Catatan Dari Lomba Pantomim tingkat SD, FLS2N Kabupaten Rejanglebong : Minim Teknik, Kurang Detail, Tinggi Semangat -->
close
Pojok Seni
26 March 2017, 3/26/2017 01:14:00 AM WIB
Terbaru 2017-03-25T18:14:41Z
Artikelteater

Catatan Dari Lomba Pantomim tingkat SD, FLS2N Kabupaten Rejanglebong : Minim Teknik, Kurang Detail, Tinggi Semangat

Advertisement



Oleh : Adhyra Irianto

Terkesan judul yang saya buat mirip dengan yang ditulis oleh Kak Emong Soewandi (atau Firmansyah, S.Pd) usai salah satu gelaran festival teater yang digelar tahun 2009 lalu. Terpaksa seperti itu, karena faktanya kejadian yang ditemui mirip. Hanya kejadian saja berkelang 8 tahun.

Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) Kabupaten Rejanglebong cabang pantomime dihelat pada hari Kamis (23/3/2017) di Gedung Olahraga (GOR), Jalan Merdeka, Curup. Lomba ini (hanya) diikuti oleh 11 peserta dari seluruh Rejanglebong. Hal yang menandakan bahwa peminat pantomime masih begitu minim. Saya dan salah satu teman saya, Kak Iman, dipercaya menjadi juri dalam cabang tersebut.

Dari 11 peserta yang tampil, saya menemukan beberapa peserta yang konsepnya menjiplak atau imitator. Beberapa tampilan pemenang lomba FLS2N tingkat nasional tahun lalu, atau beberapa tahun yang lalu, dijiplak habis. Ada juga yang dimodifikasi. Artinya apa? Ini bukan kesalahan siswa yang ikut, tapi dari guru pembina atau pelatih yang begitu malas menyiapkan siswanya untuk ikut kegiatan ini.

Video pementasan, mungkin diunduh dari situs Youtube, diambil seluruh gerakannya dan ditiru. Lalu, dengan mudahnya mencari musik baru. Ada juga pementasan yang musiknya justru mengambil penuh dari internet. Ini, menurut saya, tidak bisa dimaafkan. Meskipun pementasannya bagus, tidak mungkin bisa dimenangkan, karena saya mempertimbangkan ide dan kerja keras guru pembina dan pelatih lain yang menciptakan sebuah pertunjukan baru.

Latihan, pengajaran teknik dasar, penyiapan konsep, dan lain-lain terkait pertunjukan adalah sebuah proses. Saya sangat menghargai proses. Ingat, proses tidak akan pernah mengkhianati hasil.

Akhirnya, setelah berunding alot, kami mempercayakan SDITA Aisyiyah, SDIT Rabbi Radiyah dan SDN 2 Rejanglebong sebagai juara. SDITA kami percayakan sebagai juara I, yang akan menjadi wakil Rejanglebong bertarung di jenjang yang lebih tinggi, tingkat Provinsi. Semoga diberkahi Tuhan, bisa mewakili Provinsi Bengkulu ke tingkat Nasional. 
Apalagi, selama beberapa tahun berturut-turut, pantomimer cilik asal Rejanglebong selalu sukses mewakili Bengkulu ke tingkat nasional. Tentu saja, kami harus memilih yang terbaik dari yang baik.

Selain masalah plagiat, kami juga menemukan bahwa anak-anak yang tampil benar-benar minim untuk masalah teknik. Bahkan teknik dasar. Penggambaran artistik yang kurang detail, ekspresi, gestur tubuh, hingga penguasaan panggung yang terkesan dipaksakan. Sekali lagi, saya terpaksa menyalahkan guru pembimbing atau pelatih. Karena hal ini memang ranah mereka untuk mendidik dan melatih siswa sebelum akhirnya ikut festival.

Belum ditambah lagi masalah “eksternal” seperti musik pengiring dan konsep yang terlalu lemah. Alhasil, pertunjukan yang disajikan benar-benar kurang maksimal. Ada satu peserta, yang menurut kami, memiliki gestur yang baik, ekspresi yang mendukung serta bakat yang mumpuni. Ia memiliki kans menjadi juara, kalau saja didukung dengan konsep yang baik dan mendukung pertunjukan.

Selain anak tersebut, beberapa anak lain yang tidak kami masukkan dalam daftar juara juga memiliki bakat dan semangat yang tinggi. Entah kurang dukungan dari sekolah, atau guru pembina dan pelatih yang tidak begitu serius sehingga pertunjukan yang dihadirkan benar-benar seperti sayur yang kurang garam. Tidak berasa, tidak meninggalkan kesan.

Saya berharap ke depannya, sekolah lebih memperhatikan hal ini. Ada banyak seniman muda asli Rejanglebong yang sudah berkarir di tingkat nasional, bahkan internasional, namun perkembangan seni di daerah ini justru terhambat. Ada beberapa seniman muda yang bisa diajak bekerjasama menghadirkan hal yang baru bagi setiap sekolah. Entah itu pengajaran, berbagi inspirasi atau sekedar berbagi cerita, dapat meningkatkan kemampuan anak. 

Karena sekolah bukan hanya masalah akademik. Sekolah adalah tempat dimana setiap anak bisa mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, apapun itu. (**)

Ads