The Mirror and The Lamp - Sebuah Resensi -->
close
Pojok Seni
27 August 2016, 8/27/2016 03:51:00 PM WIB
Terbaru 2016-08-27T08:51:51Z
Analisis PuisiBeritaResensi

The Mirror and The Lamp - Sebuah Resensi

Advertisement

Tinjauan Ringkas Interpretasi Sastra M.H. Abrams

Oleh : Emong Soewandi


pojokseni.com - Sastra adalah dunia teks. Sebagai interpretasi terhadap dunia, pengarang merepresentasikannya dalam teks dengan menggunakan fungsi-fungsi fonologi, sintaksis dan semantik. Pada gilirannya, pembaca kemudian melakukan interpretasi atas teks tersebut, untuk dapat melakukan rekontruksi dunia yang ada dalam konsepsi pengarang dan dalam karya.

Dalam kegiatan interpretasi, pembaca mungkin meletakkan jarak antara teks dengan pengarangnya. Atau pembaca mencoba memahami sebuah karya dengan cara masuk dunia realitas si pengarang. Di lain tempat, ada pembaca yang mau menerima karya atas dasar kemanfaatan teks sastra bagi kehidupan, atau seberapa jauh karya sastra dapat memahami dunia dan merefleksikannya dalam teks-teks sastra.

Dunia pengarang memang sering dianggap sebagai dunia yang lain. Dunia yang selesai, ketika sebuah teks sastra telah tiba di tangan pembaca. Banyak pembaca yang juga secara ekstrim menganggap “pengarang telah mati”. Teks sastra adalah teks otonom. Namun, pandangan ini dapat berubah jika memandang teks sastra sebagai teks sejarah, yang mencerminkan pengalaman tentang sebuah masyarakat yang melandasinya dan pengalaman realitas pengarang, walaupun mungkin tanpa dalam keremang-remangan.

Karya sastra memang sebuah karya imajinatif, yang berada pada saluran fiksi dan estetika. Namun, untuk memahaminya, pembaca memerlukan sebuah sistem dan aturan untuk menjaga arus interpretasi sesuai yang diinginkan.
Pembaca tidak cukup hanya menggunakan imajinasi belaka. Walaupun egoisme dan latar kehidupan pribadi pembaca sangat mempengaruhi interpretasi, tetapi validitas dan reliabilitas interpretasi tetap menjadi yang utama. Untuk lebih jelasnya, berikut ini dipaparkan secara singkat empat pendekatan dalam interpretasi terhadap karya sastra menurut M.H. Abrams.

Teori Mimetik

Orientasi mimetik penjelasan tentang seni sebagai suatu aspek imitasi pada seluruh bidang kemungkinan ialah teori estetika yang paling primitif.
Aristoteles memperkenalkan perbedaan tambahan menurut objek tiruan, media tiruan, dan pola-pola dramatis, naratif, atau campuran, sebagai contoh dimana peniruan itu disempurnakan. Dengan mengeksploitasi perbedaan-perbedaan pada objek, alat dan pola, dia mampu membedakan puisi dengan seni yang lain, dan kemudian membedakan variasi dari puisi yang beraliran, seperti epik dalam drama, tragedi dan komedi.

Dalam tradisi sastra, puisi adalah peniruan. Perbedaan antara teori seni ini adalah karena mereka menggunakan media yang berbeda, dimana menuntut objek yang berbeda pula untuk ditiru. Perbedaan ini terletak iconic (simbol), di dalam mereka meniru dan hanya berarti secara konvensional. Twining mengatakan, pekerjaan yang menyalin objek jelas dan dekat dapat digambarkan sebagai peniruan rasa yang keras.

Konsep bahwa seni adalah peniruan, memainkan peranan yang penting dalam estetika neoklasik tetapi pada penelitian lain dikatakan mempunyai peranan yang dominan.

Teori-Teori Pragmatik

Kepentingan teori pragmatis adalah untuk memahami sebuah syair sebagai sesuatu yang dibuat untuk memberikan respon atau efek pada pembacanya; untuk menilai kekuatan pandangan dari pengarangnya; untuk menghubungkan klasifikasi dan anatomi dari syair dalam bagian yang luas pada efek dan komponen yang spesial untuk dicapai dan untuk mengantarkan norma dari seni puisi kepada yang ditujukan dari puisi tersebut.

Orientasi pragmatik disini yang meminta keterlibatan tujuan dari seorang seniman dan karakter yang diolahnya, kebutuhan, dan kekuatan dari nilai kebahagiaan yang diperoleh penonton, dikarakteristikkan dengan seberapa hebat kritik yang diterima sejak zaman Horace hingga abad delapan belas.

Teori Ekspresif

Pada umumnya, kecenderungan teori ekspresif mungkin dapat dirangkum dengan pernyataan, bahwa sebuah karya seni secara esensial merupakan unsur internal yang membentuk unsur eksternal, hasil dari proses kreatif yang bekerja di bawah impuls perasaan dan mewujudkan produk yang merupakan kombinasi dari persepsi, pemikiran, dan perasaan penyair.

Hal terpenting dalam sebuah puisi, ialah menilai seni dengan keberadaan media yang menampung ekspresi atau kekuatan mental dari seorang seniman, dan mengklasifikasi jenis-jenis seni, dan mengevaluasi kualitas dari pemikiran seniman tersebut. Elemen-elemen yang membangun puisi yaitu diksi khususnya dalam menggambarkan isi menjadi bagian yang penting, dan menimbulkan pertanyaan apakah puisi tersebut alami dalam emosi dan imajinasinya.

Teori Objektif


Orientasi objektif, secara prinsip bekerja jauh dari unsur-unsur eksternal, menganalisa bagian-bagian yang berhubungan dengan unsur internal dan memberikan penilaian berdasarkan unsur intrinsik yang telah dibuat.
Sebagai pendekatan yang inklusif, teori ini baru muncul pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Dalam konteks teori, pendekatan objektif ini menjadi salah satu elemen penemuan yang sangat penting dalam dua atau tiga dekade terakhir ini. Dalam pendekatan ini, ketika kita memperhatikan sebuah puisi, kita benar-benar harus menganggapnya sebagi sebuah puisi dan bukanlah hal lain.

Pembahasan

Dari apa yang dipaparkan di atas, M.H. Abrams mau memperlihatkan garis yang tajam antara empat pendekatan dengan empat latar belakang, mimetik dengan konsep peniruan alam, pendekatan pragmatik dengan sejarah masyarakat, ekspresif dengan latar belakang kehidupan pribadi pengarang, dan pendekatan objektif dengan otonomitas karya sastra.

Keempat pendekatan ini secara luas dipergunakan dalam kegiatan interpretasi. Di mana pendekatan objektik lebih umum dipakai, karena dianggap sebagai pendekatan yang lebih sederhana dan lebih dekat dengan teks karya sastra itu sendiri secara intrinsik. Sementara untuk tiga pendekatan lainnya, dianggap sebagai pendekatan yang menuntut lebih dalam kegiatannya. Baik mimetik, pragmatik atau pun ekspresif memerlukan teks lain di luar teks sastra. Ada kegiatan yang bersifat ekstrinsik, selain pemahaman karya sastra secara intrinsik.

Dalam perkembangannya, ada upaya untuk menyatukan semua pendekatan tadi dalam satu kegiatan interpretasi. Pendekatan yang justru dimulai oleh kaum strukturalis ini, melihat kenyataan bahwa karya sastra dirasa kurang valid, apabila sastra hanya dipahami dari unsur intrinsiknya saja, maka karya sastra dianggap lepas dari konteks sosialnya. Padahal pada hakikatnya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang melingkupi penciptaan karya tersebut.

Sebagai reaksi terhadap pandangan mimesis dan romantik yang menekankan karya sebagai tiruan objek-objek di luarnya, di mana penilaian lebih menekankan pada aspek ekspresifitas. Pandangan ini berpendapat bahwa untuk menanggapi karya sastra secara objektif memang haruslah berdasarkan teks karya sendiri. Namun, pengkajian terhadapnya hendaknya diarahkan pada bagian-bagian karya yang menyangga keseluruhan, dan sebaliknya bahwa keseluruhan itu merupakan bagian-bagian.

Kata Akhir

The Mirror and The Lamp merupakan buku yang ditulis oleh M.H. Abrams. Istilah ini dipergunakan untuk karya sastra tidak secara eksplisit dijelaskan dalam buku tersebut, namun dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa M.H. Abrams mau menyatakan, bahwa karya sastra adalah “the mirror”, sebuah cemin, refleksi atas realitas, pengalaman pengarang dan sejarah masyarakat. Karya sastra dapat dilihat sebagai sebuah dokumen pemikiran pengarangnya, pantulan sejarah suatu masyarakat, atau karya sastra adalah struktur bangun yang memiliki otonomitas. Namun, karya sastra juga merupakan “the lamp” (lampu), sebuah struktur yang memiliki sinar sendiri, yang bukan merupakan pantulan atas dunia, dan tidak juga memantulkan pengalaman realitas.





Emong Soewandi
(Firmansyah, S.Pd)





Seorang Penyair, penulis, guru asal Kabupaten Kepahiang, Provinsi Bengkulu

Ads