Hutan dan T'wan Anok Langia; Pengobatan Leluhur dengan Kekayaan Hutan -->
close
Pojok Seni
26 August 2020, 8/26/2020 05:00:00 PM WIB
Terbaru 2020-08-26T10:04:40Z
ArtikelBudaya

Hutan dan T'wan Anok Langia; Pengobatan Leluhur dengan Kekayaan Hutan

Advertisement
Hutan yang perlahan dirambah berdampak pada pengobatan tradisional Suku Rejang


PojokSeni.com - Ketika rencana penerbitan sebuah buku berjudul "T'wan Anok Langia Merawat Pengetahuan Kesehatan Leluhur Rejang" bergulir di Lebong, Provinsi Bengkulu beberapa waktu silam, maka banyak mata yang terbuka. Suku Rejang, yang merupakan suku asli di daerah Rejang Lebong, Lebong, dan Kepahiang lalu juga ditemukan di beberapa daerah lainnya di Provinsi Bengkulu nyatanya punya kekayaan di bidang medis yang sudah dijaga turun temurun.


Ada orang-orang yang dipercaya sebagai tabib alias tenaga pengobatan dengan metode herbal. Semua bahan-bahan obat didapatkan dari hutan, dan resep obatnya dijaga turun temurun. Di tanah Rejang, tabib ini diberi nama T'wan Anok Langia. Bila Anda datang ke Lebong dan mencari T'wan Anok Langia maka jangan terkejut bila pertanyaannya adalah, "sakit apa?"


Sebab para T'wan Anok Langia memang dikenal sebagai tabib, jadi wajar bila orang-orang yang mencari Twan Anok Langia ini bisa disimpulkan sedang sakit. Para tabib dari Tanah Rejang ini jumlahnya juga ada beberapa orang dan mereka punya spesialisasi masing-masing. Ada yang khusus penyakit dalam, ada yang khusus anak, juga ada yang khusus perempuan. Masih banyak "spesialis" lainnya, jadi mirip seperti di kedokteran.


Sejak dulu, sudah ada ribuan orang yang berhasil sembuh dengan metode pengobatan herbal oleh T'wan Anok Langia. Ilmu pengobatan itu diturunkan lewat garis keturunan sejak T'wan Anok Langia pertama kali muncul di tanah Rejang dulu. 


Semua penyakit bisa bertemu dengan tabib yang tepat. Seperti dilansir dari Kompas, hanya satu penyakit saja yang tak bisa diobati oleh T'wan Anok Langia, yakni rindu.


Pengobatan yang Bertumpu Pada Hutan

Buku pengobatan dari hutan dan alam berdasar metode yang digunakan T'wan Anok Langia di Suku Rejang


Penyakit-penyakit yang berbeda, tentu resep obatnya berbeda pula. Tapi, apapun resep pengobatannya, tetap ada satu kesamaan, yakni semuanya berasal dari hutan. Tanaman-tanaman yang menjadi obat biasa dikenali oleh suku Rejang sebagai tanaman yang tumbuh subur di daerah hutan.


Maka penerbitan buku tersebut nantinya akan memberikan dua dampak. Pertama, agar masyarakat Rejang bisa menyadari bahwa ada warisan budaya pengobatan yang sudah turun temurun dan terus dijaga sampai saat ini. Tentunya, itu juga termasuk sebuah kekayaan yang tak ternilai.


Kedua, buku tersebut nantinya juga menyadarkan semua orang, tidak hanya masyarakat Rejang, bahwa hutan sangat penting bagi kehidupan. Bagi suku Rejang misalnya, hutan adalah penyelamat kehidupan. Ada ribuan orang yang selamat dari kematian karena obat-obatan yang didapatkan dari hutan.


Selanjutnya, seperti dikatakan oleh Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tanah Rejang, Arafik Trisno, banyak hal yang bisa diusahakan apabila pengetahuan pengobatan ala T'wan Anok Langia ini bisa diketahui banyak orang. 


pertama, akan ada dukungan fasilitas dari pemerintah setempat untuk mendukung T'wan Anok Langia. Fasilitas bisa berupa tempat konservasi obat, bahkan bisa pula sekolah non formal yang mempelajari pengobatan ini.


Tentang T'wan Anok Langia


Beberapa T'wan Anok Langia yang berkumpul bersama AMAN Tanah Rejang


T'wan Anok Langia adalah sebuatan untuk tabib atau ahli pengobatan di Suku Rejang. Apabila Anda berobat atau mendatangi T'wan Anok Langia, maka Anda akan mendapatkan sebutan sebagai "Anok Langia" alias pasien.


Tahun 2019 akhir, para T'wan Anok Langia diundang untuk mengadakan pertemuan dan silaturahmi oleh AMAN Tanah Rejang di Kabupaten Lebong. Selain untuk silaturahmi, tentunya pertemuan ini terkait dengan rencana penerbitan buku pengetahuan pengobatan Suku Rejang ini.


Di tengah serangan pandemi Covid-19 yang menakutkan ini, maka para T'wan Anok Langia mampu menjadi benteng pertahanan kesehatan masyarakat setempat. T'wan Anok Langia juga membuat beberapa ramuan untuk membunuh kuman yang bisa digunakan sebagai hand sanitizer, dan pembersih tubuh. Juga ada beberapa pengetahuan pengobatan yang bertujuan untuk meningkatkan imunitas tubuh. Maka buku ini bila berhasil diluncurkan akan menjadikan pengetahuan tersebut bisa menyebar ke seluruh Indonesia.


T'wan Anok Langia saat ini cukup kesulitan mencari bahan-bahan untuk resep ramuan kesehatan mereka. Penyebabnya adalah karena hutan berkurang, maka satu persatu tumbuhan yang kerap menjadi obat itu juga mulai punah. Kalaupun tidak punah, kebanyakan justru sulit untuk dicari.


Dampaknya, jumlah T'wan Anok Langia juga semakin lama semakin berkurang. Maka pelestarian tanaman-tanaman tersebut, khususnya di ekosistem aslinya (hutan) menjadi jawaban pemecahan masalah ini. Tapi perambahan hutan, baik secara legal maupun ilegal, tentunya mengancam semua lini termasuk kekayaan pengobatan Suku Rejang yang sudah turun temurun ini.


Masalah yang baru-baru ini juga dikeluhkan para Twan Anok Langia adalah banyaknya dari mereka yang kesulitan untuk masuk dan mencari tanaman yang dibutuhkan ke dalam hutan. Penyebabnya adalah aturan yang kaku untuk masuk ke wilayah hutan.


Ada ratusan resep yang tetap dijaga oleh T'Wan Anok Langia, tapi tak banyak yang bisa dibuat lagi karena keterbatasan bahan baku. Maka penyusunan buku yang melibatkan para T'Wan Anok Langia serta penulis, akademisi dan jurnalis mampu menjadikan proses pengobatan ini menjadi sebuah ilmu pengetahuan. Transfer keilmuan didorong agar sejajar dengan pengetahuan medis modern, jadinya tetap terjaga hingga anak cucu nanti.


Ditambah lagi, wilayah konservasi khusus untuk tanaman-tanaman bahan obat mereka juga mesti dipertimbangkan. Menjaga hutan alias ekosistem asli tanaman-tanaman tersebut juga menjadi prioritas. 


Sebab, bila kehilangan harta berupa pengetahuan pengobatan turun temurun ini, maka berarti bersiap kehilangan budaya yang berasal dari proses berpikir dan respon terhadap alam sekitar selama setidaknya 1000 tahun.


Melindungi kebudayaan, sekaligus melindungi hutan. Tentunya hal ini menjadi sebuah prioritas penting di negeri ini, apalagi menjelang peringatan Hari Hutan Indonesia yang akan jatuh pada tanggal 21 Maret 2021 mendatang.

Ads