata lain, Pandemi Global Virus 19 melanda, sehingga sejak Maret 2020. Semua kegiatan tatap muka bergeser menjadi kebijakan menjaga jarak fisik. Melalui beberapa kali diskusi, akhirnya tim memutuskan pameran tetap dilangsungkan dalam bentuk virtual, dengan tema Peace In Chaos.

Koordinator pameran Sukri Budi Dharma dalam pers rilisnya menyebutkan Peace In Chaos dimaknai sebagai sebuah pameran yang memahami keadaan namun tidak menyurutkan aktivitas dan semangat di dalam kondisi yang tidak bersahabat. Pameran akan diluncurkan pada 11 Juni 2020 dan dapat diakses melalui media sosial YouTube, Instragram dan Facebook.

Seluruh peserta pameran “Peace In Chaos” adalah seniman dengan beragam disabilitas, dari tujuh provinsi di Indonesia. Mereka adalah Agus Yusuf (Madiun), Anfield Wibowo (Jakarta), Bagaskara Maharastu Pradigdaya Irawan (Yogyakarta), Lala Nurlala (Bandung), Laksmayshita Khanza Larasati Carita (Yogyakarta), Mochammad Yusuf Ahda Tisar (Lampung), Rofita Rahayu (Yogyakarta), Wiji Astuti (Yogyakarta), Winda Karunadhita (Bali), Yuni Darlena (Bengkulu). Seluruh karya dikurasi oleh Jajang Kawentar, seorang seniman sekaligus kurator alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan aktif dalam kegiatan-kegiatan seni.

"Pameran juga melibatkan seorang pemusik. Dia adalah Nubuat Muhammad Maghribi, difabel netra asal Yogyakarta. Aat, nama panggilannya, lagu yang dia ciptakan menjadi back song pada pameran virtual seni rupa Peace in Chaos," kata Sukri Budi Dharma.

Pameran ini berawal dari art project yang sudah berjalan pada beberapa bulan sebelumnya. Lahir dari keresahan tatanan sosial atas dunia seni khususnya bagi difabel seniman. Kemudian dituangkan dalam dialog dan diskusi konstruktif, yang diwujudkan dalam proses berkarya. Namun demikian, seiring berjalannya waktu beberapa rencana harus berubah dan menyesuaikan kondisi yang tengah terjadi dan memunculkan tema Peace in Chaos.
 
"Tantangan demi tantangan dihadapi dalam proses persiapan pameran virtual. Salah satunya teknis pameran yang tidak biasa dilakukan oleh peserta pameran. Sehingga setiap peserta dituntut dapat menyesuaikan diri dengan  teknis pelaksanaan pameran, sebagai contoh aset-aset audio dan video. Sementara tim audio visual, juga berjibaku membuat tayangan inklusif, sehingga pameran dapat diakses oleh semua penikmat seni tanpa terkecuali difabel dengan beragam kebutuhan yang menyertai," lanjut dia.

Bukan hanya persiapan teknis yang membuat pameran kali ini berbeda. Ada beberapa hal yang perlu menjadi catatan dalam pameran Peace In Chaos. Yaitu, para peserta tetap menjaga asa mereka, terus berkarya, menumbuhkan semangat berbagi, dengan menyisihkan penjualan karya untuk membantu sesama difabel perupa lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa difabel bukan hanya menjadi objek pada berbagai situasi, melainkan subjek dengan berperan aktif serta mampu berkontribusi bagi sesama.

"Catatan yang tidak kalah penting, pameran dapat terwujud berkat sikap team work seluruh peserta dan team. Kerja keras, teguh pada prinsip, tak lelah melahirkan ide dan gagasan, menemukan solusi atas setiap persoalan yang timbul," terang Sukri.

Dari berbagai catatan proses yang ada, tersemat harapan positif. Semangat mengawali pameran hingga proses yang dilalui, dapat terus hidup dalam diri para seniman dan seluruh team. Selanjutnya dapat direplikasi oleh siapa saja, di mana saja, sehingga paska pendemi, berkarya dan berkreasi menjadi kebutuhan bukan beban. Tidak berlebihan jika dikatakan pameran Virtual Peace In Chaos adalah pameran senirupa yang sangat spesial, pameran yang tetap menjaga asa dan berdamai dalam kondisi pandemi.

Ads