Seni & Budaya di Era Artificial Intellegence -->
close
Pojok Seni
01 August 2025, 8/01/2025 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2025-08-01T01:00:00Z
Artikel

Seni & Budaya di Era Artificial Intellegence

Advertisement
Haps-Ent, grup musik kolintang Jakarta, saat tampil di pelataran Sarinah Thamrin Jakarta.
Haps-Ent, grup musik kolintang Jakarta, saat tampil di pelataran Sarinah Thamrin Jakarta.

Oleh: Ambrosius M. Loho, M.Fil. (Dosen Universitas Katolik De La Salle Manado, Pegiat Seni & Seniman Kolintang)



Tantangan terbesar dan utama seni dan budaya saat ini adalah fenomena berkembang pesatnya teknologi Artificial Intellegence (AI) yang sejatinya adalah bentuk nyata ilmu pengetahuan dan teknologi yang transformatif. Kita harus mengakui bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) khususnya artificial intellegence (AI) ini, adalah 'kompetitor' utama para seniman, budayawan, dan pekerja-pekerja kreatif pada umumnya.  


Kenyataan ini tergolong menantang, karena dunia penciptaan atau kreasi seni dan budaya dihadapkan pada situasi yang tanpa kerja berat seorang seniman, karya seni sudah bisa tercipta dan terpentas di hadapan para seniman. Selain itu, dengan kemajuan atau hadirnya AI ini juga, semua serba 'mudah, gampang dan enteng dalam mencipta'.


Maka dari itu, akhirnya seniman dituntut untuk perlu 'memutar otak' dan mencari solusi atas fenomena kemunculan, yang bagi penulis adalah sebuah bentuk 'kekuatan baru' yang menjadi pesaing para kreator seni dan budaya. Selain itu, pada kenyataan yang terpentas, teknologi kecerdasan buatan (AI) tampak seperti paradoks, di satu sisi bisa menjadi alat yang mendukung seni dan budaya, tapi di sisi satunya lagi, bisa menjadi mesin pembunuh kreativitas para seniman.  Adapun keuntungannya terletak pada proses penciptaan yang, tanpa kerja keras seniman, misalnya sebuah lagu bisa dibuat dengan cepat. Ini adalah fakta mudahnya mencipta sebuah karya seni. Namun sisi kurang tepatnya adalah bahwa AI ini sangat terbuka pada penyalahgunaan yang salah (Rujukan: Detik.com).


Kendati begitu, apa yang paling tepat untuk dipikirkan, direfleksikan dan ditempuh oleh para seniman dan budayawan serta kreator seni. Pertama, terhadap hal ini, kita tak boleh apatis terhadap perubahaan yang begitu dahsyat itu, tapi justru harus siap dan bertransformasi atau pula menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Kita harus berubah, bahkan di dalam waktu pun kita perlu berubah. 


Kedua, subjek kreator harus perlu keyakinan yang kuat bahwa kekuatan karya seni dan penciptaan karya seni, adalah olahan murni kreativitas. Demikian juga, hanya dengan kreativitaslah seniman bisa melampaui robot-robot cerdas dan mesin pintar yang mewujud dalam apa yang dinamakan AI itu. Selanjutnya seniman pun perlu lebih kuat dan intensif melakukan ekplorasi ide dan gagasan dalam mencipta dengan cara-cara murni kreatif nalar berpikir.


Ketiga, semua orang harus memandang bahwa seni itu dengan cepat berevolusi seiring dengan berjalannya waktu, seiring dengan berkembangnya teknologi dan seiring dengan semakin meluasnya penggunaan teknologi. Dengan kenyataan ini pun, seni pada akhirnya bertransisi dan berekspansi ke dalam bentuk digital. Terhadap hal ini, perkembangan dunia digital itu, harus menjadi sarana publikasi dan sosialisasi hasil cipta karya dan karsa si seniman ini. Dengan ini justru sisi inilah yang harus dimanfaatkan.


Maka lebih dari itu, seorang seniman dapat mengekspresikan emosi dan kepedulian mereka secara langsung dan cepat, dan kemudian mempresentasikannya kepada dunia, dengan membagikannya secara digital.


Akhirnya, perlulah kesadaran dari setiap subjek tentang fakta bahwa sampai saat ini, tantangan dalam dunia seni, kendati tantangan itu akan menafikan kreatifitas si seniman atau kreator. Namun demikian, seni akan selalu berkembang mengikuti perkembangan zaman .

Ads