Utopia Tentang Dunia yang Indah: Sebuah Review Pertunjukan -->
close
Pojok Seni
04 April 2024, 4/04/2024 08:00:00 AM WIB
Terbaru 2024-04-04T01:00:00Z
teaterUlasan

Utopia Tentang Dunia yang Indah: Sebuah Review Pertunjukan

Advertisement
Pertunjukan Bengkel Seni Milenial Flores Timur

Oleh : Moh. Zaini Ratuloli


Kapan terakhir kali dunia benar benar terasa indah? 


Mungkin, dulu saat manusia belum turun ke bumi. Manusia seperti sudah ditakdirkan akan menjadi perusak bagi dunia yang ia tempati. Sebuah kenyataan yang  tak bisa di bantah. Atas dasar apa manusia menjajah dunianya sendiri? 


Namun, alam terkadang juga dapat marah atas apa yang diperbuat manusia pada bumi. Orang-orang menyebutnya hari ini dengan istilah perubahan iklim. 


Pada banyak peristiwa, berita dan kenyataan disadari atau tidak, bumi menjadi makin panas. Ini adalah realita yang sulit terbantah. 


Dalam kondisi seperti ini, tugas manusialah untuk bisa saling menasihati. Sebagai aktivis, lewat pertemuan-pertemuan dan aksi. Sedangkan sebagai seniman, tentu lewat karya seni.  


Seperti  yang  coba dilakukan oleh Bengkel Seni Milenial (BSM). Beberapa karya terakhirnya banyak menceritakan tentang perubahan iklim. Salah satunya yang coba dipentaskan di Festival Bale Nagi 2024 Flores Timur. Festival ini digelar pada tanggal  2 - 6 April 2024. BSM mendapatkan kesempatan untuk menampilkan karya mereka di hari pertama gelaran festival. Kesempatan ini digunakan BSM untuk menyuarakan kegelisahan mereka tentang dampak buruk yang terjadi akibat perubahan  iklim. 


Pertunjukan BSM dalam lakon bertajuk Hutanku Hutanmu Hutan Kita Semua yang berkolaborasi dengan Teater Keliling ( Jakarta), Rumah Rindu Panca Marga.  Memulai pertunjukan dengan narasi singkat lewat audio oleh Rudolf Puspa (Teater Keliling) tentang perubahan iklim dalam narasinya beliau menyampaikan  jangan menyalahkan Tuhan atas akibat yang terjadi. Lalu visual dari tubuh tubuh para pemain yang dihantui bencana dan nestapa, dua perempuan  membelah peristiwa  menyampaikan narasi tentang indah dunia di masa lalu. Indah dalam narasi mereka adalah ketika hutan masih berwarna hijau dan laut masih berwarna biru.


Apa yang menjadi biang kerusakan dari keindahan bumi adalah ketamakan manusia. Ketamakan manusia merangsek masuk merusak tatanan kehidupan alam. Orang orang yang tamak, tanpa empati merusak keindahan alam. Ketamakannya yang membuat manusia terus mengeksploitasi apa yang ada di atas tanah, maupun perut bumi .


Pentas ini tidak hanya mempertanyakan, tapi juga mengajak audience-nya untuk ikut sama-sama bertanggung jawab. Siapakah yang pantas disalahkan akan kondisi ini? Mungkin alam hanya berharap Tuhan melindungi semua dalam kebaikan dan harapan. 

Ads