Sampar, Pandemi dan Penyampaian Absurditas dengan Cara Tidak Absurd ala Camus -->
close
Pojok Seni
08 August 2020, 8/08/2020 04:20:00 PM WIB
Terbaru 2020-08-08T09:28:58Z
ArtikelResensiSastra

Sampar, Pandemi dan Penyampaian Absurditas dengan Cara Tidak Absurd ala Camus

Advertisement
Albert Camus

PojokSeni.com - Sampar, adalah sejenis penyakit kolera atau pes yang sempat menyerang daerah Oran, Aljazair di tahun 1849. Kota itu merupakan tempat kelahiran seorang sastrawan terkemuka, Albert Camus.


Tapi, Sampar yang merupakan novel dan naskah drama karya Camus di tahun 1947 bukan mengulang kisah serangan pandemi itu. Tapi, bagaimana cara Eropa berhasil mengalahkan Hitler yang penuh nafsu imperialistik dan berniat menguasai Eropa serta dunia.


Naskah drama tersebut juga tidak atau bukan alih wahana dari novel menjadi naskah drama.


Sampar menggantikan syahwat Hitler itu dengan sebuah pandemi mengerikan nan mematikan. Namun, settingnya tetap kota Oran, yang tahun 1849 dihajar pandemi pes atau sampar.


Bagaimana bisa banyak orang memiliki pandangan berbeda setelah membaca novel yang sama? Yah, nyaris banyak penafsir karya tersebut memberikan tangkapan yang berbeda. Meski demikian, semuanya bermuara pada satu hal, visi materialistik dunia ala Camus.


Suatu materi sebenarnya tak punya tujuan tertentu, karenanya hanya kesia-siaan saja. Kesia-siaan tersebut yang juga diartikan sebagai kekeliruan (untuk memahami kehidupan), serta kesalahkaprahan dan sebagainya. Namun di dalam Sampar, Camus mencoba menyampaikan yang lain dari gagasan utamanya tersebut.


Karena manusia adalah yang tercakap dari seluruh makhluk, maka kecakapan tersebut mesti digunakan untuk membantu sesamanya. Karena, tujuan hidup yang bisa dicapai dalam kondisi tersebut adalah "kemaslahatan umum". Semua harus mampu menikmati kehidupan yang baik dan adil. Itu yang harus diusahakan.


Sebelumnya, Camus selalu menegaskan bahwa baik persahabatan, maupun permusuhan adalah sebuah kesia-siaan. Semakin semua orang mencoba melakukan itu, maka ia hanya akan terasing dari semesta ini. Tapi, di Sampar ia mencoba mengingatkan bahwa ketika bertemu dengan suasana seperti pandemi, manusia hanya ada dua pilihan; diam dan kalah, atau melawan meski tak tahu kalah atau menang.


Pilihan pertama memiliki nol persen kemungkinan hidup, sedangkan yang kedua memiliki 50 persen kemungkinan antara hidup dan mati. Diam diri berarti bunuh diri, yang membuat kehidupannya yang sia-sia akan bertambah sia-sia.


Yah, sampar menjadi salah satu karya Camus yang mencoba memaparkan sebuah gagasan "absurd" tanpa cara yang "absurd". Selain itu, situasi terkurung pandemi Covid-19 seperti saat ini tentunya akan mengingatkan kembali pada naskah Sampar.


Informasi:


Beli buku Sampar karya Albert Camus di Bukalapak. 

Ads