Darkness Is White: Antara Keindahan dan Kekuatan Jiwa Lempad -->
close
Pojok Seni
14 June 2019, 6/14/2019 11:11:00 PM WIB
Terbaru 2019-06-14T16:11:05Z
Artikelevent

Darkness Is White: Antara Keindahan dan Kekuatan Jiwa Lempad

Advertisement

Pameran Multimedia Karya Lempad, Pembaharu Seni Lukis Tradisional Bali


pojokseni.com – Pada 19 Juni – 7 Juli 2019, Yayasan Bali Purnati dan Komunitas Salihara menyelenggarakan pameran multimedia karya Lempad, pembaharu seni lukis tradisional Bali. Pameran diadakan di Komunitas Salihara, Jakarta.

Acara yang diselenggarakan dengan mengandeng WIR Group ini mengangkat tema: Darkness is White. Selain pameran lukisan konvensional dan pemutaran film Lempad karya John Darling, pameran ini juga menggandeng perusahaan technology digital reality yang akan menyajikan multimedia berupa video mapping dan augmented reality (AR), sebuah teknologi yang dapat menyatukan antara dunia nyata dengan dunia digital.

Adapun pertunjukkan visual mapping didukung penuh oleh proyektor Epson dengan teknologi 3LCD yang membuat hasil tampak detil dan nyata. Dengan kecerahan sampai 7000 lumens dan sumber cahaya laser, Proyektor Epson mampu berkolaborasi dengan karya dari seniman untuk menciptakan suatu karya seni dengan warna yang nyata, gambar yang detail dan efek yang mengagumkan.

Dengan dua teknologi itu, diharapkan pameran ini bisa dinikmati tak hanya pecinta seni di lingkaran yang sudah ada selama ini (seperti pelukis, dosen, kurator) namun juga kalangan anak muda, generasi milenial dan audiens yang lebih luas lainnya. Gagasan besar dari pameran multimedia adalah "masuk ke pikiran Lempad", yang melibatkan tiga indera manusia utama (pendengaran, penciuman, dan penglihatan) yang diterjemahkan ke dalam musik eksperimental, aroma spesifik dari berbagai ritual, dan permainan gambar "digital" lukisan dan dokumentasi karya Lempad.

Kalau di bidang sastra ada dua naskah yang menjadi perbincangan di kancah dunia internasional, yakni Serat Centhini—sebuah kitab sastra klasik dan ensiklopedia Jawa—dan La Galigo—epik mitos penciptaan dari peradaban Bugis di Sulawesi Selatan yang merupakan kitab sastra klasik terpanjang di dunia—maka karya-karya Lempad adalah sebuah ikon dan simbol keabadian budaya Bali, di mana Bali adalah jendela unggulan Indonesia menuju dunia.

Lempad adalah seorang guru abadi dengan jiwa Bali, namun pikiran dan karyanya universal. Beliau adalah tokoh pembaharu seni Bali. Melalui karya-karyanya, masyarakat bisa melihat karya Lempad dan rasa cintanya yang besar pada orang-orang di sekelilingnya, makhluk dan alam sekitar dalam kehidupannya. Lempad melukis dengan jiwanya.

Ia menyajikan keindahan sekaligus menyebarkan energi positif bagi orang lain. Tanpa melupakan kekuatan seni lukis tradisional Bali hasil proses evolusi berabad-abad, imajinasi beliau merevolusi seni Bali dengan menyerap perkembangan moderen. Banyak karyanya menyatukan dunia spiritual berbaur harmonis dengan rutinitas sehari-hari. Beliau membawa seni lukis Bali hingga tersohor ke seantero dunia. Banyak karyanya dikoleksi berbagai museum penting di dunia.

Selama masa pameran berlangsung, akan diadakan talkshow setiap hari Rabu, pada 19 Juni 2019, 26 Juni 2019 dan 3 Juli 2019. Para pembicara yang dihadirkan akan membicarakan beragam tema yang berkaitan dengan Lempad. Pada tanggal 19 Juni 2019 akan diawali dengan membahas tema “Universal Lempad“. Pembicaranya adalah Dr. Jean Couteau membahas topik “Lempad dan Dunianya", Puri Saren Agung ("Lempad di Mata Tjokorda Gde Agung Sukawati”), Restu Imansari ("Mengangkat Tradisi dalam Konteks Kontemporer"), Daniel Surya (“Menjembatani Tradisi dengan Teknologi”), Daniel Jusuf (“Lempad di Mata Kolektor Muda”).

Rabu kedua yang berlangsung tanggal 26 Juni membahas tema “Pitamaha”. Pembicaranya, I Wayan 'Kun' Adnyana ("Letupan Kreativitas Lempad di Gerakan Pitamaha”), Anak Agung Gde Rai dari Arma Museum (Seni Rupa Bali dan Peran Museum Ubud”). Pada Rabu ketiga yang berlangsung tanggal 3 Juli dengan tema “Arts of Today, Yesterday and Tomorrow“ menghadirkan pembicara Goenawan Mohamad (“Lempad di Antara Tokoh Dunia dalam Makna, Garis dan Waktu”), Cok Ibah atau Tjokorda Raka Kerthyasa (“Lempad: Nilai Sejarah Tinggi dan Misterius”), Ketut Budiana ("Seni Rupa Pedesaaan & Cara Baru”).

Pameran karya-karya Lempad yang baru pertama kali diadakan di Jakarta ini diselenggarakan untuk mengenang jasa beliau sebagai tokoh evolusioner yang membawa seni lukis Bali hingga tersohor dan karya-karyanya telah dikoleksi berbagai museum penting di dunia.

Dengan mempersembahkan karya Lempad dalam sebuah pameran yang dikemas dengan cara menarik ini diharapkan bisa memperlihatkan kebesaran seorang Lempad yang berkarya untuk mempersembahkan kemurahan hatinya bagi para dewa dan juga untuk mengajar keluarga, teman dan orang lain. Lempad meninggalkan banyak karya-karyanya dalam keadaan seperti belum selesai namun ia menikmati tampilan estetika dari yang belum selesai itu. Lempad tidak melanjutkan pekerjaannya karena mungkin ia berharap generasi selanjutnya yang meneruskan karyanya itu. Secara halus ia mengajarkan seni pada generasi muda.   

Pameran “LEMPAD: Darkness is White” ini berada di bawah naungan Puri Saren Agung, Ubud, didukung oleh Yayasan Bali Purnati, Komunitas Salihara, Epson, WIR Global dan Darmawan Associates. Menampilkan koleksi Lukisan Museum Puri Lukisan, Ubud – Museum Arma, Koleksi pribadi Daniel Yusuf kolektor mudah pencinta Lempad.

TENTANG I GUSTI NYOMAN LEMPAD


Lempad adalah seorang maestro seni lukis dan berperan penting dalam mengawali tonggak perkembangan seni lukis Bali baru. Ia adalah tokoh pembaharu yang melakukan perubahan radikal (evolusi) seni lukis tradisional Bali yang hidup sebelumnya dalam kurun waktu berabad-abad lamanya. Lukisan Lempad menampilkan transformasi estetik seni lukis klasik Bali menuju seni lukis Bali modern yang mengambil sumber dari kearifan lokal Bali.

Lempad lahir tidak diketahui waktu tepatnya, namun diperkirakan sekitar tahun 1862. Ia menikah ketika Krakatau meletus pada tahun 1883. Lempad tumbuh dalam kehangatan dan kebijaksanaan sang ayah yang selalu bersikap lembut terhadap anak-anaknya. Sama sekali tidak pernah menerapkan pendisiplinan yang bersifat represif dalam mengasuh anak-anaknya. Ia senang menceritakan kisah-kisah pewayangan seperti Mahabarata, Ramayana, cerita Tantri, cerita rakyat maupun cerita-cerita lainnya yang hidup di lingkungan masyarakat sekaligus sebagai sarana memberi nasihat-nasihat luhur tentang kebaikan dan keburukan. Dengan senang dan rajin, Lempad mendengarkan semuanya itu. Karya-karya Lempad mencerminkan pengamalan nilai-nilai filosofi Hindu Bali yang diterapkannya melalui mendengar (sruti) sehingga tema-tema lukisannya sangat luas dan lahir dari penghayatan yang dalam.

Lempad yang meninggal dalam usia 116 tahun pada tahun 1978 itu memiliki kemampuan dalam mengintepretasi cerita-cerita yang dipelajarinya. Ia mampu mengubah citra wayang menurut selera pribadinya dan melahirkan style Lempad yang sangat personal, anggun, keramat, dan berkarakter. Karya-karyanya berdasarkan narasi epik pewayangan dan folklor Bali yang dihadirkannya dalam gubahan yang sangat imajinatif. Proses intepretasi tersebut melibatkan pemahaman yang mendalam terhadap nilai-nilai filosofis.

Tanpa memahami nilai-nilai dan makna secara mendalam mustahil seseorang dapat mengembangkan intepretasi visual yang imajinatif terhadap narasi besar tersebut. Pada awal periode Lempad berkarya ia menggambar dengan mengambil ilham dari adegan pada cerita klasik Ramayana dan Mahabarata Hindu-Jawa. Lalu secara perlahan karyanya berkembang ke gaya yang lebih bebas yakni tentang kehidupan sehari-hari dimana di Bali dunia spiritual berbaur harmonis dengan rutinitas harian. 

Ciri khas Lempad dengan jelas terlihat di setiap karyanya yang terlihat sederhana namun mengandung suatu identitas unik. Ia selalu menggunakan cat hitam di atas kertas putih yang menghasilkan bentuk yang bagus, gaib, kuat dan nampak tak terputuskan. Alat melukisnya sangat sederhana tapi terlihat kekuatan garis dan ketelitian. Ia jarang menonjolkan warna, kecuali untuk memperkenalkan atau memperkuat corak tertentu. Beberapa warna yang dia gunakan adalah merah, putih dan hitam, juga sedikit aksen warna emas yang merupakan bentuk penghayatan nilai filosofi Tri Datu (merah, putih, hitam), berpadu dengan nilai keilahian yang disimbolkan dengan prada (emas).

Lempad adalah seniman multi bakat dan multi profesi. Selain pelukis, Lempad adalah seorang ahli arsitektur bangunan tradisional Bali (undagi), pembuat perangkat upacara (sangging) pematung, pembuat topeng, pembuat figur wayang dan elemen upacara pengabenan. Tindakan penciptaannya terkait erat dengan dunia spiritual mengikuti prinsip-prinsip animisme, Hindu dan Budha.

KOMENTAR TENTANG LEMPAD


Ana Gaspar: 


"Ketika kami berjalan ke galeri dan mulai mengamati gambarnya, kami merasakan ada sensasi khusus muncul saat melihat karya seorang guru agung atau seperti mendengar melodi yang luar biasa. Dengan serta-merta kami terhipnotis oleh sihir dari karya-karyanya itu."

Tjokorda Raka Kerthyasa: 


“Karya I Gusti Nyoman Lempad memiliki nilai sejarah yang tinggi dan misterius. Ia berguru pada Dewa Saraswati dan ia hidup melalui karya-karyanya."

Cok Istri Ratih Iryani: 


“Pekak Lempad bagi saya adalah seseorang yang luar biasa secara spiritual. Sebagai orang Bali, kami percaya bahwa seni adalah ciptaan Tuhan. Dalam berkesenian seniman hanya bisa berkreasi atas petunjuk dan bimbingan Tuhan. Kualitasnya amat ditentukan oleh datangnya sinar suci Tuhan atau taksu. Kak Lempad singkatnya adalah seseorang yang amat istimewa. Hidupnya adalah untuk ngayah melalui berkesenian.”

Jean Couteau: 


"Reputasi I Gusti Nyoman Lempad terletak pada banyaknya inovasi yang dia lakukan, diciptakan dalam periode sejarah yang berbeda dan karyanya menyangkut berbagai disiplin ilmu. Ia dianggap sebagai guru Bali pertama yg menjadi jembatan penghubung antara seni tradisional dan modern. Sebelum 1920-an dan saat kedatangan Walter Spies dan seniman Eropa lainnya ke Ubud, Lempad terutama dikenal sebagai seorang arsitek tradisional atau undagi, setelah periode awal itu, ia terutama menjadi master gambar monokrom."

Tentang Penyelenggara


YAYASAN BALI PURNATI


Bali Purnati Center for the Arts atau Yayasan Bali Purnati didirikan pada tahun 2000, berlokasi di Batuan, Bali Selatan. Bali Purnati adalah yayasan budaya nirlaba internasional yang didedikasikan untuk pelestarian, promosi, presentasi, dan penciptaan arah baru dalam seni pertunjukan, visual dan desain. Kegiatannya meliputi dokumentasi, dalam kata-kata dan gambar, baik karya seni tradisional maupun baru.

Saat ini Yayasan Bali Purnati fokus bergerak pada seni Indonesia timur, yang belum menikmati visibilitas dan akses internasional seperti daerah lain. Proyek “I La Galigo” yang diselenggarakan Yayasan Bali Purnati telah memberi tawaran yang tidak biasa bagi para seniman dan mahasiswa seni Indonesia, beasiswa pada platform internasional dan proyek ini mendulang sukses dengan pentas keliling dunia selama delapan tahun.

Sejak diresmikan, Yayasan Bali Purnati telah menjadi tuan rumah proyek yang berfokus pada tarian tradisional dan kontemporer, seminar dengan seniman dari berbagai daerah di Asia, Eropa dan Amerika Serikat. Misi utamanya adalah menjadi pusat multidisiplin internasional untuk penciptaan dan pengembangan karya baru di bidang seni.

KOMUNITAS SALIHARA


Komunitas Salihara adalah sebuah pusat seni yang berkiprah sejak 08 Agustus 2008, dan pusat seni multidisiplin swasta pertama di Indonesia. Komunitas Salihara dapat juga disebut pusat kebudayaan alternatif: ia tidak dimiliki oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah ataupun kedutaan asing. Visi Komunitas Salihara adalah memelihara kebebasan berpikir dan berekspresi, menghormati perbedaan dan keragaman, serta menumbuhkan dan menyebarkan kekayaan artistik dan intelektual.

Dalam pemrograman, Komunitas Salihara memprioritaskan kesenian-kesenian baru. Kebaruan ini adalah, bagi kami, bukan hanya menandakan masyarakat pendukung kesenian yang dinamis, tapi juga sikap kreatif terhadap berbagai warisan kesenian Indonesia dan dunia. Komunitas Salihara mengajak penonton untuk mendukung kebaruan ini. Namun diperlukan proses yang agak panjang untuk mencapai situasi ideal ini.

Karena itu, Komunitas Salihara masih menampilkan kesenian yang bersifat “biasa”, yang kami anggap bisa menjadi jembatan bagi penonton umum untuk menuju kesenian baru yang kami maksud. Dengan demikian, kami berharap, pada tahun-tahun mendatang, Komunitas Salihara dapat mementaskan lebih banyak lagi kesenian baru dan memperluas lingkaran penonton yang berwawasan baru pula. (rp/pojokseni.com)


Untuk informasi selanjutnya, silakan kontak:

D&A Consultancy 
Contact person: Yoke Darmawan
Telepon:08123868473
email: info@darmawan-assc.com

Komunitas Salihara
Jl. Salihara no.16, Pasar Minggu – Jakarta Selatan
info@salihara.org, www.salihara.org

Ads