Unsur Budaya Minangkabau dalam Novel Mencari Cinta yang Hilang Karya Abdulkarim Khiaratullah -->
close
Pojok Seni
04 December 2015, 12/04/2015 01:03:00 AM WIB
Terbaru 2015-12-03T18:03:30Z
Sastra

Unsur Budaya Minangkabau dalam Novel Mencari Cinta yang Hilang Karya Abdulkarim Khiaratullah

Advertisement

Oleh : Diah Irawati, S.S, M.Pd


Membicarakan masalah sastra memang tidak terlepas dari manusia karena manusia yang menjadi subjek dan objek di dalam sastra. Semi (1988:8) mengemukakan bahwa sastra itu merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya maka ia tidak saja menggunakan suatu media untuk menyampaikan ide, teori, atau sistem berfikir manusia. Dengan demikian dalam sastra terdapat tiga komponen yang saling berhubungan yaitu sastra sebagai seni kreatif, objeknya manusia dan kehidupannya, dan mengunakan bahasa sebagai medianya.

Karya sastra juga dikenal sebagai dokumentasi budaya. Karya sastra lahir dari budaya tertentu. Dapat dikatakan juga suatu karya sastra lahir atas dorongan dari kebudayaan yang berlaku  dalam suatu kelompok masyarakat. Budaya tersebut hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, diolah melalui fakta imajinatif. Budaya menyangkut perilaku, sikap dan gagasan. Menurut Endraswara (2011:192), realitasnya, batas antara sastra, budaya dan seni hampir sulit dipisahkan. Ketiganya memuat segala angan-angan, sikap hidup dan perilaku manusia.

Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan, rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. Dengan demikian hampir semua tindakan manusia adalah “kebudayaan”. (Koentjaraningrat, 2011:72-73). Hal serupa juga dikemukakan oleh Ratna (2011:393) yaitu semua bentuk karya manusia dapat dimasukkan sebagai kebudayaan, hampir semua ilmu pengetahuan, baik momotetis, maupun ideografis membicarakan masalah-masalah kebudayaan sehingga segala sesuatu dapat dijelaskan melalui kebudayaan.
Suatu kebudayaan menandakan adanya proses berfikir yang dilandasi semangat hidup dan tersimpul dalam pandangan hidup yang dilatarbelakangi oleh lingkungan dan kepercayaan yang dianut suatu masyarakat. Pandangan itu akan mengungkapkan bagaimana manusia mencapai hakiki hidup, kedudukan yang layak di tengah-tengah manusia lain serta menunaikan kewajiban lain terhadap Tuhan. Semua itu tercermin dari hasil kebudayaan yang ada, dalam hal ini adalah seni sastra. (Koenjaraningrat, 2004:29). Menganalisis suatu karya sastra dengan sendirinya juga menganalis masalah-masalah kebudayaan yang ada di dalamnya. Untuk lebih memfokuskan koenjaraningrat juga membagi unsur kebudayaan menjadi tujuh bagian pokok yaitu sistem religi, sistem bahasa, sistem peralatan dan perlengkapan hidup, sistem mata pencaharian,sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan (kekerabatan dan organisasi sosial) dan sistem kesenian.

Menurut Ratna (2011:405) dalam karya sastra masalah yang paling banyak diungkapkan adalah sistem kemasyarakatan terutama sistem kekerabatan dengan berbagai implikasinya. sistem kekerabatan melibatkan sistem komunikasi dari kelompok manusia yang paling kecil, sebagai tatap muka hingga kelompok yang paling besar, sebagai masyarakat itu sendiri. Kelompok kecil dalam hubungan ini juga termasuk hubungan suami istri, sebagai keluarga inti, melaluinya akan berkembang model hubungan kekerabatan lain yang lebih luas. Model hubungan inilah yang mendasari mekanisme penyusunan cerita dalam berbagai bentuknya.

Berbicara mengenai karya sastra, maka bentuk karya sastra yang paling terkenal dewasa ini adalah novel dan cerpen (Semi, 1998:32). Menurut Damono (1979:71) novel merupakan karya sastra yang berkembang dengan baik di Indonesia. Di dalam novel pengarang memberikan alternatif pada manusia untuk menyikapi hidup dan kehidupan manusia melalui tokoh-tokoh yang telah ditentukan oleh pengarang. 

Banyak novel yang lahir berlatarkan kebudayaan. Salah satunya yaitu budaya Minangkabau. Masalah adat istiadat Minangkabau masih terus menjadi pembicaraan, terbukti dengan banyaknya novel baru yang masih mengangkat tema tentang adat istiadat minangkabau, salah satunya adalah novel Mencari Cinta yang Hilang karta Abdulkarim Khiaratullah (Penerbit, Diva Press).

Novel ini mengandung ajaran dan nilai-nilai yang memang patut dipahami, terutama pandangan berbeda atau sebuah protes terhadap aturan adat Minangkabau yang masih berlaku hingga saat ini. Novel ini menceritakan menggambarkan unsur-unsur budaya yang berlaku dalam kehidupan masyrakat Minangkabau, khususnya sistem kekerabatan. Mengisahkan kehidupan tokoh Fauzi, yang telah ditinggal ayahnya sejak kecil. Ia hidup bersama ibunya, dan dibiayai oleh mamaknya dari hasil toko pakaian peninggalan ayahnya yang sekarang diolah seutuhnya oleh Mak Pito. Hingga kisahnya menuntut ilmu ke timur tengah, dan dijodohkan oleh tetangga yang sudah seperti keluarga sendiri. Jodoh pilihan ibunya yaitu Rohima, anak dari ayah angkatnya yang juga merupakan tetangganya. Perjodohan ini lah yang menjadi puncak penceritaan, di mana suku Fauzi dan Rohima sama, yaitu Chaniago. Hal ini sangat ditentang dalam adat Minangkabau. Pernikahan sesuku bagi masyarakat minangkabau merupakan sesuatu yang sangat dilarang.

Berdasarkan uraian di atas, Novel Mencari Cinta yang Hilang karya  Abdulkarim Khiaratullah ini menarik untuk diteliti, karena sebagai generasi muda, Abdulkarim Khiaratulah tertarik untuk mengangkat masalah kebudayaan terutama kebudayaannya sendiri, dan mengajak para pembaca merenungkan kembali kebudayaan yang selama ini dipakai di dalam masyarakat. Dalam hal ini lebih difokuskan pada salah satu unsur kebudayaan yaitu sistem kekerabatan khususnya peran mamak, niniak mamak dan juga mengenai pernikahan sesuku yang sebenarnya tidak dilarang oleh agama. Ia menekankan kembali kepada pembaca, “Bukankah adat Minangkabau bersandikan syara’ sedangkan syara’ bersandikan pada kitabullah? Jadi sesuatu yang sesuai dengan Al-Quran berarti sesuai dengan adat. Jadi 

Mamak merupakan sebutan untuk saudara laki-laki ibu, dalam masyarakat Minangkabau mamak memiliki peran seperti peran seorang Ayah terhadap anaknya. Mamak bertanggungjawab terhadap kehidupan keponakannya. Seperti falsafah Minangkabau anak dipangku kemenakan dibimbing yang artinya anak dipangku keponakan dibimbing. Mamak juga bertanggungjawab penuh terhadap pernikahan keponakannya, apabila tidak bisa diselesaikan oleh mamak maka permasalahan biasanya dilimpahkan kepada niniak mamak. Permasalahannya, menurut pengamatan penulis saat ini kedudukan mamak dalam kehiduapan masyarakat  Minangkabau sudah mulai bergeser. Seorang mamak yang seharusnya memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan keponakannya sudah jarang sekali terjadi,  seorang mamak lebih peduli kepada anaknya sendiri, dan terkadang ada juga yang tidak peduli dengan keponakannya. 

Niniak mamak merupakan gabungan antara mamak-mamak dalam suatu keluarga yang bertugas terhadap kaumnya, kaum dalam masyarakat Minangkabau yaitu kumpulan masyarakat yang memiliki suku yang sama, mamak berfungsi untuk menyelesaikan sengketa atau permasalahan dalam kaumnya. Niniak mamak diketuai oleh penghulu, yang diberi gelar Datuk. Fenomena saat ini, posisi niniak mamak juga sudah mulai berubah. Banyak niniak mamak yang bersikap tidak adil, yang membedakan kemenakan yang kaya dan yang kurang berada.

Syarat pernikahan menurut agama islam yang paling mutlak, yaitu seiman dan tidak memiliki hubungan darah. Sedangkan dalam masyarakat Minangkabau terdapat aturan mutlak lain yaitu tidak susuku. Menurut Navis (1986:195) perkawinan pantang ialah perkawinan yang akan merusak sistem adat mereka, yaitu perkawinan orang yang setali darah menurut stelsel matrilineal, sekaum dan juga sesuku mekipun tidak ada hubungan kekerabatan dan tidak sekampung halaman.

Permasalahan pernikahan sesuku merupakan problema klasik yang sampai saat ini masih menuai kontroversi. Suatu aturan yang bisa membuat seseorang diusir dari kampung dan dikeluarkan dari keluarga besar apabila dilanggar. 

Karya sastra sebagai dokumentasi budaya tentulah dapat merefleksikan budaya itu sendiri. Penelitian peranan mamak terhadap kemenakan, peranan niniak mamak terhadap masyarakat sesuku dan  larangan pernikahan sesuku belum banyak diteliti dalam karya sastra. Oleh sebab itu, perlu dilakukannnya penelitian ini agar dapat memperoleh gambaran adat yang berlaku dalam masyarakat Minangkabau baik dalam novel maupun dalam masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan mampu menarik simpati generasi muda untuk mempelajarinya sebagai wujud kepedulian terhadap suatu budaya khususnya budaya Minangkabau, terutama yang terkandung dalam novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khairatullah.


Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Moleong (2010:6) menjelaskan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif yang bersifat content analysis (analisis isi), yaitu penelitian yang dilakukan dengan menelaah sebuah karya sastra dan bertujuan untuk mendeskripsikan realitas peranan mamak, larangan perkawinan sesuku masyarakat Minagkabau, dan peranan niniak mamak yang ada dalam novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah. Penelitian ini pun dilakukan untuk menganalisis isi dan memberi makna terhadap novel ini terutama mendeskripsikan budaya Minangkabau yang terurai dalam bentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka-angka. 

Data penelitian ini adalah kata, frase, kalimat maupun paragraf yang berhubungan dengan peranan mamak, peranan niniak mamak dan larangan pernikahan sesuku masyarakat Minangkabau. Sumber data penelitian ini adalah novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah, terbitan DIVA Press cetakan pertama Juni 2012, setebal 392 halaman. 

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Teknik dokumentasi 

Menurut Hikmat (2011: 83) teknik dokumentasi adalah pelusuran dan perolehan data yang diperlukan melalui data yang telah tersedia. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk gambar, karya-karya monumental dari seseorang, atau tulisan/ teks (misalnya: novel, cerpen, puisi, dan lain-lain). Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, dokumentasinya berupa novel yang akan dianalisis yaitu novel Mencari Cinta yang Hilang.

2. Teknik catat

Menurut Muhammad (2011: 211), teknik catat adalah pencatatan yang dilakukan pada kartu data yang telah disediakan atau akan disediakan. Catatan dibuat dalam bentuk kata-kata kunci, singkatan, pokok-pokok utama saja, kemudian dilengkapi dan disempurnakan pada tahap analisis nanti. Muhammad menyatakan ada kiat dalam mencatat data, yaitu garis bawahi, cetak tebal, dan cetak miring. Dalam penelitian ini,  teknik yang digunakan yaitu dengan cara menggarisbawahi data-data yang dianggap perlu dalam novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah setelah itu baru memindahkan ke tabel yang telah disiapkan sebagai instrumen penelitian. 
 Lincolh (dalam Moleong, 2013: 216) dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulakan bahwa teknik dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan mencatat dan mengumpulkan seluruh temuan dari novel yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti dengan bantuan daftar dan tabel data.
Untuk mempermudah proses penelitian digunakan Instrumen penelitian dalam bentuk format pencatatan data. Peneliti membaca, mencatat, memahami, menghayati, mengidentifikasi dari bentuk-bentuk realitas perkawinan sesuku masyarakat Minangkabau dalam novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah dengan menggunakan tabel inventarisasi data. Data tersebut tentang perilaku tokoh dalam novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah diinventarisasi secermat-cermatnya. 

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membaca teks novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah. Membuat tabulasi data yang berhubungan dengan peranan mamak dan pernikahan sesuku dalam novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah.

2. Mengklasifikasi hasil tabulasi terhadap peranan mamak dan pernikahan sesuku  dalam novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah.

3. Menginterpretasikan data didasarkan peranan mamak dan pernikahan sesuku  dalam novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah.

4. Penyajian data hasil penelitian mengenai peranan mamak dan pernikahan sesuku  dalam novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah.

5. Menarik kesimpulan dari hasil penelitian.


Tali kekerabatan mamak dan kemenakan merupakan hubungan antara seorang anak laki-laki dan saudara laki-laki ibunya, atau hubungan seorang laki-laki dengan anak-anak saudara perempuannya. Berhubung mamak merupakan fungsi laki-laki, maka hubungan mamak dengan kemenakan adalah hubungan yang memerankan tanggung jawab terhadap kewajiban. Kewajiban mamak di Minangkabau sama atau bahkan melebihi tugas seorang ayah pada masyarakat non Minangkabau. Berbeda dengan ayah seorang mamak akan berhadapan lebih banyak kemenakan jika mamak itu banyak saudara perempuannya (Navis, 1986:233).
Peranan mamak terhadap kemenakan pada novel ini secara keseluruhan sudah berjalan sebagai mana mestinya. Dapat dilihat dari Mak Palito merupakan mamak dari Fauzi, di sini peran Mak Palito yaitu mamak yang sangat bertanggung jawab kepada kemenakannya. Sejak Ayah Fauzi meninggal dunia, kehidupan Fauzi dan Ibunya dibantu oleh Mak Palito, Mak Palito membantu meneruskan usaha dari Ayah Fauzi, bahkan di tangan Mak Palito usaha tersebut semakin maju.
Gambaran Mak Palito sebagai mamak memang mencerminkan peranan mamak yang seharusnya di Minangkabau. Mamak yang mengayomi keponakannya, kesejahteraan keponakannya, bahkan Mak Palito juga sangat mendukung keponakannya. ada juga mamak yang digambarkan lebih mementingkan anaknya, dari pada kemenakan yaitu tergambar dari sikap Mak Katik  yang merupakan mamak dari Rahima.
Pada kenyataannya, memang peranan mamak sudah mulai bergeser, sebagian mamak hanya mementingkan urusan rumah tangganya saja, tanpa memperdulikan kemenakannya. kemenakan dibimbing anak dipangku sudah jarang digunakan lagi. Mamak hanya tinggal mamak. Bahkan banyak mamak yang rela menjual harta pusaka, dan lain-lain.
Mengenai pernikahan sesuku, masih menjadi sesuatu yang sangat tabu untuk dilakukan. Menurut Amir (2011:31), Pelanggaran apalagi pendobrakan terhadap salah satu ketentuan adat maupun ketentuan agama Islam dalam masalah perkawinan, akan membawa konsekuensi yang pahit sepanjang hayat dan bahkan berkelanjutan dengan keturunan. Karena itu dalam perkawinan orang Minang selalu berusaha memenuhi semua syarat perkawinan yang lazim di Minangkabau.

Sesuai dengan teori di atas, pernikahan dalam masyarakat Minangkabau tetap menjadi suatu yang dipermasalahkan. Terbukti, dalam novel inipun kepatuhan terhadap adat tetap dilaksanakan. Pernikahan sesuku yang sesungguhnya tidak dilarang oleh agama tetap menjadi sesuatu yang sangat dilarang. Meskipun ada alternatif, jika perkawinan sesuku tidak dapat dihindari lagi yaitu keluar dari kampung, menyembelih kerbau untuk dipersembahkan kepada niniak mamak, atau keluar dari suku dan mengaku mamak dari suku lain di luar daerahnya dengan kosekuensi seluruh haknya di rumah gadang habis.
Selanjutnya mengenai peranan niniak mamak terhadap kaum atau masyarakat sesuku dalam novel ini sudah menggambarkan peranan niniak mamak seperti seharusnya. Menurut Navis (1986:223) tali kerabat antara mamak dan kemenakan merupakan tali kerabat yang ditumbuhkan bagi keperluan kesinambungan dan kestabilan kepemimpinan di lingkungan sosial, sejak dari rumah, kampung sampai ke nagari. Fungsi kepemimpinan itu pada tingkat yang lebih tinggi dan yang lebih luas disebut penghulu.
Dalam novel ini, menggambarkan permasalahan yang tidak bisa diputuskan oleh mamak saja, tetapi harus diselesaikan dengan niniak mamak. Sesuai dengan fungsinya, niniak mamak berkewajiban menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan nama baik suku atau kaumnya. niniak mamak melaksanakan rapat atau musyawarah di Balai adat untuk memutuskan perkara yang menimpa keponakannya. Permasalahannya dalam novel ini yaitu pernikahan sesuku, sehingga kedua belah pihak memiliki penghulu yang sama yaitu Datuk Rangkayo Sati. 


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Peranan mamak terhadap kemenakan yang digambarkan dalam novel ini, menggambarkan peranan mamak yang sudah sesuai dengan kenyataan, yaitu ada mamak yang berperan seperti seharusnya yang bertanggung jawab penuh kepada kemenakannya yaitu Mak Palito, mamak dari Fauzi. Dan juga digambarkan watak mamak yang lebih mengutamakan anaknya dari pada kemenakan seperti mamak dari Rahima yaitu Mak Katik.

2. Larangan pernikahan sesuku dari segi agama dan adat. Dari segi agama yang sebenarnya bukan menjadi suatu masalah, sedangkan dari adat yang dianggap sangat menimbulkan masalah yaitu mempermalukan kaum karena dianggapp menikah dengan saudara sendiri. Novel ini lebih menggambarkan betapa kuatnya adat Meskipun ada solusi yang dibisa dilakukan yaitu keluar dari kampung atau menyembelih kerbau untuk dipersembahkan kepada niniak mamak.

3. Peranan niniak mamak terhadap kaum atau masyarakat sesuku dalam novel ini juga menggambarkan realitas yang terjadi di masyarakat Minangkabau. Niniak mamak bertanggung jawab terhadap permasalahan yang menimpa kaumnya, dalam hal ini pernikahan sesuku. 

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, ada beberapa saran yang dapat diberikan penulis yaitu:

1. Bagi pengarang, diharapkan dapat menciptakan karya sastra lagi terutama mengangkat unsur budaya Minangkabau yang lainnya pada karya selanjutnya.

2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat menambah minat baca terhadap karya sastra dan dapat menangkap maksud dan amanat yang disampaikan dan mampu mengaplikasikan nilai-nilai dalam novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah ke dalam kehidupan nyata.

3. Bagi peneliti sastra, penelitian ini dapat memperkaya wawasan sastra sehingga bermanfaat bagi perkembangan karya sastra yang ada di Indonesia dan diharapkan dapat melanjutkan penelitian mengenai unsur budaya daerah lainnya yang terdapat dalam novel-novel yang ada di Indonesia.

4. Bagi bidang ilmu pendudukan khususnya pembelajaran sastra, Jika disesuaikan dengan pembelajaran di kelas pada kurikulum 2013 hasil penelitian ini bisa digunakan untuk kelas XII dengan indikator menginterpretasi makna teks novel dalam hal ini novel Mencari Cinta yang Hilang karya Abdulkarim Khiaratullah yang menggangkat budaya Minangkabau dan juga siswa khususnya kelas XII di wilayah Sumatera Barat masih sangat butuh terhadap pengetahuan budaya dan aspek-aspek maupun pesan budaya yang bisa diteladani dalam kehidupan sehari-hari. (@pojokseni)

Ads