Rumah Seni Lalonget Gelar Alalabang: Retorika Kerinduan -->
close
Pojok Seni
24 June 2019, 6/24/2019 04:02:00 AM WIB
Terbaru 2019-06-23T21:02:17Z
eventteater

Rumah Seni Lalonget Gelar Alalabang: Retorika Kerinduan

Advertisement


pojokseni.com - Rumah Seni Lalonget mempersembahkan Alalabang (Road Show) 3 kota. Pentas bertajuk "Retorika Kerinduan" ini akan dipentaskan di tiga kota antara lain Teater Soekamto Surakarta pada tanggal 8 Juli 2019. Berlanjut ke Fieldtrip Performing Art Yogyakarta tanggal 10 Juli 2019, dan terakhir di Dewan Kesenian Jepara tanggal 12 Juli 2019.

Pengantar Retorika Kerinduan:


Sebutlah dalam tradisi “tèra’ bulân” (Jawa: padang bulan), yang penuh kehangatan. Tradisi itu mempraktikkan adanya interaksi sosial yang begitu kental, dibumbui dengan nyanyian anak-anak, permainan tradisional, ritual ojhung memohon hujan, macapat, dongeng, tarian dan sebagainya. Tapi keadaan saat ini berbeda. Tradisi itu kini sudah tidak pernah dilakukan lagi saat bulan purnama tiba.

Berbagai faktor menyebabkan orang-orang Madura pergi menginggalkan tanah kampung halamannya dan melupakan tradisi tèra’ bulân. Motif ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab keadaan saat ini. Hidup mereka terjebak dalam tuntutan kerja. Lingkungan sosial mereka sebatas gadget. Praktik kehidupan sosial masyarakat Madura telah berubah dari humanis ke mekanis.

Pada kondisi inilah kerinduan diaktifkan sebagai jembatan untuk menghubungkan keadaan ‘lalu’ dan ‘kini’. Menjadi sebuah jalan bagi perjumpaan sejarah dan identitas diri dengan dinamika sosial di luar lingkungan dan budayanya. Jembatan itu bernama pertunjukan.
Sebab tubuh mesti terus digerakkan sekalipun dengan irama bising mesin. Mamaca mesti terus ditembangkan meskipun dengan iringan musik alarm. Lagu dolanan mesti terus dinyanyikan di bawah benderang lampu jalanan. Dongeng mesti disampaikan di tengah kota yang tak pernah tidur. Dan ritual mesti terus dilakukan di masa-masa menunggu musim dan masa-masa musim menunggu.

Dalam lakon pertunjukan, kami menyebut orang-orang tanah kapur bagi mereka yang masih tinggal di ‘dalam’ kampung halaman, dan orang-orang tanah logam bagi mereka yang sudah berada di ‘luar’ Madura, di perantauan untuk mencari pekerjaan. Cerita disampaikan dengan cara musikalitas orang Madura, baik dalam bahasa, tubuh, intonasi, gerak dan lagu. Diikat dalam kesatuan dinamika agraris dan maritim.

Selamat berapresiasi! Salam. (pojokseni.com)

Ads