Advertisement
Oleh: Silvester Petara Hurit
Nara Teater memilih Desa Nayubaya Kecamatan Wotan Ulumado sebagai titik pertama pentas tur Nara Teater dalam karya barunya “Ibu Tanah”. Pentas kali ini merupakan hasil dari sejumlah pembacaan Nara Teater terhadap jejak-jejak kolonial yang mengadu-domba masyarakat. Masyarakat harus dibikin terbelah. Perbedaan ditajam-tajamkan supaya tercipta konflik dan melemahkan perlawanan masyarakat terhadap penindasan dan dominasi kolonial.
Karya “Ibu Tanah” lahir dari pelacakan mitos, pendudukan Majapahit dan Ternate, kedatangan kolonial Eropa, kebijakan dan strategi kolonial, eksploitasi sumber daya, pelemahan terhadap kepemimpinan tradisional, siasat adu-domba dan sekian model eksploitasi hari ini.
Sebagai kelompok yang sudah malang-melintang mementaskan karya-karyanya di sejumlah event nasional, Nara memilih Nayubaya karena pengalaman historis dan pentingnya “baya”(persekutuan) dalam budaya Lamaholot.
Masyarakat akan lebih kuat dan mawas jika belajar dari pengalaman sejarahnya baik itu pengalaman luka, trauma maupun peristiwa heroik masa lalunya. “Penjajahan langsung (secara fisik) telah berlalu namun ia selalu hadir dalam bentuk dan model baru yang mengekploitasi, memecah-belah dan menciptakan budaya konsumtif dan ketergantungan masyarakat terhadapnya”, jelas Silvester Petara Hurit, Sutradara sekaligus pendiri Nara Teater.
Nara Teater konsen pada narasi-narasi minor, sejarah orang-orang kalah serta tokoh-tokoh yang tak terbaca dalam sejarah dominan. “Sejarah selalu diproduksi oleh pemenang, oleh kekuasaan. Nara tertarik pada kisah-kisah yang tak umum dan menghadirkannya sebagai fiksi pertunjukan (realitas imaginatif) supaya masyarakat selalu dapat kritis melihat kemungkinan-kemungkinan yang lain dari peristiwa-peristiwa kehidupan”.
“Tujuan pentas ini adalah supaya kita menjaga tanah kita, laut kita, langit kita. Jangan sampai karena kepentingan pemodal, penguasa, kita mengulangi sejarah penguasaan atas tanah kita. Jualan isunya manis. Ujung-ujungnya adalah penguasaan. Kita jadi korban di tanah kita sendiri. Terkotak-kotak, terpecah-belah. Tersisih dari akses sumber daya dan peluang hidup sebagai pemilik tanah kita”.
Nara Teater akan pentas di lapangan voli SDI Basrani Desa Nayubaya pada Hari Kamis tanggal 17 Juli 2025 pukul 19.30 waktu setempat. Lalu akan melanjutkan pentas turnya ke Lembata, Solor dan daratan Flores.
Ketua Nara Teater Rin Wali menjelaskan bahwa pentas “Ibu Tanah” adalah kesempatan dimana teater bersua dengan masyarakat. “Kami sebagai pemain dan seluruh pendukung pentas bergembira bisa hadir, bertemu masyarakat dalam peristiwa teater. Apa yang kami gali dan rancang-bangun dapat hadir kepada penonton. Teater adalah peristiwa pertemuan. Disana, kita saling membaca dan memperkaya. Melihat hidup dengan perspektif yang lebih beragam”.
Kepala Desa Nayubaya Tarsisius Duru (46) bergembira atas pentas Nara Teater di desanya. “Kami bergembira bisa menonton pentas Nara Teater secara langsung. Di samping menghibur, tentu ada nilai-nilai baik, pesan-pesan baik yang sangat berguna. Ini jadi peristiwa kerjasama yang penting terutama supaya kita tetap belajar saling mendukung, memperkaya dan menjaga kebersamaan baik hari ini maupun ke depannya”.
Pentas Nara Teater kali ini melibatkan para aktor: Rin Wali, Ina Sabu, Elis Kehi, Veonyah, Din Odjan, Zaeni Boli, Hero Maran, Jhon Dasilva, Martin Kabelen, Laus daSilva, Jhon Junior, Minggus, Kayla, Alfa, Shiren. Penata Artistik: Mance RL, Penata Musik: Hani Balun, Multimedia:Ipung, Publikasi: Jhoe.