Semangat Nasionalisme "Baperan" yang Jadi Makanan Empuk Kapitalisme -->
close
Pojok Seni
30 November 2019, 11/30/2019 02:56:00 AM WIB
Terbaru 2019-11-29T19:56:18Z
Artikel

Semangat Nasionalisme "Baperan" yang Jadi Makanan Empuk Kapitalisme

Advertisement

pojokseni.com - Dua tahun silam, di YouTube, ketika penyanyi internasional asal Indonesia, Agnez Mo melempar video klip berjudul "Coke Bottle", seorang warganet asal Malaysia berkata bahwa Agnez Mo adalah warga negara Malaysia.

Apa yang terjadi selanjutnya? Akun warganet asal Malaysia tersebut diserang habis-habisan. Ia bahkan berkata, sebenarnya ia hanya main-main, karena tahu "nasionalisme" orang Indonesia. Juga mudah panas dan marah, apabila ada sesuatu "milik" Indonesia yang diklaim negara lain.

Kembali lagi ke video klip itu, di hari pertama keluar, sudah ditonton sampai ratusan ribu orang. Dan bila Anda melihat kolom komentar, maka bisa Anda pastikan bahwa 80 persen komentar tersebut berasal dari orang Indonesia.

Yah, seperti biasa, selain pujian dan hinaan, Anda juga akan menemukan perdebatan. Mudah panas, cepat marah, suka berdebat dan akhirnya warga negara lain juga sudah hafal tipikal warganet Indonesia di dunia maya.

Sampai beberapa hari terakhir, masih publik figur yang sama, Agnez Mo, menyebutkan bahwa dirinya adalah warga negara Indonesia yang minoritas. Bahkan tidak ada darah Indonesia di dalam dirinya. Itulah kenapa lidahnya bisa cepat berbicara Inggris dengan logat atau aksen yang bahkan tidak ada Indonesianya sama sekali.

Kalimat "tidak ada darah Indonesia" jadi bahan rundungan. Agnez Mo di-bully habis-habisan, dan tidak sedikit yang meminta Agnez Mo pergi dari Indonesia. Entah karena semangat nasionalisme, atau karena hal lainnya, muncul lagi dikotomi tradisional; pribumi vs pendatang.

Merasa mencintai negara, alhasil warga Indonesia mulai mengagung-agungkan sosok orang Indonesia lainnya yang berhasil di luar negeri. Ternyata, bagi para praktisi kapitalisme, hal itu sangat menguntungkan. Beberapa film Hollywood membawa nama-nama aktor Indonesia di dalam filmnya. Mulai dari Star Wars sampai Fast an Furious. Hasilnya, film itu laku keras bak kacang rebus, laris manis dan bisa jadi untuk dapat kebagian nonton harus pesan tiket lebih cepat.

Pengguna Facebook, Twitter dan lain-lain yang merupakan buatan Amerika, sebagian besar adalah warga Indonesia. Lewat akun-akun pribadi mereka, nasionalisme terus dikumandangkan. Ada tempat di Indonesia menjadi setting video klip artis luar negeri, maka video tersebut akan laku keras. Kunjungan orang-orang ternama di luar negeri dan dunia ke Indonesia mendapat perhatian serius. Uniknya, penjualan tiket K-Pop di Indonesia juga laku keras. Siapapun band luar negeri yang hadir ke Indonesia, dari band lawas era Deep Purple sampai yang paling baru semacam Lany, tak pernah sepi penonton.

Pokoknya, Indonesia menjadi pasar yang sangat empuk bagi siapapun. Manajemen artis, brand alat elektronik, software, aplikasi dan sebagainya. Maka, semangat nasionalisme, cinta negara yang terus digaung-gaungkan, berpadu dengan sikap mudah marah, literasi rendah, dan baperan, selalu menimbulkan celah yang besar bagi praktisi kapitalisme untuk merengguk keuntungan sebesar-besarnya di negeri ini. Padahal, kita tahu dengan pasti bahwa nasionalisme itulah yang menjadi modal untuk membangun bangsa ini. (ai/pojokseni)

Ads