Pasia Maimbau: Eksploitasi Alam dalam Karya Tari Preventif -->
close
Pojok Seni
21 August 2018, 8/21/2018 03:36:00 PM WIB
Terbaru 2018-08-22T06:27:51Z
ArtikelSeni

Pasia Maimbau: Eksploitasi Alam dalam Karya Tari Preventif

Advertisement

Pertunjukan tari Pasia Maimbau koreografer Erwin Mardiansya

“Oi lah kito bailau nan siko kini lailau, sanagari di saniang baka lah mulo tajadi. Ikan kalaiang tanggiriang lah ikan gabuang nan di ateh pinggan. Lah sarik balaia lah musim kini, lah luluak lumpua lah sahutan makan.”

oleh Ikhsan Satria Irianto

pojokseni.com - Karya tari Pasia Maimbau koreografer Erwin Mardiansyah, S.Sn terinspirasi dari fenomena punahnya popilasi ikan bilih. Ikan bilih merupakan ikan endemik yang hanya ditemukan dan menjadi populasi ikan terbesar di Danau Singkarak. Ikan dengan nama latin Mystacoleuseus padangensis memiliki ukuran sedikit lebih besar dari ikan teri, berbentuk lonjong dan pipih dengan panjang 6-12 centimeter. Harga ikan bilih ini juga cukup menarik, ikan bilih menjadi sumber pendapatan masyarakat sekitar danau. Bahkan, ikan itu sempat menjadi komoditas ekspor dan dijual ke luar negeri.

Kehadiran ikan bilih memiliki peran yang vital bagi perekonomian masyarakat di sekitaran danau Singkarak yang mayoritas bekerja sebagai nelayan. Ironisnya, ikan bilih yang menjadi tempat masyarakat menggantungkan hidup, populasinya menurun dengan pesat dan hampir musnah dikarenakan ulah manusia. Manusia menjadi pelaku utama atas eksploitasi besar-besaran dari populasi ikan bilih. Manusia mulai tergoda untuk menggunakan cara instan untuk mendapatkan hasil yang berlimpah, dengan cara melakukan penangkapan ikan bilih menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. 

Kepunahan ikan bilih ini berdampak terhadap merosotnya perekonomian masyarakat sekitar  Danau Singkarak yang secara garis besar bekerja sebagai nelayan ikan bilih serta mulai hilangnya identitas danau Singkarak, karena ikan bilih merupakan ikon dari danau tersebut.

Erwin Mardiansyah dalam karya Pasia Maimbau
Karya tari preventif bertajuk Pasia Maimbau koreografer Erwin Mardiansyah, S.Sn dihelat pada jumat (10/08/2018) di Dusun Muaro, Nagari Paninggahan, Kecematan Junjung Sirih, Kabupaten Solok. Tepatnya di tepian danau singkarak, pukul 16.00 WIB. Pertunjukan tari berdurasi 45 menit ini dipertunjukan dalam rangka Ujian Tugas Akhir dengan minat Penciptaan Seni Tari Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Padangpanjang. 

Karya tari ini terlaksana berkat bimbingan dari Dr. Rasmida, S.Sn,.M.Sn dan Dr. Yusril, S.S,.M.Sn. Serta dengan bantuan para penari, Rico Candra, Egi Oktriadi, Yogi Yusuf, Joni Adi Putra, Aditya Warman, Iqbal Rahmatul Risqi, Oki Satria,  dan Frandi Yutra. Juga dengan bantuan pemusik Ibrahim Lubis, Hidayatul Fitri, Olga Syaputra, Nur Alif Rahmansyah, dan M. Riski dengan komposer Indra Arifin. 

Karya tari ini diwujudkan untuk memberikan pesan bahwa pentingnya menjaga hubungan yang harmonis antara manusia dan alam juga manusia dengan sesama manusia. Agar, ikan bilih yang merupakan ikon dan identitas dari danau Singkarak tidak akan punah dan tetap memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian masyarakat di sekitaran danau Singkarak.

Dengan mengusung tema lingkungan hidup, Erwin mencoba menciptakan karya tari dengan tipe dramatik. Yang mana dalam karya ini terasa begitu kentara alur yang memuncak menuju konflik dan diselesaikan dengan penyelesaian yang logis. Dalam garapan tari Pasia Maimbau, Erwin mencoba melakukan ekplorasi gerak dari tradisi Adok nagari Paninggahan yaitu gerak titi batang. 

Gerak titi batang ini memiliki makna serta simbol tentang kesimbangan, ketika seseorang melalui atau berjalan diatas sebuah jalan setapak, selain itu pengkarya juga berpijak kepada gerak-gerak yang terdapat pada randai ilau. Saniang Baka karya randai ilau tersebut memiliki makna atau cerita tentang kehidupan nelayan ketika menangkap ikan. Gerak ini Erwin kembangkan dan dikolaborasikan dengang gerak sehari-hari yang dikembangkan dengan teknik yang Erwin kuasai dan tidak tertutup kemungkinan karakter Erwin sebagai penari tradisi mendominasi penggarapan gerak yang dilakukan dan tentunya disesuaikan dengan konsep garapannya.


Hal yang menarik dari penggarapan karya tari  “Pasia Maimbau”, Erwin tidak menggunakan cahaya yang bersumber dari bohlam, melainkan mengandalkan cahaya matahari. Cahaya matahari yang digunakan Erwin adalah cahaya matahari senja dengan warna jingga, mungkin inilah alasan Erwin untuk memilih sore hari untuk mempertunjukan karya tari “Pasia Maimbau”.

Konsep cahaya alam ini dihardirkan Erwin dengan mempertimbangkan kekuatan background (latar belakang) danau dengan hamparan air yang beriak dan perbukitan yang hijau. Latar belakang tersebut memperkuat nuansa asri pada karyanya. Erwin mungkin saja menangkap kekuatan background karya sebagai salah satu elemen artistik yang akan memperkuat garapan karyanya. 

Erwin sebagai koreografer menyadari bahwa cahaya alam sebagai pencahayaan utama akan memperjelas setiap gerak penari untuk tertangkap dengan jelas oleh penonton. Dengan setiap detil-detil gerak tersampaikan secara menyeluruh, diharapkan penonton lebih dapat menangkap makna yang ingin Erwin sampaikan. Tidak hanya gerak, perpaduan gerak penari dan gerak properti yang menghasilkan riak-riak air yang mengandung nilai artistik dan dengan jelas dapat dilihat oleh penonton. Riak-riak itulah yang memberikan nilai estetika karya “Pasia Maimbau” semakin menarik untuk disaksikan. 

Namun, inovasi yang ditawarkan Erwin memiliki kelemahan. Pemilihan cahaya alam dalam pertunjukan ini berakibat menghilangkan fokus dari pertunjukan “Pasia Maimbau”. Sehingga beberapa peristiwa yang dihadirkan penyampaian maknanya terpecah karena banyaknya peristiwa lain yang mencuri fokus. 

Tetapi, secara keseluruhan makna dari  karya tari “Pasia Maimbau” tersampaikan dengan baik kepada penonton karena Erwin mensiasati penyampaian maknanya tidak hanya melalui bahasa nonverbal, namun diperkuat dengan bahasa verbal melalui narator. (pojokseni.com)


Ads