Melihat Geliat Balarak di Tengah Krisis Regenerasi -->
close
Pojok Seni
31 December 2017, 12/31/2017 05:16:00 AM WIB
Terbaru 2017-12-30T22:16:02Z
Artikel

Melihat Geliat Balarak di Tengah Krisis Regenerasi

Advertisement
Seorang seniman Balarak membawa Rebananya untuk persiapan tampil membawakan Dzikir 6


pojokseni.com - Ketika mengunjungi Desa Pakuhaji, Kecamatan Pondokkubang, Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu tahun 2014 silam, saya bersama rombongan (kebetulan rombongan pejabat) mendapat sambutan meriah di daerah itu. Sekumpulan laki-laki berusia lanjut menabuh rebana berukuran besar menyanyikan beberapa lagu berbentuk dzikir. Oleh warga setempat, disebut Dzikir 6. Sedangkan tradisi menabuh rebana itu disebut Sarapal 6 atau Balarak.

Grup Balarak menyanyikan dzikir memuja asma Allah, yang tertera dalam Kitab Dzikir Lembak. Biasanya, pimpinan grup tersebut yang memegang kitab tersebut. Tradisi ini berasal dari daerah Lembak, yang termasuk dalam ruang lingkup Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu. Diceritakan oleh seorang seniman Balarak asal desa tersebut, Sion (35), tradisi ini sudah dikenal sejak zaman nenek moyang.

"Lebih tepatnya, ketika Islam masuk ke daerah ini," terang Sion.

Hanya saja, pada awalnya bukan serombongan bapak-bapak hingga lanjut usia yang berjejer menabuh rebana ini. Sebenarnya, dalam peraturan asli Balarak, tradisi tersebut harusnya dilakukan oleh pemuda atau setidaknya masih berstatus bujangan, berapapun umurnya. Sayang sekali, dalam beberapa tahun terakhir, mengajak pemuda untuk terlibat dalam tradisi tersebut sangat sulit. Oleh karena itu, terang Sion, mereka sempat kehilangan pemuda yang ingin ikut. Hal itu memaksa serombongan pria dewasa seperti dia dan bapak-bapak lainnya yang bahkan sudah lanjut usia untuk ikut menampilkan kesenian tersebut.

Beruntungnya, baru-baru ini ada banyak pemuda yang tertarik untuk ikut menjaga tradisi Balarak tersebut. Pemuda-pemuda desa yang ikut serta, memulai belajar dari para sesepuh dan senior yang sudah terlebih dulu mempelajari kesenian ini.

"Namun kali ini mereka belum bisa turun langsung, karena masih baru belajar. Jadi, masih kita dulu yang turun," tambah Sion.

Mudah-mudahan, bergabungnya sejumlah pemuda untuk ikut terlibat dalam pelestarian kesenian ini menjadi titik balik bangkitnya seni yang sudah ada sejak zaman nenek moyang tersebut. Bengkulu termasuk salah satu daerah yang memiliki banyak kesenian, tradisi dan budaya yang unik. Sayangnya, perlu perhatian ekstra agar semua itu dapat terawat dan terjaga, hingga anak cucu kita selanjutnya. (ai/pojokseni)

Ads