Inspirasi Dari Film Korea, Rock'in Heaven Doors, 'Bukan Menunggu Mati, Tapi Bersiap Mengucapkan Selamat Tinggal' -->
close
Pojok Seni
09 August 2015, 8/09/2015 09:30:00 PM WIB
Terbaru 2015-08-10T19:16:30Z
BeritaResensi

Inspirasi Dari Film Korea, Rock'in Heaven Doors, 'Bukan Menunggu Mati, Tapi Bersiap Mengucapkan Selamat Tinggal'

Advertisement
Cover film korea, Rockin Heaven Door


pojokseni.com - Sebenarnya, saya benar-benar tidak tertarik untuk menonton drama Korea. Apalagi, semenjak K-Pop berubah menjadi semacam virus dan menjangkiti anak negeri, beberapa tahun terakhir. Tapi, adik-adikku ternyata begitu menggemari hal-hal yang berbau korea, sampai suatu saat, saya yang sedang kosong dan tidak ada pekerjaan, 'terpaksa' menonton satu film korea berjudul 'Rock'in Heaven Doors'. Awalnya, saya memilih film ini karena judulnya mirip dengan salah satu lagu yang pernah dipopulerkan oleh band G'N'R, 'Knocking Heaven Doors'.

Tapi ternyata, cerita di film ini begitu dalam. Setting kisah ini adalah sebuah rumah sakit yang lebih cocok disebut 'penampungan orang-orang yang menjelang kematian'. Seorang anak penderita Leukimia, mantan preman yang menderita Kanker otak, seorang gadis yang terkena kanker darah hingga penyakit-penyakit lainnya yang sudah tidak bisa diobati lagi. Para pasien disini tidak diberi infus, respirator atau peralatan medis yang biasanya aku lihat di Rumah Sakit pada umumnya. Tetapi mereka dibuat dengan kondisi setenang mungkin, sehingga bisa menemui ajalnya dengan tenang.

Awal film ini bermula dari seorang bernama Chung Ui, diperankan oleh Lee Hong Ki yang merupakan seorang rock star ternama di negaranya. Saya baru tahu bahwa si Lee Hong Ki ini memang seorang rock star dan bintang ternama di Korea, jauh sesudah saya menonton film ini, loh.

Si Chung Ui atau Lee Hong ki ini kemudian berkelahi, karena seseorang menghina ibunya, di sebuah klub malam. Hasil dari perkelahian tersebut, sang bintang terpaksa harus berurusan dengan pihak berwajib. Hukumannya adalah selama dua bulan wajib melakukan pelayanan umum di Rumah Sakit yang sudah saya bicarakan diatas tadi. Awalnya, didepan pers dan kamera televisi, sang bintang pura-pura menangis dan menyesal dengan apa yang telah dia perbuat. Ternyata hal itu hanya untuk menjaga reputasinya didepan fans fanatik. Saya baru tahu ternyata ada banyak selebritis seperti itu, jauh sesudah menonton film ini.

Di Rumah sakit itu, dia bertemu dengan seorang gadis bernama Anna yang bertugas untuk mengawasinya selama di sana. Sebelumnya, si Chung Ui pernah bertemu dengan Anna, dimana saat itu Anna menendang selangkangannya, hingga dia masuk dalam empang. Jadi, ketika si Chung Ui tahu bahwa si Anna adalah petugas provost (maksudnya pengawas), dia langsung stress dan membayangkan bahwa kehidupannya akan seperti di neraka. Ditambah lagi, selama disana, dia tidur disebuah kamar yang menyempil diatas loteng. Si Chung Ui berkata pada temannya (Selama disana, dia ditemani dengan teman, merangkap managernya) bahwa tempat tidurnya jauh lebih buruk daripada penjara.

Singkat cerita, si Chung Ui terkejut ada bunyi berisik di Rumah Sakit itu. Ternyata, ada sebuah band bernama Phoenix yang sedang latihan. Phoenix band adalah band rumah sakit, dan beranggotakan 4 orang, antara lain Anna, seorang gadis kecil bernama Himchan (kalau tidak salah) yang merupakan penderita Leukimia, seorang mantan preman yang menderita Tumor Otak dan juga seorang gitaris klub malam yang juga menderita sakit menahun yang tidak bisa disembuhkan. Tentu, Chung Ui bingung, kenapa bisa ada musik berisik di dalam rumah sakit. Jawaban dari para personel band adalah, 'Mozart Effect' yakni adanya semangat hidup baru dengan bermusik atau mendengarkan musik.
Apa yang tertangkap dari film ini? Film ini mengisyaratkan bagaimana sekumpulan orang yang 'menunggu kematian' harus menyiapkan dirinya dengan baik dan tenang. Rumah sakit tersebut tidak menyiapkan respirator, infus dan sebagainya, karena para penghuni rumah sakit ini sadar bahwa waktu hidup mereka tidak banyak. Isi Rumah sakit ini adalah orang-orang yang sudah divonis berumur pendek oleh medis, lantaran penyakitnya memang sudah tidak bisa diobati lagi.


Salah satu adegan dalam film Rockin Heaven Door

Saya sempat sependapat dengan Chung Ui. Kenapa mereka tidak berbaring diatas kasur, dipasangi alat medis yang canggih, minum puluhan jenis obat-obatan juga puluhan tusuk suntikan? Kenapa malah dibebaskan untuk menari, menyanyi, bermusik, merokok, bermain bola, menulis novel, berlarian kesana kemari, bercanda dan hanya berdoa. Ternyata, bagi mereka, hal tersebut hanya akan menambah penderitaan, biaya dan membuat pasien dan keluarga tambah tidak siap untuk kehilangan. Sistem rumah sakit tersebut adalah membuat quality time untuk sang pasien dan keluarga, untuk menghabiskan sisa waktu terakhir mereka.


Potongan film Rockin Heaven Door yang menampilkan salah seorang pasien yang merokok

Saya terhenyak, ketika seorang anak yang membawa penyakit leukimia sejak lahir menyatakan pada orang tuanya, bahwa disisa hidupnya (yang hanya tinggal 3 bulan) ia berjanji akan membahagiakan orang tuanya dan menjadi anak yang berbakti. Bayangkan, sisa hidup tiga bulan anak itu akan dihabiskannya dengan berbakti pada orang tua. Bagi anak itu, daripada dihabiskan dengan berbaring diatas tempat tidur, toh penyakitnya juga akan terus menggrogotinya hingga usianya kemungkinan masih seperti yang diprediksi. Daripada hanya bergumul dengan obat, ia memilih ke Rumah Sakit itu, untuk menyiapkan mental dan perasaannya menyambut kematiannya.

Saya tidak bisa menyatakan bahwa hal tersebut benar, tapi juga tidak bisa memvonis salah. Tapi, satu hal yang bisa ditarik kesimpulan dari film ini adalah, menjelang maut menjemput yang perlu dilakukan adalah : mempersiapkan diri sebaik-baiknya! termasuk mempersiapkan diri orang terdekat untuk sabar, ketika kehilangan. (@pojokseni

Ads