Puisi: Manifesto Cinta Batu Tanpa Mati oleh Adhyra Irianto -->
close
Pojok Seni
09 May 2019, 5/09/2019 03:28:00 AM WIB
Terbaru 2019-05-11T20:08:40Z
PuisiSastra

Puisi: Manifesto Cinta Batu Tanpa Mati oleh Adhyra Irianto

Advertisement
Ilustrasi "Manifesto Cinta Batu tanpa Mati" dibuat oleh Adhyra Irianto di Bandarlampung 2018

Manifesto Cinta Batu Tanpa Mati

Adhyra Irianto*

I


bersama hujan yang merintik di awal Mei, menjelang Ramadan,
kita adalah sepasang kekasih yang menghabiskan sore sambil mengaduk adonan,
tapi bukan untuk membuat kue
hanya ingin menyibak awan yang menutupi bulan sabit di tanggal 9

awan-awan itu bergelayut di sudut malam
bintang-bintang hanya mencuri pandang tanpa mengibasnya
sibaklah agar mampu kita ciumi cahayanya yang perkasa
lalu merebahkan bintang-bintang di ranjang yang sedari tadi sudah basah oleh peluh

hari ini, 4 tahun lalu, kita memilih hari ini untuk mengikat diri
bersatu dalam menara tinggi yang kita susun dari pepohonan
kata-kata yang tak mampu diremuk waktu


kau dan aku tak terpisah, bahkan oleh mati
soneta ini memampatkan udara, lalu menghirup aroma kelabu  di antara kita
membuangnya hingga terdampar di puing-puing denyut nafas

II


aku datangi kamu lewat puisi
yang menari-nari, ketika imaji bernyanyi
lagu-lagu yang menyentuh hati, - impresio
menyelimuti lanskap dingin gunung bebatuan yang melulu bermandikan hujan

kita berteriak bahwa kita akan hidup seribu tahun lagi
meski tubuh dilumat cacing-cacing tanah
senyuman dari sejuta kelopak bunga yang bercumbu
melahirkan soneta ini

wanitaku, aku telah menggali-gali
dari batu hingga kubur-kubur, hanya untuk mencari sekuntum anyelir
yang kemarin dibawa hujan dan tersangkut di tubuh kupu-kupu

anyelir itu adalah tabungan dari kata-kata yang bahkan sudah kutabung untukmu sejak SMA
tak indah memang, bila dibandingkan dengan sutra atau malam yang menari di atasnya
tapi, tabungan itu cukup untuk seumur hidup

III


bukan bicara cinta, dengan keras kepala aku melulu bicara mati
karena sebuah harapan, setelah mati kita akan saling mengawetkan
balsem dan dipan berukir kepala pharaos
dikotori pasir sahara yang menyebalkan

batu-batu akan tersusun di atas peti mati
batu-batu yang menutup sungai-sungai
waktu tertutup batu
debu-debu tertutup batu

mati dan batu, seperti kau dan aku
mati tak akan pisahkan dua orang berkepala batu
aku mencintaimu dengan keras kepala!

Curup, 2019


*Adhyra Irianto, adalah penulis dan editor di blog PojokSeni.com. Puisi ini dituliskannya untuk merayakan ulang tahun pernikahannya bersama istrinya, tanggal 9 April 2019. 

Ads