Apa Iya Puisi Wiji Tukul Tidak Akan Populer Apabila Ia Tidak Menghilang? -->
close
Pojok Seni
03 March 2019, 3/03/2019 02:46:00 AM WIB
Terbaru 2019-03-02T19:46:09Z
Analisis PuisiPuisi

Apa Iya Puisi Wiji Tukul Tidak Akan Populer Apabila Ia Tidak Menghilang?

Advertisement
Ilustrasi Wiji Thukul

"... tapi mereka tidak bisa mereka meremuk: kata-kataku"  -Wiji Thukul-

pojokseni.com - "Hanya ada satu kata: Lawan!" adalah sepotong kalimat dari puisi karya Wiji Thukul yang sering menggema di mana pun ada perlawanan, baik dari kaum marjinal, kelompok yang terbuang, orang-orang kelas bawah yang tertekan penguasa, sampai ke kelompok radikal sekalipun. Tapi, bagi sebagian besar rakyat Indonesia, hanya satu yang mereka ketahui tentang Wiji Thukul: sosok yang hilang di era Orba karena kata-kata.

Wiji Thukul menjadi jawaban keras atas pernyataan "masih enak jamanku, toh" yang kerap ditulis oleh "kaum dari golongan baby boomer ke atas". Sosok Wiji Thukul adalah orang yang melawan, secara politis, juga penyair namun sekarang menghilang dan kemungkinan besar dibunuh, meski belum diketahui di mana rimbanya sampai saat ini. Bagi yang menulis "masih enak jamanku, toh" sebagai "caption" dengan gambar Pak Soeharto yang tersenyum di atasnya, mungkin merasa satu nyawa seperti Wiji Thukul, serta nyawa-nyawa yang lainnya tidak ada nilainya. Karena tidak hanya Wiji Thukul, siapapun yang mencoba melawan dan menentang di era itu, akan menghilang. Yah, Wiji Thukul hanya salah satu korban yang menghilang, setelah sempat meninggalkan warisan berupa tulisan.

Satu hal yang tidak banyak diketahui oleh orang-orang yang bahkan membawa-bawa kalimat sakti Wiji Thukul adalah, Wiji Thukul memang seorang politisi! Ia seorang aktivis partai yang menentang Orba dengan keras di era itu, Partai Rakyat Demokratik, di samping dikenal sebagai aktivis buruh yang gemar menyuarakan suara dari elemen tersebut. Kalimat sakti Wiji Thukul toh akhirnya membalaskan dendam empunya, ketika kata-kata itu diteriakkan mahasiswa tahun 1998 yang akhirnya menumbangkan rezim Orba.

Kenapa Wiji Thukul menjadi "target operasi" Orba? Jelas, tidak hanya karena ia aktivis partai yang militan menentang Orba saja. Statusnya sebagai aktivis buruh juga dimanfaatkan rezim Orba untuk menuduh Wiji Tukul dengan "tuduhan yang paling populer"; PKI! Tapi, kata-kata disinyalir menjadi alasan utama kenapa Wiji Thukul harus hilang. Kata-kata dari Wiji Thukul menyentuh situasi batas orang-orang lapisan bawah yang terus tertekan di era Orba. Kata-kata itu juga yang membuat sosok Wiji Thukul menjadi mengkhawatirkan, bisa menjadi martir sekaligus duri bagi rezim itu. Kata-katanya yang dianggap mampu menjadi minyak, untuk api perlawanan yang lebih besar. Kata-kata itu juga yang terdengar terakhir oleh rezim tersebut, sebelum digulingkan rakyat.

Kata-kata menjadi alasan utama kenapa Wiji Thukul harus menghilang. Karena itu, puisi Wiji Thukul menjadi lebih indah dari yang dianggap banyak sastrawan. Banyak penyair yang berkata, puisi Wiji Thukul menjadi abadi, karena Wiji Thukul menghilang. Dengan kata lain, apabila Wiji Tukul tidak menghilang, maka puisi tersebut tidak akan menjadi abadi. Apalagi, di era itu, puisi "gelap" dan "abstrak" menjadi puisi yang populer, ketimbang puisi sosialis ala Wiji Thukul. Kata-kata yang terlalu biasa dan sederhana menjadi alasan utama banyak penyair dan kritikus yang menganggap puisi Wiji Thukul terlalu "biasa".

Faktanya, kedalaman tema adalah salah satu kekuatan dari puisi. Kedalaman tema menjadi sebuah alasan kenapa sebuah puisi dianggap indah, ditinjau dari komposisi puitiknya. Semakin dalam, maka akan semakin jauh jangkauan getaran puisi itu ke dalam jiwa. Situasi batas, atau "chiffer" adalah titik yang tak bisa lagi manusia jangkau di batas-batas perasaan terdalamnya, namun berhasil dijangkau oleh sebuah karya, menjadikan sebuah karya itu begitu monumental. Batas-batas seperti kesedihan yang tiada tara, kebahagiaan yang begitu tinggi, kematian, perpisahaan, penderitaan dan sebagainya, menjadi tema utama dari karya yang hebat. Itulah kenapa, semakin "depresi" sebuah karya (dan mungkin juga penulisnya), maka akan semakin lama karya itu membekas di sanubari pembacanya.

Dan puisi-puisi Wiji Thukul dalam kumpulan puisi "Ku Ingin Jadi Peluru" bisa dikatakan telah menyentuh rasa pedih dan amarah dari golongan yang tertindas dengan kata-kata yang sederhana, namun diolah dengan sempurna dan tidak mengada-ada untuk mencapai situasi batas manusia. Jadi, apa iya kalimat sakti seperti "Hanya ada satu kata: Lawan!" menjadi tidak populer, seandainya Wiji Thukul tidak menghilang?

Tema idealis yang diangkat Wiji Thukul, menjadi roh dalam puisi-puisinya. Tema itu menjadi salah satu tema yang abadi, karena akan terus sesuai dengan era apapun, kapanpun. Tema yang juga diangkat oleh Pramoedya Ananta Toer, untuk melawan tirani (yang akhirnya juga mengantarkan Pram ke penjara).

Sayangnya, sekarang Wiji Thukul tetap tak ditemukan. Namun, kata-katanya tetap hidup hingga hari ini. Wiji Thukul yang menghindari para seniman lainnya, dan dalam Jaringan Kesenian Rakyat (Jaker) memilih bersama dengan kaum buruh, petani dan kelas bawah untuk berkesenian. Jaker juga menjadi alasan tepat bagi Orba untuk "menghilangkan" Wiji Thukul yang dianggap mirip dengan Lekra, alias (lagi-lagi) PKI. (ai/pojokseni)

Ads